Siswa Hadiri Sekolah Tatap Muka Minim, Bukti Ortu Masih Ragu

Di Bandung, uji coba pembelajaran tatap muka di SMAN 22 hanya dihadiri satu siswa.

Edi Yusuf/Republika
Akstivitas belajar mengajar saat simulasi pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas pada masa pandemi Covid-19 di SDN 065 Cihampelas, Kota Bandung.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Fauzi Ridwan, Antara, Rr Laeny Sulistyawati, Inas Widyanuratikah

Simulasi pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada masa pandemi Covid-19 di 330 sekolah tingkat SD hingga SMA di Kota Bandung yang ditunjuk Dinas Pendidikan mulai digelar hari ini, Senin (7/6). Salah satu sekolah di Kota Bandung, yakni SMAN 22 Bandung, hanya dihadiri satu orang siswa saat hari pertama masa uji coba PTM terbatas.

Kepala Sekolah SMAN 22 Bandung, Hadili, mengatakan, uji coba PTM di sekolahnya itu diterapkan untuk siswa kelas 10. Menurutnya, ada 100 siswa yang menyetujui ikut PTM itu setelah mengisi daftar hadir, tetapi pada hari pertama uji coba ini hanya satu siswa yang hadir di sekolah.

"Dari 100 siswa yang menyetujui (PTM), yang datang cuma satu orang," kata Hadili di Bandung, Jawa Barat.

Menurut dia, keraguan para orang tua atau wali siswa menjadi faktor adanya fenomena tersebut. Meski begitu, proses pembelajaran tatap muka terhadap satu orang siswa itu tetap berlangsung.

Meski begitu, ia mengaku bangga dengan seorang muridnya itu yang mengikuti PTM. Ia berharap pada hari berikutnya uji coba PTM itu dapat dihadiri lebih banyak siswa.

"Ini contoh satu orang yang sudah betul-betul luar biasa, saya kasih reward, mungkin besok bertambah," kata dia.

Untuk itu, ia berencana mengundang para orang tua atau wali siswa untuk mengikuti rapat secara daring guna menghilangkan keraguan uji coba PTM tersebut. Dengan begitu, para siswa bisa diizinkan untuk mengikuti PTM terbatas.

Untuk tingkat sekolah Dasar (SD), salah satu SD yang melaksanakan simulasi yaitu sekolah swasta di Jalan Jawa, Kota Bandung. Di sekolah itu, siswa yang mengikuti simulasi hanya 10 orang dari total siswa yang mencapai 27 orang pada satu kelas.

Kepala Sekolah, Yohana Dita, mengatakan, hanya 10 orang siswa kelas VI yang mengikuti simulasi belajar tatap muka dari total siswa 27 orang. Simulasi tersebut akan dilakukan oleh tiap kelas hingga tanggal 17 Juni mendatang.

Baca Juga

"Yang ikut simulasi hanya 10 orang, kelas VI. Simulasi gak langsung belajar," ujarnya saat ditemui di sekolah, Senin (7/6). Ia mengatakan, pihaknya memberlakukan belajar tatap muka untuk kelas dengan sistem shifting.

Yohana mengatakan, pada Senin simulasi belajar tatap muka dilakukan untuk kelas satu dan enam. Pada hari Selasa dilakukan sterilisasi, pada Rabu untuk kelas dua dan empat, sedangkan Jumat untuk kelas tiga dan lima dengan satu kali pertemuan maksimal dua jam.

Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, para siswa yang hadir pada uji coba PTM hanya siswa yang diizinkan oleh orang tua ataupun wali murid. Dengan demikian, tidak ada unsur paksaan kepada para siswa untuk mengikuti pembelajaran secara luring di sekolah.

"Jadi, tadi di kelas tujuh yang jumlahnya 21 yang hadir hanya tiga, yang 18 ini ternyata belum mengizinkan. Nah, itu yang saya senang bahwa di sini tidak ada unsur paksaan," kata Ema setelah meninjau uji coba PTM di SD-SMP Santo Yusup, Kota Bandung.

Ema mengatakan, apabila kasus Covid-19 meningkat satu pekan ke depan, PTM terbatas dapat ditunda. Ema mengatakan, nyawa manusia lebih penting terlebih pembelajaran tetap berjalan secara daring. "Bisa jadi ditunda PTM (jika kasus naik)," ujarnya.

