Mengalir ke Mana Uang Korupsi Dana BOS Rp 7,8 M di Jakbar? 

Tersasngka MF sudah menjual vila yang dibeli dari dana BOS itu atas inisiatifnya.

Republika/Febryan A
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar) Dwi Agus Arfianto.
Rep: Febryan. A Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat (Jakbar) telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi Dana BOS dan BOP SMKN 53 Jakarta tahun anggaran 2018 senilai Rp 7,8 miliar. Ke mana saja uang haram itu mengalir?  

Kepala Kejari Jakbar Dwi Agus Arfianto, mengatakan, uang itu sebagian masuk ke kantong kedua tersangka. Mereka adalah eks kepala sekolah SMKN 53 berinisial W dan seorang staf Sudin Pendidikan Jakbar berinisial MF. 

MF mendapat jatah Rp 700 juta. Sebanyak Rp 400 juta di antaranya digunakan MF untuk membeli sebuah vila. "Saudara MF sudah menjual vila itu atas inisiatifnya sendiri. Dia mengakui, vila itu dibeli pakai dana tersebut," kata Dwi di kantor Kejari Jakbar, Rabu (2/6). 

Adapun tersangka W, kata Dwi, menggunakan sebagian dana itu untuk menambah tunjangan bagi dirinya sendiri sebesar Rp 15 juta per bulan. Jika tunjangan itu selalu masuk sejak 2018 hingga kasusnya terungkap pada April 2021, berarti jumlahnya Rp 600 juta. 

Lalu, W juga mengalirkan dana itu untuk memberikan insentif tambahan bagi para guru dan staf SMKN 53. Diketahui, para guru dan staf masing-masing menerima uang tambahan Rp 1 - 2 juta. 

Saat menerima insentif tambahan itu, kata Dwi, para guru dan staf SMK yang berlokasi di Cengkareng, Jakarta Barat, itu tak mengetahui sama sekali bahwa uangnya berasal dari sumber ilegal. "Sepengetahuan teman-teman guru ini adalah insentif yang legal. Ternyata berasal dari sumber ilegal. Jadi mereka inisiatif untuk kembalikan," ungakap Dwi. 

Dwi menyebut, semua guru dan staf itu sudah mengembalikan uang insentif yang mereka terima ke kantor Kejari Jakbar pada 27 dan 31 Mei 2021. Total dana yang dikembalikan Rp 206 juta lebih. 

Jika ditotal secara keseluruhan, aliran dana yang baru diketahui yakni sebesar Rp 1.506.000.000. Rinciannya, dana yang diterima MF Rp 700 juta, tunjangan tambahan yang diterima W Rp 600 juta, dan dana insentif tambahan guru sebesar Rp 206 juta. 

Lalu, ke mana sisa dana sekitar Rp 6,3 itu mengalir? "Berdasarkan yang ditemukan penyidik hingga saat ini, pusaran dana itu masih pada tersangka W dan MF," kata Dwi menjawab pertanyaan tersebut.

Kendati demikian, ujar Dwi, tak tertutup kemungkinan dana itu mengalir ke sejumlah pihak lain. "Hal tersebut tidak menutup kemungkinan. Kita akan melakukan pendalaman terhadap hal-hal ditemukan penyidik," kata dia.

 

 

Modus SPJ Fiktif 

Kejari Jakbar, pada April 2021, menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini. Mereka adalah mantan Kepala Sekolah SMK 53 Jakbar berinisial W dan staf Sudin Pendidikan Jakbar Wilayah I berinisial MF.   

Modus kedua tersangka, kata Dwi, adalah dengan memanipulasi surat pertanggung jawaban (SPJ) dan menggunakan rekanan fiktif dalam pengadaan sejumlah barang. Dana yang disunat adalah Dana BOS Rp 1,3 miliar dan BOP 6,5 miliar.  

W selaku kepala sekolah SMKN 53 ketika itu memiliki wewenang memegang password dalam aplikasi siap BOS dan siap BOP.  W lantas memberikan password tersebut kepada tersangka MF. Dari sini permufakatan jahat mereka dimulai.  

W meminta MF mencairkan dana BOS dan BOP SMKN 53. W juga meminta agar disiapkan SPJ fiktif, rekanan fiktif, dan rekening bank penampung. Selanjutnya, W meminta WF menyerahkan dana dalam rekening itu dalam bentuk tunai.  

Atas perbuatannya, W dan MF dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).   

 

Namun demikian, kedua tersangka belum ditahan. Kejari Jakbar menyebut, keduanya akan ditahan setelah pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Kalau sudah terima dari BPK maka akan segera kami tahan," kata Dwi.

 
Berita Terpopuler