Akun Sejumlah Pegiat Anti Korupsi Diretas

Akun sejumlah pegiat antikorupsi yang lantang lawan TWK pegawai KPK diretas.

Republika/Flori Sidebang
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid
Rep: Dian Fath Risalah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah aktivis antikorupsi mengalami upaya peretasan saat melaksanakan konferensi pers daring  bersama delapan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (17/5). kemarin.  Upaya peretasan dialami oleh anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) hingga para mantan pimpinan KPK yang jadi pembicara dalam konferensi pers yang menyikapi upaya pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Baca Juga

Pembicara yang hadir dalam ruangan zoom yakni enam mantan pimpinan KPK yakni Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja, Saut Situmorang, Moch Jasin, Bambang Widjijanto dan Agus Rahardjo. Sementara itu peneliti ICW yang hadir yakni Nisa Zonzoa, Kurnia Ramadhana, dan Tamima.

Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid memandanv peretasan dan percobaan akun media sosial para aktivis yang mengkritik tes wawasan kebangsaan KPK adalah pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. 

"Ini bukan pertama kalinya orang yang lantang mengkritik kebijakan pemerintah mengalami peretasan dan serangan digital lainnya. Kami memandang serangan seperti ini dapat dilihat sebagai pembungkaman kritik," kata Usman yang juga merupakan Ketua Dewan Pengurus lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) dalam keterangannya, Selasa (18/5). 

"Jika Presiden Jokowi benar-benar berkomitmen untuk melindungi dan menjamin kebebasan berekspresi maka Pemerintah dan aparat penegak hukum harus mengusut kasus ini secara transparan dan bisa dipertanggungjawabkan. Semua pelaku peretasan wajib ditangkap, diproses dengan adil dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku," ujar Usman. 

Peneliti ICW Wana Alamsyah mengungkapkan upaya peretasan yang dilakukan sepanjang jalannya konferensi pers pada Senin kemarin. Setidaknya ada sembilan pola peretasan atau gangguan yang dialami. 

Awalnya, peretas menggunakan nama para pembicara untuk masuk ke media zoom. Kemudian, menggunakan nama para staf ICW untuk masuk ke media zoom. Ketiga, menunjukkan foto dan video porno di dalam ruangan zoom. Keempat, mematikan mic dan video para pembicara.

"Kelima, membajak akun ojek online Nisa Rizkiah puluhan kali guna menganggu konsentrasinya sebagai moderator acara. Keenam, mengambil alih akun whatsapp kurang lebih 8 orang staf ICW," kata Wana dalam keterangannya, Selasa (18/5).

Ketujuh, lanjut Wana, beberapa orang yang nomor WhatsApp-nya diretas sempat mendapatkan telepon masuk menggunakan nomor luar negeri (Amerika Serikat) dan juga puluhan kali dari nomor asal salah satu provider dalam negeri.

Kedelapan, percobaan mengambil alih akun Telegram dan e-mail beberapa staf ICW. Namun, ungkap Wana upaya pengambialihan itu gagal.  "Sembilan, tautan yang diberikan kepada pembicara Abraham Samad tidak dapat diakses tanpa alasan yang jelas," kata Wana.

Wana mengatakan upaya pembajakan ini bukan kali pertama terjadi pada aktivis masyarakat sipil. Sebelumnya pada kontroversi proses pemilihan Pimpinan KPK, revisi UU KPK tahun 2019, UU Minerba, serta UU Cipta Kerja praktik ini pernah terjadi. 

"Peretasan hari ini bukan hanya dialami oleh ICW saja, anggota LBH Jakarta dan Lokataru pun mengalami hal yang serupa," ungkapnya.

ICW menduga peretasan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak sepakat dengan advokasi masyarakat sipil terkait penguatan pemberantasan korupsi. ICW memandang pembungkaman suara kritis warga melalui serangan digital merupakan cara baru yang anti-demokrasi. 

"Maka dari itu, kami mengecam segala tindakan-tindakan itu dan mendesak agar penegak hukum menelusuri serta menindak pihak yang ingin berusaha untuk membatasi  suara kritis warga negara," tegasnya.

 

 
Berita Terpopuler