Putin: Ada Upaya Hancurkan Hubungan Rusia-China

Putin menegaskan, Rusia tak menganggap China sebagai sebuah ancaman.

AP/Ramil Sitdikov/Pool Sputnik Kremlin
Dalam file foto 12 November 2019 ini, Presiden Rusia Vladimir Putin, kiri, dan Presiden China Xi Jinping berjabat tangan sebelum pembicaraan mereka di sela-sela KTT BRICS edisi ke-11, di Brasilia, Brasil.
Rep: Kamran Dikarma Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan ada upaya untuk menghancurkan hubungan negaranya dengan China. Namun Putin menyebut hubungan bilateral kedua negara berada pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Kita dapat melihat upaya untuk menghancurkan hubungan antara Rusia dan China. Kita dapat melihat bahwa upaya itu dilakukan dalam kebijakan praktis,” kata Putin dalam wawancara dengan NBC yang dirilis pada Senin (14/6).
 
Putin menekankan Rusia tidak menganggap China sebagai ancaman. Sebaliknya, hubungan bilateral dengan Beijing meningkat. “China adalah negara yang ramah. Ia tidak menyatakan kami sebagai musuh, seperti yang telah dilakukan Amerika Serikat (AS),” ujarnya.

Putin pun mengapresiasi relasi yang telah dijalin negaranya dengan China. “Kami senang dengan tingkat tinggi hubungan kami yang belum pernah terjadi sebelumnya karena telah berkembang selama beberapa dekade terakhir. Kami menghargainya, sama seperti teman-teman China kami menghargainya,” ucapnya.

Dalam wawancara tersebut, Putin turut membicarakan isu lain, termasuk Iran, Ukraina, serangan siber, dan lainnya. Komentarnya soal China muncul menjelang agenda pertemuannya dengan Presiden AS Joe Biden. Mereka dijadwalkan bertemu di Jenewa, Swiss, pada Rabu (16/6).

Biden, dalam beberapa kesempatan, termasuk saat menghadiri KTT G-7 di Cornwall, Inggris, akhir pekan lalu, mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan China. Seusai perhelatan KTT G-7, Biden mengatakan pemerintahan negara-negara demokratis menghadapi tantangan menentukan. Ia menilai negara demokratis lebih baik dan lebih mampu menghadapi tantangan seperti krisis kesehatan global dan perubahan iklim dibanding negara autokrasi seperti Cina serta Rusia.

 

 

Baca Juga

 
Berita Terpopuler