Mau Jokowi PPKM Darurat Kurangi Covid, Ekonomi Ikut Pulih

PPKM darurat akan diterapkan di Jawa dan Bali selama dua pekan.

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Warga menyeberang jalan saat jam pulang kerja di kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (24/6/2021). Presiden Joko Widodo memutuskan menerapkan PPKM darurat untuk Pulau Jawa dan Bali demi menekan kasus Covid-19 dari memulihkan ekonomi. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Retno Wulandari, Novita Intan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan, PPKM darurat segera diterapkan di Jawa dan Bali. Selain tentunya demi menekan angka penularan Covid-19 dan mengurangi angka kematian, ada alasan ekonomi di balik penerapan PPKM darurat ini.

Jokowi menjabarkan, kenaikan angka kasus Covid-19 selalu berpengaruh terhadap indeks kepercayaan konsumen. Kenaikan kasus ini juga disebut berdampak pada indeks penjualan ritel. Tak hanya di Indonesia, Jokowi menyebut fenomena ini juga terjadi di negara lain yang mengalami lonjakan kasus Covid-19.

Baca Juga

"Tapi begitu pembatasan ketat dilakukan kemudian mobilitas turun, kasusnya ikut turun misalnya itu indeks kepercayaan konsumen masih naik. Tetapi begitu kasusnya naik indeks kepercayaan konsumen pasti selalu turun. Ada penambahan kasus harian naik indeks penjualannya pasti turun," ujar Presiden Jokowi dalam sambutannya di Munas VIII Kadin di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (30/6).

Dengan realitas yang ada, Jokowi menyimpulkan bahwa kunci pemulihan ekonomi adalah pengendalian Covid-19 yang optimal. Ekonomi, ujarnya, baru bisa benar-benar pulih apabila kasus Covid-19 bisa ditekan bahkan sampai hilang sepenuhnya dari Indonesia.

"Kunci dari urusan ekonomi yang kita hadapi ini adalah bagaimana Covid ini di kurangi ditekan agar hilang dari bumi pertiwi ini. Oleh sebab itu kebijakan PPKM darurat ini mau tidak mau harus dilakukan karena kondisi kondisi yang tadi saya sampaikan," kata Jokowi.

Jokowi lantas menjelaskan bahwa sebenarnya industri manufaktur Tanah Air sudah mulai bangkit. Angka purchasing managers index (PMI) misalnya, sudah menyentuh skor 55. Angka ini bahkan lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi melanda Indonesia.

"Tinggi sekali artinya ada optimisme di situ, sisi suplai juga sama  produksi mulai menggeliat. ekspor tumbuh 58 persen, impor bahan baku tumbuh 79 persen, tinggi sekali, impor barang modal tumbuh 35 persen," kata Jokowi.

Tak hanya itu, indeks penjualan ritel nasional juga tumbuh 12,9 persen. Perbaikan juga terlihat dari konsumsi semen yang naik 19,2 persen. Penjualan kendaraan niaga pun tercatat tumbuh sampai 783 persen.

"Ini angka-angka yang menurut saya sangat fantastis kenaikannya," kata presiden.

Seluruh perbaikan yang terlihat ini, menurut presiden, harus tetap dijaga dengan cara menuntaskan pengendalian Covid-19 secara optimal. PPKM darurat, menurutnya, diyakini mampu menekan angka kenaikan kasus Covid-19 yang sangat singnifikan akhir-akhir ini. Jika penularan terkendali, maka ekonomi pun dipastikan bisa terus tumbuh.

"Kita semua masih optimis bahwa di kuartal kedua dari yang sebelumnya kuartal pertama minus 0,74 (persen), di kuartal kedua kita masih optimis akan tumbuh insya Allah kurang lebih 7 (persen)," kata Jokowi.

Sementara itu, Mandiri Sekuritas memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 4,1-4,4 persen pada 2021. Hal tersebut seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut sejak awal tahun hingga memasuki kuartal II tahun ini.

Beberapa indikator yang mendukung pemulihan tersebut tercermin dari sisi fiskal. Pemerintah saat ini terus melakukan front loading strategy dalam hal pengeluaran, tidak hanya untuk belanja sosial tetapi juga untuk belanja modal.

Menurut catatan Mandiri Sekuritas, belanja modal pemerintah tumbuh 121 persen YoY selama lima bulan pertama 2021. Pada periode yang sama tahun lalu, belanja modal pemerintah hanya tumbuh 7,5 persen YoY.

"Front-load belanja modal ini menjadi salah satu alasan perbaikan signifikan investasi riil Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal I 2021," kata Chief Economist Mandiri Sekuritas, Leo Putera Rinaldy, Selasa (29/6).

Selain itu, Leo menjelaskan, pendapatan pemerintah juga mengalami perbaikan ditopang oleh tarif perdagangan internasional, penerimaan negara bukan pajak, maupun pajak penghasilan. Perbaikan pendapatan pemerintah ini juga mencerminkan berlanjutnya pemulihan ekonomi di level domestik dan global.   

