Ruang Digital dan WFH Tingkatkan Produktivitas Kerja

Ruang digital sangat efisien bagi berbagai pekerjaan di dunia modern.

istimewa
Perubahan yang terjadi pada dunia kerja melahirkan banyak metode baru dalam bekerja, termasuk Work From Home (WFH) dan remote working, yang memungkinkan kita bekerja dari mana saja, selama tersedianya koneksi Internet kecepatan tinggi.
Red: Karta Raharja Ucu

Oleh : Dr Lestari Nurhajati, Dosen dan Peneliti Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR, sekaligus aktivis Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital).

REPUBLIKA.CO.ID, Bloomberg belum lama ini merilis sebuah studi baru yang menunjukkan pada kenyataannya, pekerjaan jarak jauh alias bekerja dari rumah –Work From Home (WFH) memang membuat kita lebih produktif. Studi ini mensurvei lebih dari 30.000 pekerja di Amerika Serikat (AS) untuk mengukur produktivitas WFH yang diberlakukan di berbagai sektor di AS pada tahun lalu hingga saat ini karena pandemi Covid-19.

Hasilnya sungguh mengejutkan, ada peningkatan produktivitas ekonomi Amerika Serikat sebesar 5 persen. Sektor yang diteliti antara lain Layanan Pendidikan, Tenaga Profesional di bidang scientific dan teknik, management, asuransi keuangan, bidang informasi, perdagangan umum, real estate, pemerintahan dan lain-lain. Situasi ini menunjukan betapa ruang digital terutama dalam teknologi informasi dan komunikasi, menjadi sarana yang sangat efisien bagi beragam pekerjaan di dunia modern ini.

Salah satu hasil riset ini menunjukan betapa produktivitas meningkat karena penghematan waktu perjalan dari rumah ke tempat kerja yang dilakukan oleh para komuter. Tidak saja penghematan pada bidang transportasi tetapi juga kelelahan fisik yang mungkin terjadi dalam perjalanan tersebut. Bahkan studi yang dilakukan Standford terhadap 16.000 pekerja selama 9 bulan pada 2020, menemukan bekerja dari rumah meningkatkan produktivitas sebesar 13 persen.

Sebuah kondisi yang mungkin akan serupa apabila dilakukan riset di Indonesia untuk berbagai bidang. Berbagai tantangan dan hambatan dalam proses menjalankan WFH tentu tidak bisa dipungkiri akan selalu ada, terutama pada bidang-bidang yang sama sekali baru atau tidak pernah berkaitan dengan teknologi dan ruang digital.

Gerakan Literasi Digital Nasional
Perkembangan dunia digital tidak bisa dihindari, harus dijalani. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) kemudian melakukan upaya sosialisasi secara masif dengan program Gerakan Literasi Digital Nasional pada 2021. Demikian juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-Ristek (Kemendikbudristek) mengembangkan program Kampus Merdeka Belajar yang menekankan pada basis penggunaan media digital. Tampak Covid-19 menjadi semacam blessing in disguise (berkah terselubung) yang “memaksa” Sebagian besar penduduk Indonesia untuk makin melek digital.

Sekali lagi proses meningkatkan kecakapan digital ini tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi secara umum masyarakat Indonesia, termasuk anak didik dalam kategori pendidikan tinggi mampu secara cepat beradaptasi. Hal serupa terjadi di Hungaria, pada salah satu penelitian yang dilakukan peneliti independen dengan subjek sebuah Universitas; Eotvos Lorand University pada tahun 2020 yang menunjukan efesisensi WFH di kalangan akademisi tersebut. Sebanyak 858 responden menjadi sampel penelitian ini, dan 86 persen di antaranya menjawab WFH bisa meningkatkan efisiensi pekerjaan mereka.

Isu utama dalam pendidikan menengah dan  tinggi dalam proses belajar online melalui ruang digital adalah keseriusan dan fokus saat proses belajar mengajar. Kedua hal yang harus dimiliki tenaga pengajar dan anak didiknya. Hal ini membutuhkan kemampuan literasi digital.

Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital merupakan kemampuan individu  untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui sarana digital.

Tentu konsep literasi digital di atas masih merupakan kemampuan dasar dan menjadi makin cakap apabila memiliki kemampuan untuk memahami, menyeleksi, memproduksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi dalam ruang digital. Berbagai pakar digital literasi membagi kecakapan literasi digital dalam beragam bentuk, intinya mengarahkan kecakapan digital tidak hanya pada persoalan penggunaan alatnya saja, tetapi juga dari cara berpikir kritis dan kreatif penggunanya. Sudah banyak kasus kemampuan akses digital yang canggih tanpa dibarengi dengan daya kritis, akan menyebabkan pengguna media digital terjebak pada informasi hoaks.

Tantangan Belajar dari Rumah
Selain persoalan literasi digital, temuan lain yang menarik yang dilakukan peneliti Filipina pada 2020 adalah pandemi Covid-19 memiliki dampak terbesar pada kualitas pengalaman belajar dan kesehatan mental siswa. Dalam hal strategi yang digunakan siswa, yang paling sering digunakan adalah pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya, mencari bantuan, peningkatan bakat teknis, manajemen waktu, dan kontrol lingkungan belajar (Barrot, dkk 2021). Sangat sering terjadi, siswa dan mahasiswa yang sedang belajar daring kemudian harus terdistraksi dengan berbagai urusan domestik, mulai dari diminta membantu orang tua di dapur, mengurusi perangkat elektronik yang bermasalah, hingga diminta membantu menjemur pakaian oleh orang tuanya. Padahal mereka sedang dalam kelas daring.

Kontrol terhadap lingkungan, terutama dalam rumah juga menjadi hasil penelitian mendalam yang dilakukan oleh peneliti India (Chandra, 2021) yang melihat banyak dari mahasiswa mulai mengalihkan diri ke berbagai kegiatan kreatif dan mengambil kursus yang membantu mereka mempelajari keterampilan teknis baru. Dengan menggunakan kecerdasan emosional dan menjauhkan diri dari kebosanan dan pikiran yang depresif, mahasiswa berusaha mengatasi dampak negatif yang timbul dari situasi pandemi saat ini, terutama dalam proses belajar daring.

Mau tidak mau harus diakui, secara psikologis banyak yang terdampak atas situasi Covid-19 yang menyebabkan perilaku manusia harus berubah, termasuk pada kalangan anak muda. Biasanya mereka bebas berkumpul dengan teman sebayanya, tetapi saat ini justru mereka harus lebih banyak di rumah.

Meski demikian data juga menunjukan, makin banyak prestasi anak muda yang teruji di ruang digital. Generasi Y (lahir tahun 1980-195), lalu generasi Z (Lahir 1996-2010), Sebagai digital native secara umum mereka jauh lebih bisa survive dibandingkan generasi pendahulu mereka ketika menghadapi ruang digital. Beragam inovasi di ruang digital ditemukan oleh anak muda saat ini, bukti bahwa mereka sudah mampu mengendalikan ruang digital mereka secara efektif dan efisien.

 
Berita Terpopuler