Sacchi Sebut Inggris buat Blunder Besar di Final Euro 2020

kesalahan strategi dan taktik yang diterapkan pelatih Gareth Southgate.

EPA/Adam Ciereszko
Arrigo Sacchi
Rep: reja irfa widodo Red: Muhammad Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Mantan pelatih timnas Italia, Arrigo Sacchi, menilai, kekalahan Inggris dari Italia di final Euro 2020 tidak terlepas dari kesalahan strategi dan taktik yang diterapkan pelatih Gareth Southgate.

Memilih tampil bertahan setelah mencatatkan keunggulan pada awal laga menjadi blunder terbesar The Three Lions dalam laga di Stadion Wembley tersebut. The Three Lions mengawali laga tersebut dengan begitu sempurna.

Sepakan Luke Shaw mengantarkan Inggris unggul saat laga belum genap berjalan dua menit. Namun, The Three Lions memilih mempertahankan keunggulan tersebut dengan tampil bertahan nyaris di sepanjang laga.

Italia akhirnya mampu mendominasi permainan dengan mencatatkan penguasaan bola mencapai 60 persen. Puncaknya, Gli Azzurri bisa memecah kebuntuan sekaligus menyamakan kedudukan pada menit ke-67.

Tampil bertahan setidaknya sejak pertengahan babak pertama membuat The Three Lions kesulitan untuk bisa bangkit di sisa laga, terutama dalam membangun serangan.

Setelah hasil imbang, 1-1, bertahan pada masa perpanjangan waktu, laga berlanjut ke adu penalti. Italia akhirnya menutup laga dengan kemenangan, 3-2, setelah tiga penggawa The Three Lions gagal menjalankan tugasnya dengan baik.

Italia pun pulang ke Roma dengan raihan trofi Euro 2020 dan memaksa Inggris untuk kembali memendam mimpi meraih trofi di turnamen utama. Sacchi menyebut, pilihan Southgate untuk menerapkan gaya permainan bertahan justru menjadi blunder terbesar Inggris di laga tersebut.

The Three Lions, tutur Sacchi, malah menerapkan gaya sepak bola yang selama ini melekat dengan timnas Italia, Catenaccio. Tampil defensif dengan memanfaatkan serangan balik cepat.

''Mereka meniru kami (Italia). Mereka mencetak gol dan kemudian semua pemain tampil bertahan. Seperti layaknya tim yang setia dengan pendekatan Catenaccio, yang pertama kali dirumuskan oleh Karl Rappan, akhir abad lalu.”

“Mungkin Southgate mengira, dia menghadapi Italia yang hanya bisa tampil bertahan dan mengandalkan serangan balik,'' tulis Sacchi dalam kolomnya di La Gazzetta dello Sports, Rabu (14/7).

Mantan pelatih yang mengantarkan AC Milan berjaya di era 80an dengan raihan dua trofi Piala Champions dan satu gelar Scudetto itu kemudian melontarkan kritik pedas pada pilihan strategi dan taktik Southgate di laga tersebut.

Menurutnya, ketimbang menerapkan gaya permainan bertahan, Inggris semestinya tampil lebih terbuka dan menerapkan pressing ketat. Sacchi pun merujuk pada gaya permainan Spanyol dan Austria.

Lewat pendekatan pressing ketat dan permainan terbuka, dua tim tersebut terbukti mampu menyulitkan Italia di babak 16 besar dan babak semifinal. ''Memilih Kieran Trippier daripada Bukayo Saka untuk mengisi posisi bek sayap sudah menjadi pertanda dia (Southgate) sama sekali tidak tahu dengan ide permainan milik Roberto Mancini.”

“Sebenarnya, Italia justru lebih khawatir apabila Inggris menerapkan pressing ketat, seperti yang diterapkan Spanyol dan Austria. Dua tim itu terbukti mampu membuat Italia kesulitan,'' lanjut pelatih yang memang dikenal sebagai pelatih yang gandrung dengan sepak bola menyerang tersebut.

 
Berita Terpopuler