Prediksi 100 Ribu Kasus Aktif dan Empat Permintaan Anies

Anies mengajukan empat permintaan dukungan ke pusat jika PPKM darurat diterapkan.

ANTARA/Wahyu Putro A
Warga mengisi data diri saat mengikuti program vaksinasi COVID-19 keliling yang diadakan oleh Polda Metro Jaya di kawasan Kemang, Jakarta, Selasa (29/6/2021). Kegiatan vaksinasi keliling tersebut dalam rangka mendukung pemerintah dalam mempercepat pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Flori Sidebang, Febryan A

DKI Jakarta diprediksi akan memiliki kasus aktif (orang positif Covid-19 yang dirawat atau isolasi) hingga 100 ribu kasus pada periode 8 sampai 13 Juli 2021 apabila tindakan pengetatan tidak segera dilaksanakan. Hal tersebut dituangkan dalam laporan perkembangan Covid-19 yang disampaikan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan dalam paparannya saat rapat bersama pemerintah pusat pada Selasa (29/6).

Baca Juga

"Bila tidak segera dilakukan pengetatan maka 100 ribu kasus aktif di Jakarta akan tercapai antara tanggal 8-13 Juli 2021," demikian bunyi laporan yang diterima, Rabu (30/6).

Namun demikian dalam dokumen itu DKI juga mengusulkan untuk mempersiapkan skenario antisipatif jika akhirnya prediksi itu benar terjadi. Yakni rumah sakit Kelas A akan dikhususkan sepenuhnya untuk ICU Covid-19.

Kemudian, RSDC Wisma Atlet dikhususkan untuk penanganan pasien dengan gejala sedang-berat. Lalu, rumah susun diubah menjadi fasilitas isolasi terkendali untuk pasien dengan gejala ringan.

Lebih lanjut, mengubah stadion indoor dan gedung-gedung konvensi besar menjadi rumah sakit darurat penanganan kasus darurat kritis yang diusulkan untuk dalam satu manajemen di bawah RSDC Wisma Atlet. Selanjutnya, memastikan kebutuhan tenaga kesehatan terpenuhi termasuk penambahan tenaga kesehatan dari luar DKI Jakarta.Terakhir, ketersediaan oksigen, APD, alat kesehatan dan obat-obatan tetap terpenuhi.

Dalam dokumen itu juga terungkap empat poin permintaan dukungan Anies kepada pemerintah pusat apabila PPKM darurat jadi diterapkan. Poin pertama, Anies meminta PPKM Darurat diiringi pengetatan mobilitas penduduk, baik intra maupun antarwilayah, namun, dia tak menjelaskannya lebih lanjut dalam dokumen tersebut apakah pengetatan mobilitas yang dimaksud dalam bentuk lockdown atau penyekatan.

 

 

 

Anies hanya menyebut pengetatan mobilitas dapat diberlakukan selama dua pekan sesuai anjuran ahli epidemiologi dan lainnya. "Pengetatan mobilitas penduduk intra dan antarwilayah yang secara substansial dan signifikan dapat menghentikan lonjakan kasus baru dan menurunkan kasus aktif, dengan siklus dua mingguan seperti anjuran para ahli epidemiologi," kata Anies.

Kedua, Anies juga meminta tambahan tenaga kesehatan berikut pendukungnya. Mereka meliputi tenaga kesehatan di rumah sakit khusus bagi dosen dan mahasiswa. Lalu, tenaga tracer (pelacak kasus) lapangan sebanyak 2.156, dan tenaga vaksinator sebanyak 5.139 orang.

Ketiga, Anies meminta dukungan terkait regulasi agar rapid antigen positif bergejala sedang dan kritis dapat ditangani di rumah sakit dan pembiayaannya juga dapat diklaim. Keempat, Anies juga meminta dukungan agar komunikasi publik bisa lebih intensif, terutama terkait keamanan, efektivitas dan kehalalan vaksin.

Pada Rabu (30/6), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemerintah sedang memfinalkan rencana kebijakan PPKM Mikro Darurat di Pulau Jawa dan Bali guna menanggulangi lonjakan kasus virus corona. Dia menuturkan aturan itu bakal diterapkan di 44 kabupaten/kota di enam provinsi.

