Afrika tak Siap Hadapi Ancaman Gelombang Ketiga Covid-19

WHO menyebut fasilitas dan personel kesehatan di Afrika sangat tidak memadai

AP/Bram Janssen
Paramedis dari layanan ambulans Saaberie Chishty memasuki rumah seorang pasien COVID-19 di Lenasia, Afrika Selatan, Rabu, 6 Januari 2021. Selama lebih dari 30 tahun, layanan ambulans Saaberie Chishty telah menanggapi keadaan darurat medis dengan ketat. komunitas Muslim rajut di Johannesburg.
Rep: Puti Almas Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN — Sistem perawatan kesehatan di seluruh Afrika dilaporkan sangat tidak siap untuk mengatasi gelombang baru infeksi virus corona jenis baru (Covid-19). Hal itu terjadi, dengan pengiriman vaksin yang hampir terhenti dan jumlah kasus yang melonjak di banyak negara benua tersebut. 

Baca Juga

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan banyak rumah sakit dan klinik di Afrika yang masih jauh dari siap untuk mengatasi peningkatan besar pasien sakit kritis. Secara resmi, benua itu mencatat adanya lebih dari 4,8 juta kasus Covid-19 dan 130.000 kematian akibat penyakit wabah ini. 

Jumlah tersebut mewakili 2,9 persen kasus Covid-19 secara global dan 3,7 persen kematian. Survei yang dilakukan WHO pada Mei menunjukkan fasilitas dan personel kesehatan penting yang diperlukan untuk menangani pasien Covid-19 yang sakit kritis sangat tidak memadai di banyak negara Afrika.

Dari 23 negara yang disurvei, sebagian besar dilaporkan memiliki kuran dari satu tempat tidur unit perawatan intensif per 100.000 penduduk. Hanya sepertiga yang memilliki ventilator mekanik, alat yang digunakan membantu pernapasan pada pasien. Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Jerman dan Amerika Serikat (AS) memiliki lebih dari 25 tempat tidur per 100.000 orang.

“Pengobatan adalah garis pertahanan terakhir melawan virus ini dan kami tidak bisa membiarkannya dilanggar,” ujar direktur regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti, dilansir Aljazirah, Jumat (4/5). 

Moeti menekankan diperlukan peralatan yang lebih baik untuk rumah sakit dan staf medis Afrika. Dalam beberapa pekan terakhir, benua itu mengalami peningkatan kasus yang signifikant. 

Salah satunya adalah Afrika Selatan yang secara resmi menjadi negara paling terdampak Covid-19 di Afrika. Negara itu telah memperketat pembatasan kesehatan dan saat ini memiliki lebih dari 1,6 juta kasus Covid-19, dengan 56.439 kematian. 

Di Republik Demokratik Kongo (DRC), tepatnya di Ibu Kota Kinshasa, WHO mendeteksi kenaikan potensial dalam kasus Covid-19.Menteri Kesehatan DRC Jean-Jacques Mbungani mengatakan bahwa negara itu mengalami gelombang infeksi baru.

“Saya secara resmi mengumumkan dimulainya gelombang ketiga pandemi Covid-19 di negara kita, dengan Kinshasa sebagai episentrumnya,” kata Mbungani.

 

Mbungani mengatakan tingkat vaksinasi yang rendah dan kepatuhan yang serampangan terhadap praktik kebersihan yang direkomendasikan adalah di antara alasan meningkatnya jumlah kasus Covid-19. Sementara di Uganda, jumlah kasus melonjak 131 persen dalam satu pekan, dengan wabah di sekolah. 

Peningkatan kasus di kalangan petugas kesehatan Angola dan Namibia juga terjadi. Secara bersamaan, benua itu menghadapi kekurangan vaksin dan pengiriman hampir terhenti di Afrika.

Hanya 2 persen orang Afrika hingga saat ini yang telah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19, dibandingkan dengan 11 persen populasi dunia. Terdapat empat negara di Afrika yang hingga saat ini belum memulai kampanye vaksinasi, diantaranya adalah Tanzania, Burundi, Chad, dan Eritrea.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (CDC Afrika), John Nkengasong mengecam negara-negara maju yang gagal meningkatkan upaya mereka dalam menjamin akses yang lebih adil ke vaksin. Ia menyampaikan alasan moral kepada para pemimpin G7 bahwa persediaan vaksin yang terbatas di benua itu pasti memiliki dampak yang serius.

“Mungkin itu adalah badan moral yang lebih besar bagi mereka yang duduk di atas dosis vaksin yang berlebihan, karena sebenarnya, mereka ingin berada di sisi kanan sejarah,” kata Nkengasong menambahkan.

 
Berita Terpopuler