Karyawan TPK Koja Kumpulkan Bantuan ke Gaza Palestina

Donasi kepedulian terhadap nasib warga Gaza terus mengalir.

Susanti Zarman
Karyawan TPK Koja memberikan bantuan kepada warga Gaza yang diwakili dai dari Kementrian Wakaf Palestina, Syaikh Anas Al Mashiri, di Jakarta (28/5).
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Derita warga Gaza yang dibombardir roket selama 11 hari di akhir Ramadhan hingga awal Syawal 1442 H (2021 M) terus memicu solidaritas Muslim Indonesia. Para karyawan Terminal Peti Kemas Koja (TPK) Tanjung Priok dalam kegiatan donasinya berhasil mengumpulkan donasi hingga Rp 50 juta untuk disumbangkan ke Palestina.

Donasi yang berhasil dikumpulkan tersebut disalurkan melalui Aksi Cepat Tanggap (ACT), sebuah lembaga kemanusiaan yang selama ini peduli  dengan penyaluran bantuan terhadap warga Palestina. Penyerahan donasi itu diberikan di gedung TPK Tanjung Priok setelah Jumat kemarin (28/5).

Hadir wakil dari Pelestina Syaikh Annas Al Mashri yang kini tengah menempuh kuliah S2 Syariah di UIN Jakarta. Saat itu Al Mashri juga menjadi imam sholat Jumat yang diselenggarakan karyawan TPK Koja.

''Saya terharu atas bantuan ini. Kami warga Gaza memang membutuhkannya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu setelah gedung-gedung tempat tinggal kami dihancurkan Israel, pada saat ini kami juga harus membangunkannya kembali,'' kata Al Mashri.

Menurut Al Mashri, begitu gedung tempat tinggal dihancurkan, maka pada saat itu juga warga Gaza langsung bertekad akan segera membangun kembali. Dan ini pun sudah terjadi berkali-kali karena selama ini Israel memang berulangkali menyerang Gaza. Penyerangan semacam ini sudah mereka lakukan semenjak tahun 2008.

''Ya memang, setelah gedung yang menjadi rumah kami dihancurkan, kami butuh dana besar untuk membangunnya kembali. Apalagi saat gedung hancur terkena roket, warga kebanyakan belum sempat mengamankan barang-barangnya. Ini karena Israel memang menyerang kami tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Jadi warga mengungsi dengan keadaan seadanya dan tanpa bahan makanan,''  ujar Syaikh Anas Al-Mashri yang juga merupakan Dai Kementerian Wakaf Palestina

Pada sisi lain, lanjut Mashri, penyerangan ke warga Gaza jelas-jelas merupakan aksi yang melanggar nilai-nila kemanusian. Dan jelas bukan hanya merupakan serangan ke warga Muslim saja, sebab di sana juga tinggal warga non Muslim, yakni warga Gaza yang beragama Nasrani.

''Perlu diketahui warga Gaza yang Nasrani mencapai 10-15 persen dari populasi. Dan di sana juga banyak warga non Islam yang tinggal seperti para anggota LSM kemanusian milik PBB. Selain itu, di Gaza juga didiami para anggota lembaga yayasan kemanusian milik yang dikelola kalangan Nasrani. Maka itulah serangan Israel ke Gaza merupakan serangan atas nilai-nilai kemanusiaan,'' tegas Al Mashri.

Terkait dengan penyerahan donasi tersebut, Ketua Umum SP TPK Koja, Farudi mengapresiasi dan mendukung inisiatif pengumpulan donasi yang dilakukan pekerja TPK Koja. Kegiatan ini  dilakukan melalui Mapazis (Majelis Pengelola Zakat Infaq Shadaqah) berhasil mengumpulkan dana hingga Rp 50 juta rupiah.

Indonesia, tegas Farudi, memang memiliki kaitan sejarah yang teramat erat dengan Palestina sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan negara kita. Bahkan kepedulian Indonesia terhadap persoalan Palestina dilakukan jauh-jauh hari sebelum merdeka, yakni semenjak tahun 1930-an. 

''Pada masa awal kemerdekaan Mufti Palestina Shaikh al-Hajj Amin al-Husaini, adalah orang yang pertama-tama menyiarkan kemerdekaan Indonesia di radio internasional, dan menyerukan  negara-negara anggota Liga Arab mengakui kemerdekaan  Indonesia.  Selain itu, kala delegasi Indonesia yang dipimpin KH Agus Salim kesulitan uang saat berada di Mesir , kala itu saudagar kaya dari Palestina bernama Ahmad Taher, langsung mengambil tabungannya untuk membantu Indonesia yang baru merdeka. ," ungkap Farudi di sela-sela kegiatan pengumpulan donasi, Jumat (28/5).

Menurutnya, keikutsertaan pekerja dalam pengumpulan donasi tersebut menjadi bagian dari solidaritas kemanusiaan. Apalagi diawal kemerdekaan Indonesia juga pernah mengalami hal serupa dengan Palestina. Kala itu perjuangan kemerdekaan Indonesia mendapat dukungan dan solidaritas dari bangsa lain.

 

Jasa Palestina dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia

Farudi kemudian mencontohkan peristiwa "Black Armada" tanggal 24 September 1945. Kala itu para buruh di pelabuhan Australia melakukan boikot kepada kapal Belanda yang menyebabkan kapal-kapal itu tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Indonesia.

''Harus diingat pula, jasa Palestina di awal kemerdekaan. Merekalah salah satu negara yang paling pertama mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Dan para saudagar kaya asal Palestina, di antaranya Muhammad Ali Taher, saat itu pun memberikan sumbangan nyata, yakni memberikan bantuan dana kepada gelegasi Indonesia yang tengah berada di Mesir yang kala itu sedang melakukan lobi internasional atas pengakuan kemerdekaa. Delegasi yang dipimpin oleh KH Agus Salim kala itu mengalami kesulitan keuangan sehingga tak bisa pulang ke tanah air,'' kata Farudi. 

Alhasil, ungkap Farudi, kegiatan pengumpulan donasi yang dilakukan pekerja TPK Koja tidak lepas dari empati terhadap nasib rakyat Palestina tersebut. ''Kegiatan ini juga membuktikan kuatnya tali batin silaturahim antara rakyat Indonesia dan Palestina yang sudah terjalin semenjak dahulu.''

Selain itu, kata Farudi, harus diingat pula amanat konstitusi: "Kemerdekaan ïtu ialah  hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

"Setelah Konferensi Asia Afrika  tahun 1955 yang  menyerukan kemerdekaan bagi seluruh bangsa Asia Afrika, kini hanya tinggal Palestina saja yang belum mendapat kemerdekaan. Dan waktu itu Bung Karno dengan tegas mendukung kemerdekaan Indonesia. Sikap ini dilakukan dengan menarik pulang kesebelasan Indonesia yang kala itu akan bertanding melawan Israel dalam babak penyisihan Olimpiade 1962 di Jepang,'' katanya.

 
Berita Terpopuler