Guru Gaptek Dipaksa Melek Iptek

Digitalisasi pendidikan memaksa guru mempelajari iptek agar tidak kalah dari muridnya

ANTARA/ARIF FIRMANSYAH
Guru melakukan Pembelajaran Jarak Jauh secara daring dengan siswanya. Digitalisasi pendidikan memaksa guru melek iptek agar tidak tertinggal dari murid-muridnya.
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi memaksa guru dan murid lebih melek digital sehingga mereka dipaksa lebih banyak mempelajari teknologi informasi dan telekomunikasi lebih dalam. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) berupaya sekuat tenaga menambah pengetahuan para tenaga pendidik untuk menghadapi tantangan pada era digital. Guna mencapai target tersebut, Sekjen PGRI Jejen Musfah mengungkapkan PGRI aktif melakukan webinar dan lokaraya tentang literasi digital.

Ia mengakui level kemampuan guru berbeda-beda. Ada yang sekadar bisa melaksanakan pembelajaran daring, tetapi ada juga yang mahir memakai berbagai aplikasi pembelajaran dan evaluasi. "Idealnya kompetensi profesional diimbangi kompetensi teknologi informasi," kata Jejen saat dihubungi lewat pesan singkat kepada Republika.co.id, Kamis (24/6).

Jejen berpendapat, digitalisasi pendidikan mempercepat perluasan pendidikan yang berkualitas. Digitalisasi pendidikan, kata Jejen, merupakan kebutuhan, khususnya di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). "Tapi, justru di daerah ini fasilitas internet dan komputer sangat minim sehingga perlu segera dipenuhi," ucap dia.

Karena faktor itulah, para guru perlu memperbaiki dan meningkatkan literasi digital. PGRI memandang para guru perlu memiliki literasi digital, yang merupakan kompetensi baru. De menurut Jejen, literasi digital harus diajarkan di fakultas keguruan.

"Guru dalam jabatan harus rajin belajar tentang literasi digital ini melalui webinar, lokakarya, atau internet," ujar dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Guru melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan sistem daring. - (Antara/Feny Selly)



Dalam catatan Republika.co.id, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi (Kemendikbud-Ristek) mendorong digitalisasi pendidikan segera tercapai yang tertuang dalam peta jalan pendidikan Indonesia. Mendikbud-Ristek, Nadiem Anwar Makarim, pada rapat kerja anggaran dengan Komisi X DPR mengatakan, Kemendikbud-Ristek mengalokasikan anggaran Rp1,49 triliun untuk program prioritas digitalisasi sekolah pada 2021. Prioritas kedua adalah kemerdekaan untuk mendapatkan akses konten kurikulum yang baik, akses pengajaran, akses pada data dan berbagai layanan yang diberikan kepada sekolah.

Program digitalisasi sekolah itu terdiri atas penguatan platform digital sebesar Rp 109,85 miliar, konten pembelajaran dalam program TVRI sebesar Rp 131 miliar, bahan belajar dan model media pendidikan digital Rp 74,02 miliar, dan untuk penyediaan sarana pendidikan atau peralatan TIK sebesar Rp 1,175 triliun. "Kurikulum yang dulunya luring bisa tersedia di daring dan lebih interaktif. Belajar dari rumah di TVRI bukan hanya dilakukan pada saat pandemi," kata pria berusia 36 tahun itu.

Mas Menteri, begitu Nadiem disapa, menjelaskan digitalisasi sekolah bertujuan memberikan kemerdekaan bagi sekolah dalam...

Mas Menteri, begitu Nadiem disapa, menjelaskan digitalisasi sekolah bertujuan memberikan kemerdekaan bagi sekolah dalam mengakses informasi yang sama, menutup kesenjangan yang punya dan tidak punya, serta meningkatkan mutu dan kualitas dengan memberikan akses berkolaborasi. "Ini memberikan kemerdekaan bagi anak-anak kita belajar dari berbagai macam sumber," ujar dia.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.- (Antara/Aprillio Akbar)



Permasalahan kolektif dunia pendidikan Indonesia saat ini adalah guru abad 20 yang lahir di bawah tahun 2000 masih gagap teknologi. Sementara murid yang dihadapi mendapatkan asupan gizi keilmuan teknologi abad 21.

"Sederhananya, banyak anak didik kita saat ini lebih cerdas dalam dunia teknologi daripada gurunya. Kesenjangan semacam ini tidak bisa dibiarkan begitu saja agar tidak berakibat fatal dalam proses pendidikan," kata Nurul Yaqin, Guru Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Annur, Bekasi.

Revolusi di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi (iptek) merestrukrisasi pola dan cara pandang kehidupan manusia. Globalisasi menyebabkan negara-negara di dunia berevolusi menjadi desa global dan warga dunia menjadi warga global. Indikasinya, bayi yang lahir pada abad 21 berubah menjadi “manusia-manusia digital”, yaitu manusia masa kini yang sangat akrab dengan dunia teknologi, informasi, dan komunikasi.

Menurut dia, dalam konteks pendidikan, kemajuan iptek membutuhkan perhatian serius karena dunia pendidikan adalah sarana paling efektif dalam penyebaran iptek. Ia berkata, sistem pembelajaran konvesional perlahan mulai tertinggal jauh di belakang.

