Ada Apa Sebenarnya di Balik Pelemahan KPK

Upaya pelemahan KPK makin menguat dengan adanya TWK dan pemecatan pegawai.

Di Balik Pelemahan KPK
Rep: Dicky Mulya Ramadhani Red: Retizen

Kisruh KPK Original Desain

Komisi pemberantasan korupsi merupakan elemen negara yang sangat penting guna mengontrol, menindak malapraktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara, maka sudah seharusnya para pekerja KPK, mulai dari level atas sampai ke bawah, mempunyai taring yang tajam dalam memberantas musuh negara dan rakyat, yaitu korupsi.

Pada 17 September 2019, DPR mengesahkan RUU KPK yang menghasilkan banyak pertanyaan dalam masyarakat, terutama dari kalangan para ahli yang paham akan implikasi perubahan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak dilakukannya Revisi UU KPK memang sudah mengalami banyak penolakan di berbagai elemen, hingga demonstrasi mahasiswa tak terbendung bersuara turun ke jalan dengan berbagai tuntutannya hingga berakhir dengan makna kata "Mosi Tidak Percaya".

Jika kita pahami bersama sebetulnya hal itu merupakan langkah agar ke depan proses penindakan korupsi semakin melemah, walaupun narasi pembenaran dilemparkan kepada publik bahwa RUU KPK dilakukan berasaskan suatu keharusan, dalih itu disampaikan mulai dari pimpinan KPK dan termasuk Presiden Joko Widodo menekankan untuk penguatan KPK.

Maka, semenjak disahkannya RUU KPK tersebut kinerja KPK seakan dibatasi ruang geraknya dalam upaya proses pemberantasan korupsi. Pegawai yang masih idealis, kritis kesulitan menindak karena dikangkangi aturan yang birokratis dan lama mekanismenya hingga sampai dipangkas dalam jabatannya. Maka tak heran berita kemarin yang sempat beredar tentang pemberhentian 51 pegawai KPK yang berdalih tidak lolos tes wawasan kebangsaan merupakan hanya sekadar intrik yang berlandaskan tujuan licik untuk para pegawai yang berani dan pejuang pemberantasan korupsi, maka kasus-kasus besar yang ditangani terbaru maupun yang lama agar bias tidak ditindak secara tuntas.

Bagaimana mungkin Pancasila kerap dijadikan alat kekuasaan, penyaring semacam ini pernah dilakukan pada era Orde Baru saat itu dengan mekanisme tafsir sepihak yang mampu menjadikan Pancasila sebagai ideologi pengukur kelakuan seseorang, bukan menjadi panduan bernegara.

Peristiwa kontroversi ini yang kemudian membuat presiden Soeharto digugat oleh 50 tokoh bangsa yang dikenal identik dengan petisi 50. Maka, jika tes wawasan kebangsaan dijadikan ukuran ketidaklolosan 75 pegawai KPK, padahal di lain sisi banyak para ahli yang menilai bahwa draf isi pertanyaan TWK tersebut sangat tidak substantif dan jauh dari relevansi peran KPK, para pimpinan KPK berdalih penilaian ketidaklulusan TWK distempel tak pancasilais dan tak taat pada pimpinan KPK.

Pertanyaannya, untuk apa pemecatan pegawai sebanyak itu dengan merombak ulang pekerja yang baru, padahal di lain sisi banyak orang yang berperan penting dalam penanganan kasus-kasus besar, namun disetop karena sudah tidak punya kewenangan bekerja. Sangat tragis dan ironis jangan-jangan memang hal itu sengaja dirancang untuk bagian dari upaya pelenyapan kasus besar yang selama ini tidak bisa dituntaskan sampai selesai, juga kemungkinan ini pesanan agar kejahatan korupsi menjadi suatu pesta yang halal di tubuh pemerintah.

Oleh: Dicky Mulya Ramadhani

Mahasiswa Administrasi Publik FISIP UMJ

Kader IMM FISIP UMJ

 
Berita Terpopuler