Pesan BKN ke Pegawai KPK, Silakan Menggugat ke PTUN

Pegawai KPK yang dipecat sedang tangani kasus-kasus korupsi kakap.

Antara/Aprillio Akbar
Massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Antikorupsi menabuh kentongan saat melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/5/2021). Aksi tersebut merupakan bentuk dukungan kepada 75 pegawai KPK yang dinyatakan nonaktif setelah tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Rizkyan Adiyudha, Dessy Suciati Saputri

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisina, mengatakan, hasil keputusan rapat koordinasi terhadap 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) sudah sesuai aturan. Bima menegaskan, keputusan tidak meloloskan 51 pegawai KPK menjadi ASN dan memberi kesempatan 24 pegawai lainnya telah mengikuti peraturan perundangan.

"Ya, sudah dong. Kalau mereka tidak puas bisa menggugat ke PTUN," ujar Bima saat dikonfirmasi pada Kamis (27/5).

Bima pun siap memberikan keterangan kepada Komnas Hak Asasi Manusia yang sedang menyelidiki persoalan tersebut. "BKN selalu siap," kata Bima.

Bima juga menyebut hasil sudah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, dalam arahan Presiden Joko Widodo sebelumnya, kata Bima, yakni meminta agar tidak boleh merugikan pegawai KPK dalam proses alih status tersebut.

"Tidak merugikan kan tidak bisa diartikan harus jadi ASN. Tidak ada yang mengatakan harus jadi ASN. Tidak merugikan bisa dengan memberikan hak-hak kepegawaiaanya. Kalau tidak dipakai, ya, diberhentikan dengan hak-haknya," ujar Bima.

Bima juga mengatakan, keputusan rakor antara dirinya dengan pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo itu juga sudah memenuhi aturan yang ada. Karena itu, keputusan rakor tidak bisa diubah.

Keputusan pemecatan keluar setelah ada koordinasi KPK, BKN, Kemenpan-RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN), Selasa (25/5).

Sebanyak 24 pegawai KPK yang masih dipertimbangkan untuk bisa jadi ASN akan diberikan pendidikan dan pelatihan bela negara. Serta tes wawasan kebangsaan ulang.

Namun, sebelum mengikuti tes TWK ulang dan pelatihan bela negara, ke-24 pegawai KPK tersebut diwajibkan menandatangani kesediaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara. Kemudian, jika dalam kesempatan keduanya tidak lolos, yang bersangkutan tidak bisa diangkat menjadi ASN.

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK, Giri Suprapdiono, memastikan bahwa ke-75 pegawai TMS akan meneruskan upaya hukum yang telah diambil. Hal tersebut, sambung dia, sebagai bentuk hak konstitusi atas kerugian dan di-persona non grata-kan dengan labeling warna merah yang artinya tidak dapat dibina.

Ia juga mengatakan kalau para pegawai yang tidak memenuhi syarat berdasarkan tes wawasan kebangsaan tidak bersedia dibina ulang. "Posisi kami adalah, kami bukan tidak lulus, tetapi kami disingkirkan karena keteguhan kita memberantas korupsi," kata Giri Suprapdiono kepada Republika di Jakarta, Kamis (27/5).

Dia mengatakan, dari diskusi bersama 75 pegawai yang TMS dari TWK, mayoritas atau lebih dari 40 pegawai tidak bersedia mengikuti pembinaan untuk menjadi ASN. Dia melanjutkan, terlebih pembinaan ulang juga belum menjamin peralihan status berjalan dengan baik.

"Karena tidak ada kepastian akan diangkat menjadi ASN dan merupakan bentuk strategi pecah belah bagi 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan," kata Giri lagi.

Dia menilai, KPK telah menyalahi tata kelola pemerintahan umum yang baik, yaitu setiap kebijakan publik dilakukan secara tranparan, akuntabel dan terpercaya. Dia melanjutkan, proses pengambil keputusan dan hasil yang tertutup dijadikan modus untuk menghindari diskursus dan anti kritik.

"Padahal kepala negara sudah memberikan contoh komitmen ruang kritik terhadap kebijakan," katanya.

Giri mengatakan, sampai dengan saat ini belum ada penjelasan apapun dari pimpinan KPK kepada 75 pegawai secara langsung. Dia mengungkapkan bahwa nama-nama 51 yang akan diberhentikan dan 24 nama yang akan dibina juga belum diumumkan hingga kini.

"Kami hanya mendengar dari konpers Pimpinan KPK dan Kepala BKN," katanya.

Meski belum mendapatkan informasi soal 51 nama yang dipastikan tidak lulus, Giri mengungkapkan kalau mereka yang diberhentikan tengah menangani perkara besar dan sensitif di KPK. Namun, sambung dia, mengacu pada 75 pegawai berstatus TMS terdiri dari sembilan kepala satuaan tugas (kasatgas) dan 19 anggota sehingga total 28 orang.