Selama pandemi, proses pembelajaran saat ini tak hanya terkuras di dalam kelas, tetapi juga menggunakan media digital, daring, dan telekonferensi. Namun, pendidikan juga harus waspada agar mampu membendung efek negatif dari perkembangan iptek.

Guru sebagai aktor utama pendidikan menurut dia tidak boleh tutup mata. Jangan sampai seorang guru memiliki penyakit TBC (tidak bisa computer), mengingat anak didik lebih akrab dengan dunia teknologi dan komunikasi.

 
"Guru hari ini harus lebih pintar dan cerdas dibandingkan murid-muridnya dalam menyikapi perkembangan teknologi yang semakin melesat," kata dia.


Namun tak bisa dipungkiri pesatnya perkembangan teknologi membuat para guru, khususnya yang sudah menjelang pensiun, kesulitan beradaptasi. Kebiasaan selama puluhan tahun mengajar secara offline dengan metode konvensional di dalam kelas, membuat para guru kesulitan beradaptasi.

Kondisi itu dialami Yani, seorang guru sekolah dasar di wilayah Pancoran, Jakarta Selatan. Guru yang kurang dari lima tahun lagi pensiun tersebut mengaku pada awal pandemi kesulitan untuk menjalankan PJJ via daring. Apalagi ketika harus menjalankan berbagai aplikasi untuk memberikan pelajaran dan bersua murid-muridnya di dunia maya.

"Untung ada anak saya yang mengajarkan," kata perempuan dua orang cucu ini lewat sambungan telepon.

Namun, seiring waktu berjalan selama pandemi, Yani mulai terbiasa menjalankan berbagai aplikasi untuk menyampaikan pelajaran-pelajaran kepada murid-muridnya yang belajar di rumah. Menurut dia, yang paling penting di masa saat ini adalah murid-murid tidak terlalu tertinggal pelajaran dan para guru perlu semaksimal mungkin mentransfer ilmunya kepada murid. "Repot emang awalnya, tapi lama-lama terbiasa. Buka laptop, buka HP," kata dia.

Yani adalah satu dari 3,4 juta guru yang terdampak pandemi Covid-19. Sebanyak 407 ribu sekolah dan 56 juta siswa di Indonesia menjadi bagian dari 127 juta sekolah di seluruh dunia yang terdampak Covid-19. Dalam dalam acara webinar bertema “Satu tahun pandemi pendidikan jangan berhenti, Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin), Kemendikbud dan Ristek, M Hasan Chabibie mengatakan dampak Covid-19 terhadap pendidikan sangat luas, dari siswa yang ketinggalan pelajaran, angka putus sekolah, hingga meningkatnya tingkat stress pada anak-anak.

Dampak pandemi Covid-19 menyebabkan risiko anak putus sekolah meningkat. Penyebabnya karena anak dituntut bekerja untuk menambah perekonomian keluarga, ditambah persepsi masyarakat tentang peran sekolah pada Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dinilai memunculkan kesenjangan belajar.

Karena itu, Kemendikbud Ristek mengeluarkan lima kebijakan di bidang transformasi digital. Di antaranya percepatan perluasan akses dan infrastruktur digital dan layanan internet. Kemendikbud Ristek juga mempersiapkan roadmap transformasi digital di bidang-bidang strategis, yakni di sektor pemerintahan, layanan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri dan penyiaran.

“Kami juga melakukan percepatan integrasi pusat data nasional, siapkan kebutuhan SDM talenta digital dan regulasi terkait skema pendanaan dan pembiayaan,” kata dia.

Demi memastikan proses belajar mengajar di semua jenjang pendidikan tetap berjalan via daring selama masa pandemi, pemerintah memberikan bantuan akses internet bagi siswa dan tenaga pendidik. Pemerintah mengalokasikan dana Rp 2,6 triliun untuk memberikan bantuan kuota akses internet bagi siswa dan pendidik. Bantuan akses internet akan diberikan kepada siswa, mahasiswa, dan pendidik yang menerima bantuan kuota akses internet dari November hingga Desember 2020 dan nomornya aktif, kecuali yang total penggunaannya kurang dari 1 GB.

Pada 2021, pemerintah memberikan bantuan akses internet dengan kuota per bulan 7 GB untuk peserta pendidikan anak usia dini (PAUD), 10 GB untuk peserta pendidikan dasar dan menengah, 12 GB untuk pendidik tingkat PAUD serta pendidikan dasar dan menengah, serta 15 GB untuk mahasiswa dan dosen. Sementara pada 2020, bantuan kuota akses internet yang diberikan kepada peserta didik pendidikan anak usia dini (PAUD) sebanyak 20 GB per bulan, peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah sebanyak 35 GB per bulan, pendidik PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah 42 GB per bulan, serta mahasiswa dan dosen sebanyak 50 GB per bulan.

Bantuan pada 2021 memang lebih kecil dari 2020. Namun Kemendikbud-Ristek memastikan kualitas aksesnya lebih baik dan lebih fleksibel digunakan untuk mengakses laman-laman yang bermanfaat bagi pembelajaran, seperti Youtube.

 
Berita Terpopuler