Dua Gejala yang Iringi Risiko Kematian Pasien Covid-19

Segera ke rumah sakit jika mendapati dua gejala yang dapat memperparah Covid-19.

Antara/Iggoy el Fitra
Petugas medis menangani pasien terlihat di layar pemantau ruang ICU, Gedung COVID lantai II, RSUP Dr.M.Djamil, Padang, Sumatera Barat, Senin (24/5/2021). RSUP Dr.M.Djamil Padang menambah ruangan isolasi dan perawatan dengan 84 tempat tidur, untuk mengantisipasi lonjakan pasien COVID-19 pasca Lebaran pada Mei 2021.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi terbaru mengungkapan bahwa kematian atau mortalitas Covid-19 berkaitan dengan dua gejala yang bisa diperiksa dengan mudah di rumah. Kedua tanda tersebut adalah kadar oksigen dalam darah dan laju pernapasan.

Sebelumnya, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menganjurkan agar pasien Covid-19 segera mencari pertolongan medis bila mengalami kesulitan bernapas dan nyeri atau tekanan yang persisten pada dada. Akan tetapi, kedua hal ini sering kali tak terjadi ketika pernapasan dan kadar oksigen darah menurun dan mencapai tingkat yang berbahaya.

Salah satu peneliti dan ahli kardiologi Dr Nona Sotoodehnia mengatakan, kebanyakan pasien Covid-19 tidak merasakan kesulitan bernapas. Meski mereka memiliki saturasi oksigen yang rendah, mereka bisa tidak merasakan gejala.

Bila mengikuti panduan CDC tersebut, pasien harus menunggu sampai ada gejala kesulitan bernapas untuk ke rumah sakit. Padahal, pada saat itu mungkin kadar oksigen darahnya sudah sangat rendah.

"Kita jadi kehilangan kesempatan untuk melakukan intervensi lebih dini dengan terapi yang menyelamatkan jiwa," jelas Dr Sotoodehnia, seperti dilansir Times Now News.

Oleh karena itu, tim peneliti dari University of Washington School of Medicine melakukan sebuah studi untuk mencari tahu tanda yang lebih bisa diandalkan dalam memberikan petunjuk penting bagi pasien Covid-19 dan keluarga. Misalnya, tanda yang dapat menunjukkan kemungkinan pasien akan mengalami perburukan atau tanda yang mengindikasikan bahwa pasien Covid-19 yang sedang isolasi mandiri di rumah harus dibawa ke rumah sakit.

Dalam studi ini, tim peneliti melibatkan 1.095 pasien Covid-19 berusia 18 tahun atau lebih tua yang dirawat di UW Medicine Hospitals dan Rush University Medical Center. Studi ini berlangsung sejak 1 Maret hingga 8 Juni 2020.

Baca Juga

Di antara para partisipan tersebut, ada cukup banyak pasien yang mengalami hipoksemia atau saturasi oksigen darah yang rendah, dengan angka 91 persen ke bawah. Tak sedikit pula pasien yang mengalami takipnea atau bernapas cepat dengan tolak ukur 23 kali napas per menit. Meski begitu, hanya sedikit dari para partisipan yang merasa sesak napas atau mengalami batuk.

Ada 197 partisipan yang meninggal akibat Covid-19 selama studi ini berlangsung. Setelah menganalisis data yang dimiliki, tim peneliti mendapati bahwa pasien Covid-19 yang mengalami hipoksemia memiliki risiko kematian 1,8-4,0 kali lebih besar dibandingkan pasien Covid-19 tanpa hipoksemia, tergantung kadar oksigen darah pasien.

Selain itu, pasien Covid-19 dengan takipnea memiliki risiko mortalitas 1,9-3,2 kali lebih besar dibandingkan pasien dengan laju pernapasan normal. Hampir semua pasien dengan hipoksemia dan takipnea membutuhkan oksigen tambahan.

"Kami memberikan oksigen tambahan kepada pasien untuk menjaga saturasi oksigen darah pada 92-96 persen," ujar Dr Sotoodehnia.

Berdasarkan temuan ini, Dr Sotoodehnia merekomendasikan orang-orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 untuk memiliki atau meminjam alat pulse oximeter. Terlebih bila pasien berisiko tinggi terhadap gejala berat karena memiliki komorbid seperti obesitas. Alat pulse oximeter bermanfaat untuk memantau kadar oksigen darah pasien Covid-19.

Cara lain yang lebih mudah untuk pemantauan mandiri di rumah adalah dengan mengukur laju pernapasan. Hitung berapa kali napas dilakukan dalam satu menit. Teman atau keluarga dapat memantau jumlah napas pasien selama satu menit ketika pasien fokus dengan aktivitas bernapas mereka.

"Bila Anda (pasien) mencapai 23 napas per menit, Anda perlu mengontak dokter Anda," jawab Dr Sotoodehnia.

 
Berita Terpopuler