Masa Depan Rakyat Palestina Usai Genosida Israel

Palestina menghadapi agresi dan genosida Israel terus menerus

YULIUS SATRIA WIJAYA/ANTARA
Palestina: Warga melintas di depan mural solidaritas untuk Palestina di Jalan Raya Jakarta-Bogor, Depok, Jawa Barat, Jumat (21/5/2021). Mural tersebut ditujukan sebagai bentuk solidaritas dan dukungan kepada warga Palestina atas serangan pasukan Israel.
Rep: Anadolu Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh Muhammad Mussa

LONDON -- Forum panel secara online yang dihadiri para akademisi dan aktivis membahas perjuangan Palestina yang sedang berlangsung dan politik apartheid Israel di abad ke-21, pada hari Jumat.

Mereka juga mempertimbangkan masa depan negara yang diduduki itu setelah berminggu-minggu mengalami kekerasan brutal dan serangan oleh negara Israel dan komunitas pemukim Yahudi garis keras.

Forum online yang diselenggarakan oleh Yayasan Cordoba dan CEO Anas Altikriti menampilkan profesor kritikus Israel yang terkenal Ilan Pappe dari Universitas Exeter, Phyllis Bennis dari Institut Studi Kebijakan di Washington, dan Ammar Al-Dwaik kepala Komisi Independen untuk Hak Asasi Manusia.

Pappe memaparkan sejarah singkat tentang pembersihan etnis Palestina di Palestina sebelum 1948 dan peristiwa Nakba, atau dikenal dengan Malapetaka, yang tak lama kemudian menyebabkan pengusiran massal orang-orang Palestina dari tanah mereka, penghancuran kota-kota dan desa-desa Palestina dan permulaan Kolonialisme para pemukim Zionis yang kemudian menjadi negara Israel.

“Saat ini, semakin kita memahami sifat gerakan Zionis dalam kaitannya dengan Israel sebagai proyek kolonialisme para pemukim - orang-orang yang datang dari seluruh Eropa ke tanah air orang lain [Palestina] dengan tujuan memiliki tanah tanpa rakyat. Dorongan seperti itu akhirnya mengarah pada tindakan pembersihan etnis,” kata Pappe.

“Sudah ada tindakan kecil pembersihan etnis oleh gerakan Zionis di bawah pemerintahan Inggris pada pertengahan 1920-an dan sebelum 1948, tetapi tentu saja pengusiran besar-besaran orang-orang Palestina terjadi dalam waktu sembilan bulan pada tahun 1948. Separuh dari desa-desa Palestina - lebih dari 500 desa- dihancurkan dalam pembersihan etnis," kata dia.

"Separuh dari populasi Palestina diusir dan sebagian besar kota dan ruang kota dihancurkan dan dibangun kembali untuk menampung para pemukim dari Eropa."

Tanggung jawab internasional dan apartheid Israel

Al-Dwaik mengungkapkan kelegaannya atas pengumuman gencatan senjata yang diharapkan mengakhiri serangan brutal dan membabi buta Israel di Gaza. Namun dia mengingatkan komunitas internasional bertanggung jawab untuk membantu membangun kembali wilayah yang miskin dan hancur itu.

Israel, kata dia, yang sebenarnya bertanggung jawab atas kematian dan kehancuran penduduk dan kota itu akan menolak untuk membangun kembali kota-kota yang sudah dia hancurkan.

"Mesin pembunuh dan perusak ini telah berhenti, tetapi sayangnya hal itu telah menyebabkan kerusakan besar-besaran pada infrastruktur di Gaza dan situasi bencana kemanusiaan yang tidak boleh diremehkan," kata dia.

BACA JUGA: Israel Hanya Menyisakan Sepetak Tanah untuk Palestina!

BACA JUGA: Terbantahkan dengan Tegas! Klaim Israel Penduduk Asli Palestina...

“Harus ada mobilisasi miliaran dolar untuk membangun kembali Gaza, yang luka-lukanya belum sembuh dari perang sebelumnya. Kami melihat siklus kehancuran dan rekonstruksi di wilayah tersebut dan ini adalah serangan sistematis dan menghancurkan keempat kalinya dalam 12 tahun. "

Aktivis hak asasi manusia juga mengingatkan dunia bahwa meskipun serangan telah berakhir, warga Palestina masih mengalami pembersihan etnis di tangan pasukan pendudukan Israel.

Warga Palestina masih diduduki secara militer dan mengalami penggusuran di Syekh Jarrah dan penggusuran di tempat lain akan terus berlanjut "tanpa konsekuensi apa pun kepada Israel karena dia menikmati kekebalan."

Gencatan senjata tidak mengatasi masalah-masalah yang telah terjadi saat ini dan warga Palestina harus berurusan dengan genosida yang sedang berlangsung tanpa dukungan apa pun, kata Al-Dwaik.

Bennis membahas kejahatan apartheid Israel dan mengatakan perhatian dan fokus internasional sekarang tertuju pada pelanggaran hukum internasional.

Komunitas internasional, terutama Amerika Serikat (AS), katanya, ikut terlibat dalam memungkinkan terjadinya apartheid di Israel dan wilayah pendudukan Palestina.

“Apartheid ada ketika Anda memiliki satu wilayah, satu kekuatan mengendalikan wilayah itu dan Anda memiliki dua sistem hukum berbeda yang berlaku untuk dua kelompok orang yang berbeda berdasarkan ras dan etnis mereka untuk tujuan dan dominasi satu kelompok ras atas yang lain. Begitulah gambaran kebijakan Israel terhadap Palestina, dari sungai hingga laut,” kata Bennis.

Apartheid Israel telah dibahas selama lebih dari 20 tahun oleh tokoh-tokoh internasional seperti Uskup Agung Desmond Tutu dan mantan pejuang dan pemimpin kemerdekaan Afrika Selatan Nelson Mandela, kata dia. 

Namun fenomena di Afrika Selatan itu telah meluas dalam beberapa tahun terakhir yang melibatkan pengingkaran hak-hak dasar dan fasilitas warga Palestina oleh pemukim Zionis ilegal seperti kebebasan bergerak, akses ke air dan listrik, serta kemampuan untuk melihat keluarga dan teman.

Setelah hampir dua minggu serangan udara dan serangan darat yang intens dan brutal, pemerintah Israel pada Kamis menyetujui gencatan senjata.

Hingga Jumat, setidaknya 243 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 1.700 lainnya terluka sejak 10 Mei, menurut pihak berwenang Palestina.

Gencatan senjata antara Israel dan Hamas, kelompok perlawanan Palestina, dimulai Jumat pagi.

Pasukan pendudukan Israel juga menargetkan jaringan listrik Gaza, membiarkannya tanpa listrik dan terputus dari seluruh dunia.

Israel menduduki Yerusalem Timur selama perang Arab-Israel 1967 dan mencaplok seluruh kota pada 1980 - sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh PBB dan internasional.

BACA JUGA: Israel Hanya Menyisakan Sepetak Tanah untuk Palestina!

BACA JUGA: Terbantahkan dengan Tegas! Klaim Israel Penduduk Asli Palestina...

 
Berita Terpopuler