Pakar: Klaim Israel Penduduk Asli Palestina Terbantahkan

Bangsa Yahudi bukan menjadi penduduk asli Palestina.

AP / Mahmoud Illean
Warga Palestina lari dari bom suara yang dilemparkan oleh polisi Israel di depan kuil Dome of the Rock di kompleks masjid al-Aqsa di Yerusalem, Jumat (21/5), ketika gencatan senjata mulai berlaku antara Hamas dan Israel setelah perang 11 hari. .
Rep: Meiliza Laveda Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen hubungan internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Gusti Eni Putri, membantah pengakuan bangsa Yahudi sebagai penduduk asli Palestina. Menurut ahli hukum internasional Yerusalem, Henry Catan, sebagaimana diungkapkan Gusti, bangsa Yahudi bukanlah penduduk asli Palestina.  Sebelum tahun 3000 Masehi, tuturnya, Palestina telah dihuni bangsa Kanaan dari Semenanjung Arab.

Baca Juga

Setelah itu, Palestina diduduki oleh bangsa Filistin dari Kepulauan Kreta di Laut Tengah. Ini yang menjadikan klaim Israel sebagai penduduk asli terbantahkan.

“Karena itu, reaksi bangsa Arab tidak menerima perlakuan Israel yang terus melakukan kependudukan pascakemerdekaan. Wilayah Arab juga semakin sempit,” kata Gusti dalam gelar wicara "Membaca Masa Depan Palestina" di kanal Youtube Republika Official, Sabtu (22/5).

Perlu diketahui, Israel dan Yahudi secara keseluruhan berbeda. Theodor Herzl mendirikan organisasi Zionis internasional pada 1882. Dia ingin warga Yahudi yang tersebar di seluruh dunia bersatu. Kemudian, dia membuat proposal mengadakan pertemuan Deklarasi Basel di Swiss. Zionisme dikembangkan sejak itu. Gerakan tersebut bertujuan untuk mengumpulkan bangsa Yahudi dan mendirikan negara Israel.

Ada beberapa negara alternatif lain selain Palestina Namun, Palestina yang diputuskan untuk menjadi negara satu-satunya yang dijanjikan Tuhan. “Politik ini hanya menggunakan jargon-jargon agama untuk melanggengkan kepentingan para Zionis mendirikan Israel,” ujar dia.

 

 

Karena lobinya dengan Inggris dan Prancis saat terjadi Perang Dunia I, Palestina belum diberikan. Sebab, wilayah Palestina masih di bawah Kekaisaran Ottoman. Kala itu, Sultan Abdul Hamid II menolak tawaran itu.

Sempat ditawarkan Uganda, tapi ada kekacauan terjadi di internal kaum Yahudi. Jika dilihat dari segi strategi, lokasi Palestina juga strategis. Ini juga yang menjadi pertimbangan Inggris untuk mengamankan Palestina.

Gusti menjelaskan, Zionis sebenarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu kultural dan politik. Zionis kultural adalah gerakan spiritual yang bertujuan untuk mengembangkan agama Yahudi dan tidak menginginkan sesuatu duniawi, termasuk mendirikan suatu negara. Sementara, Zionis politik adalah ideologi sekuler yang mengeksploitasi nilai-nilai dan teks agama Yahudi untuk tujuan pragmatis.

“Mereka hanya menggunakan dalil-dalil agama untuk mendirikan kepentingan negara Israel. Target yang ingin dicapai Zionis politik adalah Yerusalem menjadi ibu kota Israel,” ucap dia.

Selain itu, Israel pun suka menggunakan simbol-simbol. Logo bintang bendernya adalah bintang David dan garis biru di bendera itu sebagai Sungai Efrat dan Sungai Nil. Tidak heran, Dataran Tinggi Golan dianeksasi karena termasuk wilayah yang diklaim sebagai Tanah yang Dijanjikan.

 

 

“Untuk memuluskan tujuan Zionis politik ini dengan mendekati orang-orang pemenang Perang Dunia I. Saat itu, PD I belum selesai, tapi Inggris mengadakan Deklarasi Balfour yang menyatakan Israel boleh mendirikan negara di Palestina. Padahal, PD I baru selesai tahun 1918,” kata dia menambahkan.

 

Sejak Deklarasi Balfour, upaya-upaya para Zionis ini semakin berkembang hingga menjadi konflik rumit saat ini yang perlu diselesaikan oleh semua pihak. 

 
Berita Terpopuler