 

Dari sisi konsumsi, indikator seperti indeks keyakinan konsumen sudah berada pada level di atas 100 pada April dan Mei 2021. Perbaikan tren juga terlihat pada kinerja penjualan ritel, impor barang konsumsi, penjualan mobil dan perputaran uang. Dari sisi investasi, indikator seperti PMI, penjualan semen, dan capital goods import juga mengalami peningkatan.   

 

Sementara itu, komposisi Foreign Direct Investment (FDI) dan ekspor Indonesia lebih bervariasi memasuki 2021. Menurut Leo, ini diakibatkan juga oleh pemulihan ekonomi global yang didorong negara-negara maju seperti AS dan negara-negara EU.

"Apabila Indonesia bisa mempertahankan stuktur FDI dan ekspor yang lebih beragam ke depannya, kondisi ini positif bagi exchange rate resiliency di jangka menengah dan panjang," kata Leo.

Meski demikian, Leo melihat, deviasi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cenderung ke bawah karena adanya risiko gelombamg kedua Covid-19. Karena itu, kecepatan menekan laju kenaikan kasus Covid-19 dan proses vaksinasi secara nasional, menjadi kunci pemulihan ekonomi dalam jangka pendek.

Pada pertengahan Juni, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kemungkinan terjadi koreksi  pada ekonomi Indonesia apabila lonjakan kasus Covid-19 tidak terkendali dan pemerintah kembali melakukan penguncian wilayah atau lockdown. Pemerintah pun mengaku pesimistis pertumbuhan ekonomi kuartal dua 2021 sebesar 7,1 persen sampai 8,3 persen.

“Kuartal II kita berharap terjadi pemulihan kuat namun Covid-19 pada minggu kedua Juni akan mempengaruhi koreksi ini. Kalau Covid-19 bisa menurun, masih bisa berharap,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI di Gedung DPR secara virtual, Senin (14/6).

Sri Mulyani menyebut pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh tinggi alamiah karena basis rendah pada tahun lalu terkontraksi 5,3 persen. Adapun kondisi ini lebih baik seiring peningkatan mobilitas masyarakat.

“Kompenen pada April-Mei sangat kuat karena koreksi tahun lalu base rendah dan ada lebaran,” ucapnya.

Menurutnya jika menurunkan kasus Covid-19 maka harus dilakukan pembatasan. Hal ini merupakan trade off yang akan dihadapi pada bulan ini.

“Pertumbuhan ekonomi kuartal II antara 7,1 persen sampai 8,3 persen. Ini seiring kenaikan Covid-19 harus hati-hati terutama proyeksi upper bound 8,3 persen,” ucapnya.

Sri Mulyani juga mengingatkan ekspektasi pemulihan ekonomi yang cepat dan nyata memberikan dampak inflasi yang meningkat seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Kondisi itu berpotensi membuat response policy, sehingga memicu aliran modal asing keluar (capital outflow) dari semua emerging market termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, kata Sri Mulyani, pemerintah sedang membaca perbaikan ekonomi global yang bisa memicu taper tantrum seperti pada 2013 lalu. Tapering yang dilakukan beberapa bank sentral negara maju memiliki potensi rambatan terhadap perekonomian khususnya sistem keuangan.

“Ini memicu capital outflow dari semua emerging market termasuk Indonesia, sehingga saat terjadi spekulasi atau kekhawatiran itu, capital outflow terjadi dan menekan nilai tukar termasuk surat berharga negara (SBN),” ujarnya.

Pemerintah juga mewaspadai potensi penurunan daya dukung investor global terhadap pembiayaan defisit fiskal dari sisi pasar SBN. Sehingga, pemerintah juga akan melakukan penguatan dari sektor fiskal dan potensi pembiayaan.

“Kemenkeu memiliki surat keputusan bersama dengan Bank Indonesia yaitu burden sharing atau berbagi beban. Bank Sentral menjadi pembeli siaga (stand by buyer) dalam hal SBN,” ucapnya.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga mewaspadai dampak dan kecepatan pemulihan sektor korporasi yang berbeda-beda akibat Covid-19. Menurut Sri Mulyani, ada korporasi yang kontribusi pertumbuhannya tinggi dan ada yang masih rendah, sehingga KSSK melakukan analisis sektor rill untuk memetakan dampak yang ditimbulkan sektor riil dan korporasi.

“Hingga Mei, sektor korporasi belum mengalami pemulihan secepat yang diharapkan. Beberapa korporasi dengan pemulihan yang lambat berpotensi memberikan spillover ke sektor keuangan, seperti tourism,” ucapnya.

Oleh karena itu, pemerintah berupaya melakukan pendalaman pasar keuangan untuk meminimalisir dari aliran modal keluar asing. Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang tergabung KSSK melakukan pendalaman pasar keuangan. Nantinya dampak tidak langsung atas naiknya inflasi di Amerika Serikat bisa diminimalkan dan dikendalikan.

“Yang perlu kita cermati dari rambatan tersebut adalah potensi penurunan daya dukung investor global untuk pembiayaan defisit fiskal kita dari sisi pasar SBN,” ucapnya.

4 Cara Bawa Produk Halal Indonesia ke Pasar Global - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler