Ini Alasan Pemerintah Biarkan Tempat Wisata Buka

Satgas Covid-19 mengaku kebijakan membuka wisata diambil karena alasan ekonomi.

Antara/Iggoy el Fitra
Sejumlah wisatawan bermain di Pantai Air Manis, Padang, Sumatra Barat, Rabu (19/5/2021). Objek wisata Pantai Malin Kundang itu kembali dibuka dan ramai pengunjung setelah sempat ditutup saat Lebaran.
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melarang mudik Lebaran selama 6-17 Mei lalu, tetapi memperbolehkan tempat wisata hingga tempat perbelanjaan tetap beroperasi selama periode yang sama meski sama-sama bisa menimbulkan keramaian. Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengaku kebijakan ini diambil karena alasan ekonomi.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi mengaku, pemerintah tidak mungkin menutup semua aktivitas selama periode mudik Lebaran. Sebab, menutup semua aktivitas membuat ekonomi tidak bergerak, rakyat bukan hanya berisiko terpapar Covid-19, melainkan juga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Baca Juga

"Jadi, ekonomi harus tetap bergerak, tetapi kami selalu memohon di sinilah pentingnya perubahan perilaku," katanya saat mengisi konferensi virtual FMB9 bertema "Terus Kencangkan Protokol Kesehatan", Kamis (20/5).

Meski menghadapi tantangan ini, pihaknya mengaku telah mengimbau satgas dan pengelola tempat-tempat wisata. Menurutnya, pertemuan antara penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi bisa terjadi apabila para pelaku ekonomi melaksanakan protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, pihaknya telah menetapkan protokol kesehatan yang tidak main-main karena didasarkan pada kajian dan evidence based. "Misalnya, kami selalu mengingatkan satgas daerah, pengelola tempat wisata. Walaupun tempatnya dibuka, jangan sampai melampaui kapasitas 50 persen," ujarnya.

Selain itu, pihaknya hanya memperbolehkan tempat-tempat ini dibuka di zona hijau dan kuning. Sedangkan, di zona oranye dan merah dilarang buka, bahkan pihaknya juga melarang tempat publik beroperasi. Kendati demikian, ia mengakui kadang masalah yang ditemui di lapangan adalah penjualan karcis tiket di lokasi.

Ia mengakui seringkali orang yang memiliki rencana berwisata yang tidak menduga terjadi kerumunan harus ikut dalam keramaian ini. Oleh karena itu, untuk bisa membatasi pengunjung, Satgas meminta pengelola tempat wisata bisa menjual tiket secara dalam jaringan (daring). Tujuannya, dia melanjutkan, supaya tahu berapa penjualan tiket di hari itu kemudian menghentikan penjualan ketika sudah mencapai batas maksimum 50 persen. Bahkan, ia mengakui ada beberapa kebijakan tempat wisata hanya boleh diisi 30 persen pengunjung.

"Jadi, harus ada adaptasi kebiasaan baru, jangan melakukan kebiasaan yang lama tetapi harapannya bisa mematuhi protokol kesehatan. Kalau menjual tiket di loket maka itu sulit diterapkan karena semua orang datang tanpa ekspektasi ada kerumunan pengunjung," ujarnya.

Tak hanya di tempat wisata ia menyebutkan kerumunan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, sebelum lebaran beberapa waktu lalu juga terjadi karena pengunjung berpikir hari yang baik untuk berbelanja dan tidak ada penumpukan pengunjung. Oleh karena itu, Sonny meminta pengelola tempat-tempat ini memiliki strategi dan upaya untuk adaptasi kebiasaan baru.

"Sehingga, aktivitas usaha bisa berjalan tetapi protokol kesehatan benar-benar dilaksanakan," ujarnya.

 
Berita Terpopuler