"Khusus hanya di pulau Jawa dan pulau Bali karena ada 44 kabupaten serta kota dan enam provinsi yang nilai asesmennya 4," tutur Jokowi saat berpidato di Munas Kadin di Kendari, disiarkan langsung kanal Youtube Kadin Indonesia, Rabu (30/6).

 

Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Mujiono menilai, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat akan sulit diterapkan saat ini. Pasalnya, kata politisi Demokrat ini, keuangan DKI saat ini tidak memadai untuk melaksanakan PPKM Mikro di Jakarta.

"Kalau pemerintah pusat tidak membantu, ya ekonomi DKI akan berantakan, PAD (Pendapatan Asli Daerah) kita jeblok," kata Mujiyono melalui sambungan telepon, Rabu (30/6).

Realisasi PAD DKI, kata Mujiyono, saat ini masih rendah. Per bulan Mei lalu ia menyebutkan realisasi PAD tersebut kurang lebih 18 persen.

"Sekarang berbeda dengan dulu ketika Maret 2020 (awal pandemi), DKI uangnya ada, belum lagi ada dana cadangan daerah Rp 1,4 triliun, itu saya bilang cukup dan bisa dilakukan PPKM ekstra ketat atau lockdown atau apa pun namanya," ucap Mujiyono.

Karenanya, Mujiyono meminta sebelum menerapkan PPKM Darurat pemerintah provinsi perlu mempertimbangkan neraca keuangan daerah. Terlebih, kata dia, sulit melakukan refocusing Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mengalokasikan dana yang dibutuhkan selama PPKM Darurat berlangsung.

"Artinya, kalau angka-angkanya digeser, bagaimana dengan cash flow DKI? Tetap yang jadi pertimbangan adalah realisasi PAD," tutur dia.

Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Pilar Hendrani pekan lalu mengakui, saat ini kondisi keuangan Pemprov DKI pun sedang tidak baik.

"Kalau (anggaran) dibilang ada, ya ada. Tetapi tidak bisa bohong juga kalau faktanya sekarang kondisi keuangan DKI dalam kondisi yang tidak baik," kata Pilar saat dikonfirmasi, Senin (21/6).

Pilar menjelaskan, kondisi tersebut disebabkan sektor-sektor usaha yang menjadi objek pajak daerah tidak dimungkinkan untuk ditarik secara maksimal. Penyebabnya, para objek pajak itu terdampak pandemi Covid-19.

"Uang ada, ya ada. Tetapi cukup atau tidak cukupnya saya tidak bisa komentar karena besaran kebutuhanya saya tidak tahu," ujarnya.

Meski demikian, Pilar menuturkan, tren penerimaan pajak tahun ini cenderung lebih baik bila dibandingkan dengan tahun lalu. Salah satunya adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

"BPHTB kontribusinya positif, walaupun enggak baik-baik amat. Kalau dibanding tahun lalu, kita sekarang lebih baik," ungkap dia.

Berdasarkan data Bapenda DKI per Senin (21/6), realisasi penerimaan BPHTB mencapai Rp 1,77 Triliun atau 26,97 persen dari target sebesar Rp 6,6 Triliun. Kemudian, terdapat dua jenis pajak dengan realisasi penerimaan bergerak positif, yakni Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) senilai Rp 3,94 Triliun dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar Rp 2,09 Trilun.

Adapun total realisasi penerimaan pajak DKI Jakarta baru mencapai Rp 11,08 triliun atau 25,28 persen dari target perolehan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021, yakni sebesar Rp 43,84 triliun.

Namun, Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, menyatakan anggaran DKI Jakarta siap menghadapi kebijakan pengetatan pembatasan sosial. DKI Jakarta, kata Riza, siap menghadapi skenario terburuk pandemi.

"Insya Allah, kita dengan segala keterbatasan, kita akan memberikan pelayanan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat Jakarta," kata Riza, di Balai Kota, Selasa (29/6).

Ketika ditanya lagi apakah dananya tersedia, Riza kembali menyebut "Insya Allah". Hingga saat ini, kata dia, Pemprov DKI masih bisa membiayai semua kebutuhan untuk menangani wabah Covid-19. Ketersediaan dana selama ini turut didukung Pemerintah Pusat dan dukungan masyarakat.

Sebaran Varian Baru Corona di DKI Jakarta - (Infografis Republika.co.id)

 

 
Berita Terpopuler