Serangan Islamofobia di Dunia Maya Lebih Berbahaya

Serangan Islamofobia di dunia maya dinilai lebih berbahaya

Bosh Fawstin
Islamofobia (ilustrasi)
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan Khusus Dewan Eropa untuk Kebencian Antisemit dan Anti-Muslim, Daniel Holtgen menilai laporan asosiasi Muslim di delapan negara Eropa terkait Islamofobia tidaklah komprehensif. Namun, kasus ini bisa menjadi dasar penelitian untuk ditindaklanjuti otoritas di negara masing-masing.

Baca Juga

Menurut Holtgen, para korban serangan Islamofobia lebih banyak terjadi di dunia maya. Situasinya serupa dengan serangan verbal yang terjadi di jalanan. Bahasa yang digunakan semakin kasar dengan lebih banyak mengekspresikan kebencian pada deskripsi fisik.

"Ini jelas kriminal tak ada hubungannya dengan kebebasan berpendapat,"kata dia seperti dilansir dw.com, Kamis (8/7). 

Höltgen paham mengapa korban serangan kebencian tidak pernah melapor. Pilihan mereka terlalu sulit,  karena tidak tahu kemana mereka harus melapor dan tidak ada gunanya untuk melapor.

"Jadi, tidak ada perbedaan,"kata dia.

 

Menurut Holtgen, kebanyakan unggahan di media sosial menggunakan akun anonim. Jadi, mereka dengan leluas mengunggah pesan rasis dan berbahaya. "Halangan untuk mereka rendah dan semakin rendah, tampaknya semakin dapat diterima, dan itu sangat mengkhawatirkan," kata Höltgen.

Perwakilan Khusus Dewan Eropa mengatakan internet terlalu banyak kekosongan hukum dan mendorong pelaku peniru.

Teroris yang menyerang sebuah sinagog di Halle pada tahun 2019 meniru apa yang terjadi di Masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru. Karenanya, kata Holtgen, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah Undang-Undang (UU) media sosial.

"Sekarang, kita harus memastikan platform ini benar-benar mematuhi hukum,"katanya.

 
Berita Terpopuler