Haiti Hadapi Masa Depan tak Pasti Usai Pembunuhan Presiden

Haiti masih bergulat dengan kemiskinan, kekerasan, dan ketidakstabilan politik

EPA-EFE/Jean Marc Herve Abelard
Agen polisi bekerja di dekat rumah presiden Haiti yang terbunuh, Jovenel Moise, di Port-au-Prince, Haiti, 07 Juli 2021. Empat tersangka pembunuh Presiden Haiti Jovenel Moise dibunuh oleh polisi dan dua lainnya ditangkap Rabu ini, kata Direktur Jenderal Polisi, Leon Charles. Presiden Moise ditembak mati pada dini hari selama serangan oleh orang-orang bersenjata di kediamannya, sebuah serangan di mana istrinya, Martine, juga terluka.
Rep: Fergi Nadira Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, PORT AU PRINCE - Presiden Haiti Jovenel Moise terbunuh di kediamannya pada Rabu (7/7) waktu setempat. Kini negara tersebut berada dalam ketidakpastian politik.

Perdana Menteri Haiti Claude Joseph mengambil alih kepemimpinan Haiti dengan bantuan polisi dan militer. Joseph mengatakan dia mendukung penyelidikan internasional atas pembunuhan presiden.

Dia juga meyakini pemilihan yang dijadwalkan akhir tahun ini harus diadakan karena dia berjanji untuk bekerja sama dengan sekutu dan lawan Moise. "Semuanya terkendali," ujarnya.

Penduduk Haiti dan keluarga serta teman-teman yang tinggal di luar negeri bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya pada Haiti. "Ada kekosongan ini sekarang dan mereka takut tentang apa yang akan terjadi pada orang yang mereka cintai," kata Marlene Bastien, Direktur Eksekutif Gerakan Jaringan Aksi Keluarga, sebuah kelompok yang membantu orang-orang di komunitas Little Haiti di Miami.

Menurut Bastien, penting bagi pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk mengambil peran yang jauh lebih aktif dalam mendukung upaya dialog nasional di Haiti dengan tujuan menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas, adil, dan kredibel. Dia juga ingin melihat partisipasi diaspora Haiti yang luas. "Tidak ada lagi plester. Orang-orang Haiti telah menangis dan menderita terlalu lama," kata dia.

Menurut konstitusi Haiti, Moise harus diganti oleh presiden Mahkamah Agung Haiti. Namun ketua Mahkamah Agung meninggal dalam beberapa hari terakhir karena Covid-19. Kondisi ini pun meninggalkan pertanyaan tentang siapa yang berhak menduduki jabatan tersebut.

Joseph seharusnya digantikan oleh Ariel Henry, yang telah ditunjuk sebagai perdana menteri oleh Moise sehari sebelum pembunuhan itu. PM Joseph menetapkan keadaan pengepungan selama dua pekan setelah pembunuhan Moise.

Baca Juga

Pembunuhan seorang presiden ini sangat mengejutkan dunia di sebuah negara yang bergulat dengan kemiskinan, kekerasan, dan ketidakstabilan politik tertinggi di Belahan Barat.

Inflasi dan kekerasan geng meningkat seiring dengan semakin langkanya makanan dan bahan bakar, sementara 60 persen pekerja Haiti berpenghasilan kurang dari dua dolar AS per hari. Situasi yang semakin mengerikan datang ketika Haiti masih berusaha untuk pulih dari gempa bumi 2010 yang sangat menghancurkan dan Badai Matthew pada 2016 menyusul sejarah kediktatoran dan pergolakan politik.

Haiti menjadi semakin tidak stabil di bawah kepimpinan Moise, yang telah memerintah dengan dekret selama lebih dari satu tahun. Moise menghadapi protes keras ketika para kritikus menuduhnya mencoba mengumpulkan lebih banyak kekuasaan, sementara oposisi menuntut dia mundur.

Moise telah menghadapi protes besar dalam beberapa bulan terakhir. Protes berubah menjadi kekerasan ketika para pemimpin oposisi dan pendukung menolak rencana presiden untuk mengadakan referendum konstitusional dengan proposal yang akan memperkuat kepresidenan.

Beberapa jam setelah pembunuhan presiden, transportasi umum dan pedagang kaki lima sepi. Itu adalah pemandangan yang tidak biasa untuk jalan-jalan Port-au-Prince yang biasanya ramai.

Tembakan terdengar sebentar-sebentar di seluruh kota, pengingat suram dari kekuatan geng yang tumbuh yang menggusur lebih dari 14.700 orang bulan lalu saja saat mereka membakar dan menggeledah rumah dalam memperebutkan wilayah. Pasukan keamanan Haiti terlibat baku tembak dengan penyerang yang membunuh Presiden Moise. Polisi membunuh empat tentara bayaran dan menangkap dua pelaku lainnya serta membebaskan tiga petugas yang disandera.

Para pejabat berjanji untuk menangkap semua pihak yang bertanggung jawab atas serangan dini hari yang juga turut melukai ibu negara, Martine Moise. Sang istri mengalami luka parah dan sudah diterbangkan ke Miami untuk perawatan.

"Pengejaran tentara bayaran terus berlanjut," ujar Direktur Kepolisian Nasional Haiti Leon Charles saat mengumumkan penangkapan tersangka, Rabu malam waktu Haiti. "Nasib mereka sudah ditentukan: Mereka akan gugur dalam pertempuran atau akan ditangkap," ujarnya menambahkan.

Para pejabat tidak memberikan perincian apa pun tentang para tersangka termasuk usia, nama, atau kebangsaan mereka. Pihak berwenang juga tidak membahas motif atau apa yang mengarahkan polisi kepada para tersangka.

Mereka hanya mengatakan serangan yang dikutuk oleh partai-partai oposisi utama Haiti dan masyarakat internasional tersebut dilakukan oleh kelompok yang sangat terlatih dan bersenjata lengkap. Para anggotanya berbicara bahasa Spanyol atau Inggris.

Menurut pakar politik Haiti di University of Virginia Robert Fatton, geng adalah kekuatan yang harus dihadapi dan tidak pasti pasukan keamanan Haiti dapat memaksakan keadaan pengepungan. "Ini adalah situasi yang sangat eksplosif," katanya.

Dia menganggap intervensi asing dengan kehadiran militer tipe PBB adalah suatu keniscayaan. "Apakah Claude Joseph berhasil tetap berkuasa adalah pertanyaan besar. Akan sangat sulit untuk melakukannya jika dia tidak menciptakan pemerintahan persatuan nasional," tuturnya.

 
Berita Terpopuler