Laporan AS: Malaysia Paling Dominan Melakukan Kerja Paksa

AS menurunkan peringkat Malaysia ke tingkat terburuk dalam perdagangan manusia

Reuters
Bendera Malaysia (ilustrasi)
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan, tindak perdagangan manusia yang paling mendominasi di Malaysia adalah kerja paksa. Pada Jumat (2/7) Departemen Luar Negeri AS menurunkan peringkat Malaysia ke tingkat terburuk dalam laporan tahunan tentang perdagangan manusia.

Baca Juga

Malaysia turun ke 'Tingkat 3' dalam laporan Trafficking in Persons (TIP) yang diawasi ketat tahun ini. Laporan tersebut mengatakan, Malaysia melakukan kejahatan perdagangan manusia dan penyelundupan migran. Malaysia tidak menangani persoalan tersebut secara memadai.

Dalam telekonferensi dengan wartawan, Penjabat Direktur kantor perdagangan Departemen Luar Negeri Kari Johnstone mengatakan, sebagian besar korban perdagangan di Malaysia adalah pekerja migran. Diperkirakan ada 2 juta pekerja migran yang memiliki dokumen legal, sementara lebih banyak lagi yang tidak berdokumen.

“Sektor-sektor yang paling sering kita lihat adalah kerja paksa, yang merupakan bentuk utama kejahatan di Malaysia, termasuk di perkebunan kelapa sawit dan pertanian, di lokasi konstruksi, di industri elektronik, garmen dan produk karet,” kata Johnstone.

Penurunan peringkat terjadi setelah ada laporan oleh kelompok hak asasi dan otoritas AS, atas dugaan eksploitasi pekerja migran di perkebunan dan pabrik. Hingga berita ini diturunkan, Kementerian Luar Negeri Malaysia belum memberikan komentar.

Di sisi lain, peringkat Thailand diturunkan menjadi 'Daftar Pantau Tingkat 2' karena tingginya jumlah korban perdagangan manusia yang menjadi sasaran kerja paksa di industri perikanan dan pertanian. "Korban perdagangan orang juga menjadi sasaran perdagangan seks di rumah bordil, panti pijat, bar, ruang karaoke, hotel dan tempat tinggal pribadi," kata Johnstone.

 

Kementerian Luar Negeri Thailand menyebut penurunan peringkat itu mengecewakan. Kementerian mengatakan, penurunan peringkat itu tidak cukup mencerminkan upaya dan kemajuan signifikan yang telah dibuat untuk memerangi perdagangan manusia.

Thailand telah mengambil beberapa langkah, termasuk memberi pekerja dari Kamboja, Laos, dan Myanmar perpanjangan waktu tinggal selama krisis virus corona.

"Laporan TIP, secara sepihak membuat evaluasi dari pandangan AS sendiri dan sama sekali tidak mewakili standar internasional apa pun," kata Kementerian Luar Negeri Thailand.

Thailand telah menghadapi kritik dari kelompok hak asasi dalam beberapa bulan terakhir atas kebijakan penahanan Covid-19. Thailand melarang pekerja migran di pabrik dan lokasi konstruksi meninggalkan tempat kerja mereka selama pandemi Covid-19. 

 
Berita Terpopuler