"Kalau BOR semakin meningkat, masukannya di-pending (PTM), tapi berharap kondisi ideal kejadian apa pun harus lebih baik dari kemarin," kata Ema. Ia menambahkan, keputusan pelaksanaan PTM terbatas akan ditentukan oleh Wali Kota Bandung pada Jumat mendatang.

"Iya dan tidak nanti oleh Pak Wali Kota yang mengambil keputusan. Nanti hari Jumat kami ekspose," katanya.

In Picture: Penilaian Akhir Tahun Siswa SMP di Bandung (1)

Siswa sekolah menengah pertama (SMP) mengerjakan soal ujian penilaian akhir tahun (PAT) secara tatap muka di SMP Pasundan 1, Jalan Balonggede, Kota Bandung, Senin (7/6). SMP Pasundan 1 menggelar penilaian akhir tahun (PAT) yang bertepatan dengan uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat, seperti membatasi jumlah siswa menjadi 20 persen dari kapasitas, menerapkan jarak duduk, dan menggunakan masker. Foto: Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Wakil Sekjen Pengurus Besar (PB) PGRI Jejen Musfah menilai, vaksinasi terhadap guru tidak bisa dijadikan syarat utama PTM. Karena itu, Jejen juga meminta kesiapan sekolah dan izin orang tua perlu dijadikan pertimbangan.

Ia menjelaskan, kesiapan sekolah di antaranya adanya fasilitas protokol kesehatan dan satuan tugas tingkat sekolah. Sementara itu, orang tua sebelum mengizinkan anaknya sekolah tatap muka harus mempertimbangkan antarjemput anak dan menyiapkan camilan dan makanan dari rumah, memakai masker, dan membawa penyanitasi tangan (hand sanitizer).

Yang tak kalah penting, dia menambahkan, memastikan transportasi aman dari dan ke sekolah. Terpisah, Ketua PB PGRI Didi Suprijadi menambahkan, petugas kesehatan dan petugas pendidikan adalah kelompok yang wajib didahulukan untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19.

"Sehingga, sebelum tahun ajaran baru, pemerintah daerah (Pemda) mempersiapkan diri dengan piloting proyek, bertahap dengan menggunakan kelas bergilir, kemudian dalam satu kelas berisi setengah dari total murid," ujarnya kepada Republika, Senin (7/6).

Di samping guru yang divaksin, ia meminta unsur masyarakat agar membantu pelaksanaan kegiatan belajar tatap muka. Sebab, dia menambahkan, unsur utama pelaksanaan tatap muka ada pada masyarakat. "Karena jumlah manusia di sekolah lebih banyak masyarakat dibanding gurunya," ujarnya.

Ia menjelaskan, jumlah guru hanya satu orang dalam kelas. Artinya lebih banyak murid yang berasal dari kelompok masyarakat. Sehingga, meski guru harus divaksin, ia menegaskan faktor kesiapan masyarakat juga penting."Untuk itu protokol kesehatan di masyarakat harus diperketat," katanya.

Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Sri Wahyuningsih juga mengatakan, aman tidaknya sekolah dari Covid-19 sebenarnya bergantung pada warga di dalamnya. Sekolah akan cenderung lebih aman jika warga di dalamnya patuh terhadap protokol kesehatan.

"Aman atau tidaknya sebetulnya kembali ke kita. Kesiapan sekolah dan masyarakat menyiapkan sekolah itu untuk menjadi aman untuk belajar di masa pandemi. Kalau kita selalu berpikir sekolah enggak aman dan kita tidak menyiapkan sekolah itu untuk aman maka enggak pernah aman," kata Sri, dalam diskusi daring Tatap Muka Demi Siswa, Sabtu (5/6).

Ia mengajak agar seluruh warga sekolah termasuk masyarakat untuk bersama bergerak menjaga keamanan kesehatan di sekolah. Suasana aman tersebut perlu ditimbulkan agar siapapun yang bertugas di dalam sekolah bisa merasa nyaman tanpa terlalu banyak khawatir.

Menurutnya, dukungan dari semua pihak, termasuk masyarakat untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka menjadi penting. Tentunya, ia menambahkan, pelaksanaan pembelajaran tatap muka ini wajib dilakukan dengan pengawasan yang optimal.

"Mari kita sama-sama mempersiapkan secara bersinergi supaya anak-anak kita tidak mengalami learning loss yang berkepanjangan. Solusinya adalah PTM," kata Sri menambahkan.

Ilustrasi Sekolah Tatap Muka - (republika/mgrol100)

 
Berita Terpopuler