Kepadatan di Pos Penyekatan Lampiri Arah Jakarta Berkurang

Pada Senin, kemacetan terjadi di pos penyekatan di Lampiri.

Prayogi/Republika.
Sejumlah kendaraan roda dua nekat melawan arah untuk menuju Jakarta usai diputarbalikan oleh petugas di pos penyekatan pembatasan mobilitas masyarakat pada PPKM Darurat di Lampiri, Kalimalang, Jakarta, Ahad (4/7). Kondisi lalu lintas di pos penyekatan Lampiri sudah tidak macet pada Selasa (6/7).
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepadatan arus lalu lintas di pos penyekatan Lampiri, Duren Sawit, Jakarta Timur, hingga hari kerja kedua saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat telah jauh berkurang dibandingkan Senin (5/7). Pada hari pertama PPKM, kemacetan mengular sampai 1,5 km.

"Alhamdulillah di titik perbatasan Lampiri ini kira-kira sudah turun 85 persen, sudah tidak terjadi kemacetan. Ini sudah cukup lancar," kata Inspektur Pengawas Daerah (Irwasda) Polda Metro Jaya Kombes Pol Herukoco, saat meninjau (PPKM) Darurat di pos itu, Selasa.

Bahkan, menurut Herukoco, sudah tidak ada lagi kemacetan pada jam sibuk saat pagi hari. Ia mengatakan, berkurangnya kepadatan arus lalu lintas tersebut dikarenakan masyarakat sudah mulai mengerti untuk mengurangi mobilitas saat PPKM Darurat.

Sementara terkait kepadatan arus lalu lintas yang terjadi pada Senin (5/7), Herukoco menilai hal itu terjadi karena kemungkinan masih ada perusahaan di luar sektor esensial dan kritikal yang masih beroperasi. Padahal, pemerintah sudah mengeluarkan aturan kerja dari rumah (work from home).

Baca Juga

"Kami mengevaluasi kemarin, memang terjadi kemacetan cukup panjang karena sebagian masyarakat belum tahu tentang PPKM Darurat. Jadi, mungkin masih banyak pekerja di sektor non esensial dan tidak kritikal masih melakukan kegiatan," ujarnya.

Herukoco menyebut bahwa pihaknya juga telah melakukan upaya sosialisasi secara masif untuk mengajak masyarakat mendukung program PPKM Darurat agar memutus penyebaran Covid-19.

"Tentu sosialisasi sudah masif mulai dari di media sosial dan media massa sampai tingkat RT, RW. Kami tidak tahu alasan mereka, mungkin mereka masih ingin berkegiatan padahal, tidak esensial dan kritikal," tutur Herukoco.

 
Berita Terpopuler