Area Es Terakhir di Kutub Utara Rawan dari Perubahan Iklim

Zona beku yang terletak di utara Greenland mengalami penyusutan es secara musiman.

Reuters
Kutub Utara
Rep: Puti Almas Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa Last Ice Area, area es terakhir di wilayah Arktik atau Kutub Utara mungkin lebih rentan terhadap perubahan iklim dibandingkan yang diduga sebelumnya. Zona beku yang terletak di utara Greenland mengalami penyusutan es secara musiman.

Baca Juga

Padahal, sebagian besar es di laut area itu dianggap cukup tebal untuk bertahan dari suhu hangat selama musim panas.

Namun, selama musim panas tahun lalu, Laut Wandel di wilayah timur Arktik, yang menjadi area es terakhir itu kehilangan 50 persen es di atasnya. Ini membawa cakupan ke titik terendah sejak penelitian dilakukan. 

Dalam studi baru, para peneliti menemukan bahwa kondisi cuaca mendorong penurunan tersebut. Namun, perubahan iklim memungkinkan hal itu dengan secara bertahap membuat es yang telah lama ada di daerah itu dari tahun ke tahun menjadi tipis. 

Hal itu mengisyaratkan bahwa pemanasan global dapat mengancam Arktik lebih dari yang diperkirakan. Saat perubahan iklim mencairkan wilayah lain di Kutub Utara, hal itu dapat menimbulkan masalah bagi hewan yang bergantung pada es laut untuk berkembang biak, berburu, dan mencari makan. 

Last Ice Area telah dianggap sebagai tempat perlindungan bagi spesies yang bergantung pada es di masa depan. Peneliti di Polar Science Center di Fakultas Ilmu Perairan dan Perikanan Universitas Washington (UW), Kristin Laidre mengatakan bahwa Arktik di musim panas kini dikenal ‘bebas’ dari es. 

“Jika seperti yang ditunjukkan oleh studi, maka area itu akan berubah lebih cepat dari yang diperkirakan dan tidak dapat menjadi tempat perlindungan yang selama ini diandalkan,” ujar Laidre, dilansir Live Science, Senin (5/7). 

Last Ice Area membentang lebih dari 1.200 mil (2.000 kilometer), menjangkau dari pantai utara Greenland ke bagian barat Kepulauan Arktik Kanada. Di sana, es laut biasanya berusia setidaknya 5 tahun, dengan ketebalan sekitar 4 meter.

Dalam beberapa dekade terakhir, arus laut telah memperkuat lapisan es di Last Ice Area dengan bongkahan es laut yang mengambang. Tetapi para peneliti menemukan bahwa pada 2020, angin utara membawa es menjauh dari Greenland dan menciptakan bentangan perairan terbuka yang dihangatkan oleh matahari. 

“Air hangat itu kemudian beredar di bawah es laut untuk mendorong lebih banyak lagi pencairan,”  jelas penulis utama studi Axel Schweiger, ketua Pusat Sains Kutub UW.

Ada yang tak beres sejak 2018

Ilmuwan kutub pertama kali menduga ada sesuatu yang salah di Last Ice Area pada 2018, ketika hamparan perairan terbuka yang dikelilingi es, yang dikenal sebagai polynya, muncul pada Februari.

Kemudian pada 2020, Schweiger dan rekan-rekannya melihat anomali es laut lainnya di Laut Wandel saat mengumpulkan data untuk ekspedisi penelitian Arktik yang disebut Observatorium Drifting Multidisiplin untuk Studi Iklim Arktik (MOSAiC), yang berlangsung dari September 2019 hingga Oktober 2020.

Ketika para ilmuwan sedang mengembangkan perkiraan di mana kapal penelitian mungkin ditempatkan, mereka memperhatikan bahwa kapal itu mengambil rute yang tampak aneh, melalui daerah-daerah yang biasanya tertutup es tebal. Dari sana, Schweiger dan rekan-rekannya mulai bertanya apa yang terjadi dan apakah itu berpotensi terkait dengan dugaan para ilmuwan pada 2018. 

 

 

Pengamatan satelit dan model iklim mengungkapkan bahwa pada 2020, angin yang bergerak ke utara yang tidak biasa memecah es laut dan mendorongnya menjauh dari Laut Wandel. Faktanya, lapisan es laut terendah pada tahun lalu akan lebih rendah lagi jika bukan karena es tebal yang melayang ke daerah itu selama bulan-bulan musim dingin tahun itu.

Kerugian ini tidak akan mungkin terjadi jika perubahan iklim belum terjadi di Last Ice Area. Sekitar 20 persen dari hilangnya es tahun 2020 dapat secara langsung dikaitkan dengan perubahan iklim. 

Sementara 80 persen terkait dengan anomali angin dan arus laut. Luasan terendah dari lapisan es Kutub Utara semuanya telah terjadi dalam 15 tahun terakhir dan proyeksi iklim menunjukkan bahwa es laut musim panas di Kutub Utara, kecuali area es terakhir bisa lenyap sepenuhnya segera setelah 2040. 

Tahun lalu, Salju dan Es Nasional Data Center (NSIDC) menemukan bahwa es laut Arktik minimum mencapai titik terendah kedua sepanjang masa, setelah 2012. Meskipun studi baru hanya menyelidiki Laut Wandel, data mengisyaratkan bahwa musim panas es laut di seluruh Last Ice Area mungkin juga berisiko.

“Hilangnya es sudah mempengaruhi hewan Arktik yang mengandalkannya untuk bertahan hidup, seperti beruang kutub, anjing laut bercincin dan anjing laut berjanggut, dan terkadang paus narwhals,” jelas Laidre.

Sementara studi baru tidak mengatakan apakah atau kapan Last Ice Area bisa mencair sepenuhnya, tren pencairan yang dipercepat diperkirakan akan terus berlanjut.

Pemuan dalam studi ini dipublikasikan pada 1 Juli di jurnal Communications Earth and Environment.

 

"Mengingat hasil studi ini, kami berharap untuk melihat petak besar perairan terbuka di daerah ini lebih sering," kata Laidre mengenai bagaimana hal itu dapat mempengaruhi satwa liar laut.

 
Berita Terpopuler