Nilai Pancasila Terkikis karena Ulah Pejabat Negara

Pejabat baru membumikan Pancasila pada tataran ceramah dan pidato.

Antara/Muhammad Iqbal
Terkikisnya nilai Pancasila dinilai karena perilaku para petinggi dan pejabat negara. Foto: warga melintas di depan mural bergambar Garuda Pancasila dan NKRI Harga Mati.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Arsul Sani menyoroti mulai terkikisnya nilai Pancasila di masyarakat. Ia menduga kondisi ini terjadi akibat ulah dari petinggi negara itu sendiri.

Arsul menduga kondisi ini terjadi karena generasi sekarang, khususnya yang menjadi bagian dari pemegang kekuasaan, baik di rumpun eksekutif, legislatif maupun yudikatif, semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila. Ia menyinggung mulai dari perilaku pribadi, seperti korup, hidup berkemewahan, hingga bergaya kebarat-baratan yang dilakukan mereka.

"Maka, kalau generasi muda menjadi jauh juga dari nilai-nilai Pancasila, tidak sepatutnya mereka disalahkan. Kondisi saat ini memang mengkhawatirkan," kata Arsul kepada Republika.co.id, Selasa (1/6).

"Tapi," kata Arsul melanjutkan, "Jika bicaranya hanya generasi muda tanpa generasi yang tua dan memegang peran tidak juga mengubah perilaku dirinya, maka tidak fair dan jangan berharap ada perubahan dari generasi muda."

Arsul menyindir, baik pemerintah maupun lembaga di rumpun kekuasaan lainnya, baru membumikan Pancasila pada tataran ceramah dan pidato. Dengan demikian, menurutnya, belum cukup melakukan proses internalisasi melalui kebijakan dan keputusan konkrit.

"Ini bisa dilihat dari masih banyaknya gaya hidup pejabat dan petinggi kita yang tidak bisa dikatakan sebagai hidup sederhana. Padahal, mencontohkan hidup sederhana ini bisa menjadi pintu masuk yang kuat untuk melakukan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih luas," ujar Arsul.

Pendapat serupa disampaikan anggota DPR RI sekaligus Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera. Ia sepakat anak muda merupakan cerminan pemimpin bangsa. Mardani menilai ketika elite dan pimpinan bangsa tidak memberi contoh, anak muda akan mengikuti.

"Pelemahan KPK dan korupsi bansos hingga pengangkatan komisaris tidak berbasis track record hanya contoh kecil. Mau teriak seperti apa pun, jika contoh di lapangan berbeda, tidak akan membuat anak muda tertarik," ujar Mardani.

Mardani juga menilai pidato dan slogan soal Pancasila sudah sering, tapi contoh teladan makin jauh dari nilai Pancasila. Ia mencontohkan pengangkatan direksi dan komisaris BUMN jadi contoh sederhana penerapan Pancasila.

"Mestinya dengan mengedepankan etika dan kompetensi bukan para pendukung yang berbondong-bondong dimasukkan. Tapi, cari mereka yang kompeten dan berintegritas," kata Mardani.

Ia sepakat Pancasila tetap menjadi rujukan bersama. Mardani menilai Pancasila sebagai warisan mahal yang menjadi konsensus dan tempat rujukan.

"Tapi mesti ada contoh dari pimpinan khususnya Presiden dan Kepala Negara," sebut Mardani.

Mardani menilai Pancasila akan relevan jika dibiarkan menjadi ideologi terbuka. "Didiskusikan dan didialogkan dan dijahit dengan nilai-nilai local wisdom dan budaya yang ada di masyarakat serta kemajuan peradaban. Jangan dijadikan alat penguasa apalagi alat pemecah bangsa," ucap Mardani.

Politikus PPP, Arsul Sani menyatakan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar bernegara sebenarnya masih dipegang dan diyakini anak-anak bangsa yang berbhineka. Ia optimistis publik akan tetap komitmen mempertahankan itu sebagai sarana mempertahankan keutuhan NKRI.

"Pancasila itu titik temu (kalimatun syawa'). Selama kita masih komit mempertahankan NKRI ini maka selama itu pula Pancasila akan tetap relevan bagi negara kita," ucap dia.

 
Berita Terpopuler