Save The Children: Anak Palestina Merasa Ditinggalkan Dunia

Anak-anak dan keluarga mereka merasa terpukul dan tidak berdaya.

Al Jazeera
Save The Children: Anak Palestina Merasa Ditinggalkan Dunia. Anak-anak Palestina kala ditangkap dan ditahan pasukan Israel.
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Empat dari lima anak Palestina yang rumahnya dihancurkan Israel merasa ditinggalkan oleh dunia. Hal ini disampaikan Save The Children dalam laporan penelitian terbarunya terhadap keluarga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Baca Juga

Badan amal yang berbasis di Inggris itu melakukan wawancara terhadap 217 keluarga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, termasuk 67 anak-anak berusia antara 10 dan 17 tahun yang kehilangan rumah mereka karena penghancuran yang dilakukan Israel.

Dari anak-anak yang diwawancarai, 80 persen mengatakan mereka kehilangan kepercayaan pada komunitas internasional, otoritas berwenang, dan bahkan orang tua untuk membantu dan melindungi mereka. Mayoritas anak-anak menunjukkan tanda-tanda kesulitan dan banyak yang mengatakan sering mengalami mimpi buruk.

"Yang saya miliki hanyalah kenangan sedih. Saya mendapat mimpi buruk tentang buldoser yang merobek setiap batu di rumah kami, dan suara ledakan masih menghantui saya," kata seorang bocah Palestina berusia 15 tahun kepada para peneliti, dilansir dari Al-Monitor, Selasa (29/6).

Sementara, tiga dari empat orang tua yang kehilangan rumah merasa tidak berdaya melindungi anak-anak mereka. Mayoritas juga mengatakan mereka merasa malu, jengkel, dan marah, serta 35 persen mengatakan mereka menjadi jauh secara emosional dari anak-anak mereka.

"Temuan mengejutkan ini harus menjadi seruan peringatan bagi komunitas internasional. Anak-anak dan keluarga mereka merasa terpukul dan tidak berdaya," kata Direktur Negara Save the Children di wilayah Palestina Jason Lee.

 

 

"Setiap pembongkaran telah mencabut seluruh rumah tangga, menghancurkan impian dan harapan 6.000 anak dan keluarga mereka dalam 12 tahun terakhir," kata Lee.

Laporan itu muncul ketika penduduk di lingkungan yang didominasi warga Palestina di Sheikh Jarrah dan Silwan di Yerusalem Timur menghadapi penggusuran oleh Mahkamah Agung Israel. Kemungkinan penggusuran menjadi salah satu pemicu eskalasi militer bulan lalu antara Israel dan kelompok militan Hamas.

Sejak merebut Tepi Barat dan Yerusalem Timur pada 1967, Israel telah menghancurkan sekitar 28 ribu rumah warga Palestina. Save The Children meminta pemerintah Israel yang baru dibentuk yang dipimpin Perdana Menteri Naftali Bennett menghentikan praktik tersebut dan menegakkan hak-hak anak-anak Palestina.

Lee menyampaikan, penghancuran itu tidak hanya ilegal menurut hukum internasional, tetapi juga merupakan hambatan bagi anak-anak untuk memenuhi hak mereka atas rumah yang aman, termasuk untuk pergi ke sekolah dengan aman.

"Sebagai kekuatan pendudukan, Israel harus melindungi hak-hak mereka yang hidup di bawah pendudukan, terutama anak-anak," ujar Lee.

 
Berita Terpopuler