Warga Myanmar Pilih Isoman Daripada Dirawat RS Junta Militer

Warga Myanmar memilih isolasi mandiri ketimbang pergi ke pusat karantina.

EPA-EFE/NYEIN CHAN NAING
Petugas kesehatan yang mengenakan APD (Alat pelindung diri) bersiap untuk melakukan tes swab COVID-19 di jalan tol Yangon-Mandalay di Yangon, Myanmar, 13 Oktober 2020. Otoritas Yangon mengizinkan truk barang untuk menggunakan jalan tol Yangon-Mandalay, jika pengemudi dan asistennya tes COVID-19 negatif. Myanmar memperpanjang periode penguncian virus korona untuk Yangon, yang merupakan pusat wabah di negara itu, untuk mengekang penyebaran infeksi setelah lonjakan kasus virus korona.
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Warga Myanmar memilih isolasi mandiri ketimbang melakukan tes atau pergi ke pusat karantina.

Baca Juga

"Kepercayaan saya pada sistem kesehatan junta ini 0 persen," kata Ma Yati, 30 tahun, kepada Reuters via telepon dari rumahnya, tempat dia memulihkan diri dan berusaha tidak menulari orang lain di Kale, Myanmar.

"Di pusat karantina tak ada yang melayani. Tidak seorang pun yang menolong dalam keadaan darurat," katanya.

Di Kale, kota kelahirannya di bagian barat Myanmar, hampir 30 orang sekarat dalam sehari, dia memutuskan untuk mengisolasi diri di kamar ketimbang melakukan tes atau pergi ke pusat karantina.

 

Meski tak ada angka yang menunjukkan jumlahnya, banyak orang seperti Ma Yati yang menghindari fasilitas kesehatan negara, bahkan ketika jumlah kasus Covid-19 berlipat ganda.

Mereka takut dengan perawatan buruk di rumah sakit yang ditinggalkan petugas kesehatan yang memprotes kudeta militer 1 Februari lalu. Mereka juga khawatir, meminta bantuan junta akan memberi legitimasi pada aksi kudeta.

 

Rumah sakit di negara itu berada di bawah tekanan berat bahkan sebelum lonjakan kasus. Sejumlah RS melaporkan sebagian besar petugasnya bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil yang anti junta.

Selain meningkatkan risiko pada kesehatan mereka sendiri, keengganan orang untuk dites atau masuk karantina bisa memicu lebih banyak kasus COVID-19, kata petugas kesehatan.

Berbeda dengan junta, pemerintah sipil yang dilengserkan tampak lebih berhasil menangani gelombang pertama infeksi, karena masyarakat mau menjalani tes, penelusuran dan isolasi.

Juru bicara otoritas militer mengatakan mereka melakukan semua yang bisa dilakukan dan meminta kerja sama."Banyak kesulitan sekarang," kata Zaw Min Gun kepada pers.

"Kami tahu kelompok amal dan masyarakat juga menghadapi kesulitan dan kami ingin meminta kerja sama mereka."

Zaw dan kementerian kesehatan tidak menanggapi pertanyaan selanjutnya tentang penanganan wabah. Namun, salah satu respons junta terhadap krisis adalah membuka rumah sakit militer bagi masyarakat dan meningkatkan layanan di sana.

 

 

 

 
Berita Terpopuler