WHO Rekomendasikan Acterma dan Kevzara untuk Pasien Covid-19

Acterma dan Kevzara merupakan obat radang sendi yang harganya sangat mahal.

AP/Jorge Saenz
Perawat menyiapkan obat untuk pasien Covid19 di ICU Rumah Sakit Nasional di Itagua, Paraguay, Senin, 7 September 2020. WHO merekomendasikan obat baru untuk perawatan pasien Covid-19.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan penggunaan Actemra (tocilizumab) produksi Roche dan Kevzara (sarilumab) dari Sanofi untuk pasien infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dengan gejala parah. Obat radang sendi tersebut diberikan berbarengan dengan kortikosteroid.

WHO melalui siaran pers menyebutkan bahwa langkah tersebut berdasarkan pada temuan dari meta-analisis prospektif dan jaringan hidup yang dipelopori oleh Organisasi Kesehatan Dunia itu, analisis obat-obatan terbesar hingga saat ini. Obat anti Interleukin-6 adalah obat pertama yang ditemukan ampuh melawan Covid-19 sejak kortikosteroid direkomendasikan oleh WHO pada September 2020.

"Pasien Covid-19 parah atau kritis kerap mengalami reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh, dapat sangat membahayakan kesehatan pasien. Obat anti Interleukin-6 - tocilizumab dan sarilumab - bertindak untuk menekan reaksi berlebihan ini," dikutip dari siaran pers WHO.

Keputusan datang setelah data dari sekitar 11 ribu pasien Covid-19 yang menggunakan salah satu dari obat arthritis itu bersama dengan kortikosteroid memperlihatkan risiko kematian yang lebih rendah. Tim dari WHO telah mengevaluasi terapi dengan obat interleukin-6 ini dan hasilnya menunjukkan bahwa Acterma dan Kavzara dapat menghalangi peradangan dan mengurangi kebutuhan penggunaan alat ventilator.

WHO pun mendesak produsen agar bergabung dalam upaya mempercepat akses ke obat tersebut. Guna meningkatkan akses dan jangkauan produk-produk penyelamat nyawa ini, WHO meminta produsen untuk menurunkan harga dan menyediakan pasokan ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, terlebih yang mengalami lonjakan Covid-19.

Baca Juga

Menurut analisis WHO, risiko kematian dalam 28 hari untuk pasien yang mendapatkan salah satu dari obat radang sendi tersebut bersamaan dengan penggunaan kortikosteroid, seperti deksametason, adalah 21 persen dibandingkan dengan yang diasumsikan di antara mereka yang mendapat perawatan standar (25 persen).

Selain itu, risiko berkembang menjadi kematian adalah 26 persen bagi mereka yang mendapatkan Acterma atau Kavzara dengan kortikosteroid. Sementara mereka yang mendapatkan perawatan standar risikonya 33 persen.

WHO mengatakan bahwa untuk setiap 100 pasien seperti itu, tujuh lagi akan bertahan hidup tanpa alat ventilasi mekanis.

“Kami telah memperbarui panduan perawatan perawatan klinis yang merefleksikan perkembangan terbaru ini," kata pejabat Darurat Kesehatan WHO Janet Diaz.

Analisis tersebut mencakup 10.930 pasien, di antaranya 6.449 mendapat salah satu obat dan 4.481 mendapat perawatan standar atau plasebo. Tim dari King's College London, University of Bristol, University College London, dan Guy's and St Thomas' NHS Foundation Trust menjadi kelompok penelitinya.

Mereka menerbitkan hasil studi ini pada Selasa (6/7) di Journal of American Medical Association. Badan Pengawas Makanan dan Obat Amerika (FDA) pada pekan lalu telah mengeluarkan persetujuan penggunaan darurat terhadap Actemra untuk Covid-19.

Menurut Medecins Sans Frontieres/Doctors Without Borders (MSF), tocilizumab termasuk ke dalam kelas obat yang disebut antibodi monoklonal (mAbs). Obat ini digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit, seperti kanker.

Harga obat tersebut sangat mahal dan karenanya hampir tidak mungkin diakses oleh negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Obat antibodi monoklonal lainnya yang direkomendasikan oleh WHO saat ini, sarilumab, berada di bawah perlindungan paten yang luas secara global, sehingga menimbulkan tantangan untuk memastikan bahwa produksi dan pasokan tidak terganggu, menurut MSF.

 
Berita Terpopuler