Trump Sempat Tekan Departemen Kehakiman Selidiki Pemilu 2020

Trump dan sekutunya sempat menekan Departemen Kehakiman soal klaim curang pemilu

AP
Mantan Presiden AS Donald Trump dan sekutunya sempat menekan Departemen Kehakiman soal klaim curang pemilu. Ilustrasi.
Rep: Lintar Satria Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Di pekan-pekan terakhirnya sebagai presiden, Donald Trump menekan sekutu-sekutunya di Departemen Kehakiman untuk menyelidiki klaim mengenai kecurangan pemilu 2020. Jaksa Agung yang ia tunjuk pun mengakui tidak ada bukti kecurangan dalam pemilihan presiden bulan November lalu.

Email yang dirilis Komite Pengawas House of Representatives pada Selasa (15/6) kemarin mengungkapkan detail baru bagaimana Trump, mantan kepala staf Gedung Putih, dan sekutu-sekutunya menekan pejabat pemerintah menolak hasil pemilihan 2020. Sementara pejabat Departemen Kehakiman dan Keamanan Dalam Negeri serta petugas pemilu dari Partai Republik menegaskan tidak ada kecurangan.

Saat itu mantan jaksa agung William Barr yang juga loyalis Trump jadi salah satu pejabat yang mengatakan tidak ada kecurangan pemilu. Email-email itu juga menunjukkan sejauh mana Trump meminta Pelaksana Tugas Jaksa Agung Jeffrey Rosen untuk menolak hasil pemilu setelah upaya hukumnya gagal.

Email-email yang dikirimkan ke Rosen berisi teori konspirasi yang sudah terbantahkan dan berbagai informasi palsu mengenai kecurangan pemilu. Kebohongan Trump mengenai pemilu mendorong pengunjuk rasa menerobos masuk ke Capitol Hill pada 6 Januari lalu untuk menghentikan parlemen mengesahkan kemenangan Joe Biden.

Dalam email-email itu, beberapa kali sekutu-sekutu Trump menulis mengenai teori konspirasi yang melibatkan perusahaan alat penghitungan suara, Dominion Voting Systems. Tuduhan itu kini menjadi subjek dari gugatan hukum senilai miliaran dolar.

Kepala staf Gedung Putih era Trump, Mark Meadow, meminta agar ada penyelidikan terhadap kecurangan pemilu yang disebabkan satelit dari Italia. Meadows berusaha agar Rosen menyelidiki teori-teori konspirasi dan mendorongnya bertemu dengan pengacara Trump, Rudy Giuliani, yang mengajukan konspirasi satelit Italia dan teknologi militer mengubah suara.  

Rosen meneruskan email-email Meadows ke pelaksana tugas Wakil Jaksa Agung Rich Donoghue yang membalas email itu dengan mengatakan 'benar-benar gila'. Rosen membalas kembali email Donoghue. Ia mengatakan diminta untuk bertemu dengan FBI bersama rekan Giuliani dan ia tidak bersedia.

Ia bersikeras orang-orang Trump dapat mengikuti protokol FBI biasa dengan menelepon saluran publik yang digunakan untuk menerima petunjuk dari masyarakat. Rosen mengatakan Giuliani 'terhina' dengan jawaban tersebut.

"Ditanya apakah saya mempertimbangkannya, saya menolaknya dengan datar. Saya katakan saya tidak akan memberikan perlakukan khusus pada Giuliani atau 'saksi-saksinya' dan menegaskan kembali saya tidak akan berbicara dengan Giuliani mengenai hal ini," tulis Rosen. 

Baca Juga

Di hari disahkannya Electoral College dan Barr mengatakan ia akan mengundurkan diri pada bulan itu, seorang asisten Trump di Gedung Putih mengirimkan email ke Rosen pada tanggal 14 Desember. Subjek email tersebut tertulis 'Dari Potus' singkatan dari president of the United States.

Rosen yang saat itu masih menjabat sebagai wakil jaksa agung akan diangkat sebagai jaksa agung setelah Barr mundur. Email tersebut berisi tuduhan kecurangan pemilu di Antrim County, Michigan. Tuduhan termasuk klaim seperti 'menutupi apa yang terjadi pada mesin suara di Michigan' dan 'Michigan tidak dapat mengesahkan Kemenangan Biden'.

Tidak lama setelah asisten Trump mengirimkan dokumen-dokumen tersebut, Donoghue mengirimkan dokumen yang sama ke jaksa-jaksa di distrik Timur dan Barat Michigan.

Pada 29 Desember asisten Trump kembali mengirimkan Rosen, Donoghue, dan Pelaksana Tugas Jaksa Agung Jeffery Wal sebuah email. Surat elektronik tersebut berisi rancangan gugatan hukum ke Mahkamah Agung dan nomor telepon yang dapat mereka hubungi untuk langsung berbicara dengan Trump.

Gugatan tersebut meminta Mahkamah Agung 'mendeklarasikan suara Electoral College' di negara-negara bagian yang gagal Trump menangkan 'tidak dapat dihitung'. Gugatan tersebut juga meminta pengadilan tinggi untuk menggelar pemungutan suara khusus di negara-negara bagian tersebut.

Salah satu tim Trump mengirimkan email ke pejabat senior Departemen Kehakiman mendesak mereka mengajukan gugatan tersebut. Email-email tersebut membuktikan pengacara itu berulang kali menghubungi penasihat senior Rosen dan pejabat Departemen Kehakiman lainnya. Mereka meminta untuk bertemu.

Pengacara itu mengatakan ia sedang menuju Kantor Pusat Departemen Kehakiman di Washington dari Maryland untuk bertemu Rosen sebab ia tidak bisa dihubungi.

"Seperti yang saya katakan di telepon, Presiden Amerika Serikat telah melihat gugatan ini dan tadi malam memerintahkan saya untuk memberi pengarahan ke Jaksa Agung Rosen secara langsung hari ini dan membahas tindakan ini. Saya diperintahkan untuk melapor langsung ke Presiden sore ini usai pertemuan ini," tulis pengacara itu di email.

 
Berita Terpopuler