"Kami belum tahu 51 nama tersebut. Namun mengacu pada 75 TMS, 9 kasatgas dan 19 anggota (total 28 orang) pralidik, lidik, sidik sedang menangani kasus Bansos, benur KKP, KPU (harun masiku), Tanjung Balai, E-KTP, simulator SIM, Nurhadi, suap PLN, anggota DPR/DPRD dan kepala daerah," katanya.

"Termasuk 3 kasatgas kasus dugaan suap yang melibatkan petinggi Polri pada tahun 2018, yang kemudian diserahkan ke penegak hukum lain dan telah dihentikan kasusnya," tambahnya.

TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sudah menyingkirkan 75 pegawai yang dikenal berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan TMS berdasarkan tes tersebut.




Baca Juga

Giri Suprapdiono juga menyinggung hasil koordinasi pimpinan lembaga antirasuah dengan pemerintah. "Teroris dan terpidana saja bisa dibina, kami 75 pengabdi pada negara begitu dihinakan dengan label tidak dapat dibina," kata Giri Suprapdiono di Jakarta, Kamis (27/5).

Dia merasa ada perbedaan perlakuan antara penyidik KPK yang kedapatan memeras tersangka korupsi dengan 75 pegawai yang berintegritas. Dia mengatakan, diperlukan sidang etik untuk terhadap penyidik KPK tersebut untuk membuktikan pelanggaran kode etik dan pidananya.

Pernyataan Giri mengacu para penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju yang diamankan menyusul dugaan pemerasan terhadap Wali Kota Tanjung Balai, M Syahrial. Tersangka Stepanus Robin kini memang tengah menjalani sidang etik terkait perkara pemerasan tersebut.

"Sedangkan kami diberhentikan hanya dengan tes tertulis dan wawancara yang penuh rekayasa, melewati batas kepantasan dan melanggar HAM," katanya.

Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyampaikan, polemik pegawai KPK ada di tangan pimpinan KPK. Pimpinan KPK memiliki kewenangan dalam memutuskan kebijakan untuk memberhentikan 51 dari 75 pegawai KPK yang sebelumnya dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan.

"Dengan kata lain, pimpinan KPK kemudian mengambil kebijakan untuk memberhentikan 51 dari 75 pegawai KPK yang sebelumnya dinyatakan tidak lulus TWK. Bahwa Pimpinan KPK kemudian mengambil kebijakan lain tersendiri, hal tersebut merupakan kewenangan dan keputusan lembaga pengguna dalam hal ini KPK," ujar Moeldoko dalam siaran pers yang diterima, Kamis (27/5).

Moeldoko mengatakan, pemerintah memiliki kewenangan tertentu namun tak seluruhnya terhadap proses pembinaan internal di KPK. Karena itu, lanjutnya, KPK bertanggungjawab penuh atas status 75 pegawai dan juga implikasi yang ditimbulkan dari keputusan tersebut.

"KPK sebagai pengguna dan pengambil keputusan akhir atas status 75 pegawai bertanggung jawab penuh atas semua implikasi yang ditimbulkan dari keputusan tersebut. Posisi KSP, kementerian dan lembaga yang berada dalam kewenangan langsung Presiden tetap dalam posisi mendukung pelaksanaan arahan Presiden," lanjut dia.
Presiden Jokowi sendiri telah menyampaikan arahannya atas polemik alih status pegawai KPK untuk menjadi ASN. Intinya, pegawai KPK yang tidak lulus TWK tidak serta merta menjadi dasar pemberhentian dan terdapat peluang untuk perbaikan melalui pendidikan kedinasan, level individual maupun organisasi.

Moeldoko pun menegaskan, KSP dan kementerian lembaga terkait akan mendukung dan melaksanakan arahan Presiden tersebut. Selain itu, ia juga menegaskan bahwa kementerian dan lembaga tak mengabaikan arahan Presiden terkait nasib para pegawai KPK yang tak memenuhi syarat tersebut.

"Tidak benar terjadi pengabaian arahan Presiden. Untuk menjalankan arahan Presiden, di antaranya Menteri PanRB, Menteri Hukum dan HAM, BKN, dan LAN telah melakukan koordinasi dengan Pimpinan KPK dan menyampaikan arahan Presiden tersebut dengan memberikan opsi pembinaan sebagai solusinya," jelas dia. Menurut Moeldoko, KemenPanRB pun mengusulkan agar dilakukan Individual Development Plan (IDP) untuk pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK.

KPK - (republika/mgrol100)




 
Berita Terpopuler