Kelebihan dan Kekurangan NFT Sebagai Aset Digital

Sejak November 2017, ada total 196 juta dolar AS yang dibelanjakan untuk NFT.

David Roth
Meme internet disaster girl laku Rp 7,2 miliar sebagai NFT.
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran teknologi blockchain memunculkan tren berupa non-fungible token (NFT) sebagai aset digital baru. NFT adalah aset di gital yang mewakili berbagai macam barang berwujud dan tidak berwujud yang memiliki keunikan.

NFT saat ini menjadi sangat populer di kalangan pengguna dan perusahaan kripto karena mampu merevolusi bidang gaming dan collectibles. Sejak November 2017, ada total 196 juta dolar AS yang dibelanjakan untuk NFT menurut NonFungible.com.

Baca Juga

"Ketika berbicara tentang dunia barang koleksi dan gaming, NFT disebut sebagai barang koleksi digital. NFT itu asik untuk dimiliki, dikoleksi, disimpan, atau dijual kembali," ujar Entreprenuer sekaligus pemilik Dallas Mavericks, Mark Cuban, dalam Ethereal Virtual Summit.

Masing-masing NFT memiliki keunikannya sendiri dan berbeda dari NFT yang lain. Sebuah NFT juga tidak akan sama dengan NFT lainnya, baik dalam hal properti maupun nilai.

Karena setiap NFT diberikan digital hash yang membedakannya dari NFT lain. Fitur pembeda ini memungkinkan NFT untuk dapat memiliki sejarahnya tersendiri.

Kekurangan NFT:

1. Likuiditas
Salah satu masalah NFT adalah tingkat likuiditasnya. NFT dianggap aset yang tidak likuid karena siapa pun yang membeli NFT belum tentu akan bisa menjualnya.

2. Overspeculation
Karena sifat NFT yang non-fungible, NFT sangat rentan terhadap overspeculation. Hal ini terjadi karena orang menetapkan harga NFT secara kualitatif, bukan kuantitatif.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan evaluasi eksternal. Misalnya, dalam investasi seni yang tradisional, kolektor dapat mengevaluasi nilai seni dengan mengumpulkan data evaluasi eksternal seperti arsip seniman, berita pameran, dan hasil lelang.

3. Pembajakan Digital atau Pencurian Identitas Seniman
Saat ini, NFT masih dalam tahap pengembangan pertama karena penggunaan massal NFT baru booming kurang dari setahun. Secara prinsip, NFT hanyalah mekanisme sederhana dalam menentukan kepemilikan sebuah konten digital.

Proses ini berkisar pada smart contracts yang memberikan tanda tangan digital ke konten digital. Tidak ada mekanisme untuk menangani pembajakan digital atau penipu yang menyamar sebagai seniman tertentu.

Siapa pun dapat membuat NFT tentang apa saja dan menjualnya di marketplace. Oleh karena itu, orang yang tertarik membeli NFT harus berhati-hati dan menggabungkan NFT dengan konsep decentralized finance (DeFi). Karena, DeFi dapat menyediakan likuiditas untuk NFT dengan cara aset NFT yang berkualitas tinggi dan diakui secara luas.

4. Masalah Penyimpanan
Jika seseorang membeli NFT dari marketplace tertentu, NFT yang dibeli akan disimpan di dalam wallet yang di marketplace itu saja. Tidak ada mekanisme penyimpanan NFT yang terdesentralisasi. Hal ini menciptakan masalah sentralisasi, di mana peretas dapat memanipulasi pengguna untuk menyerahkan kredensial mereka, kemudian mengakses akun kita.

Dikutip dari the Verge, hal ini terjadi di platform Nifty Gateway, saat sejumlah akun Twitter mulai mengetwit tentang hilangnya NFT di akun mereka pada Maret 2021. Seorang pengguna Twitter, bahkan mengeklaim telah kehilangan koleksi NFT-nya senilai lebih dari 150 ribu dolar AS.

Aset Fungible Vs Non-Fungible
Fungibility dalam bahasa Indonesia berarti "kesepadanan". Hal ini diartikan satu unit individu pada dasarnya dapat dipertukarkan, dan setiap bagiannya tidak dapat dibedakan dari bagian lain. Contohnya, adalah mata uang fiat yang saat ini kita miliki.

Uang pecahan Rp 10 ribu nilainya sama dengan uang Rp10 ribu yang disimpan di rekening bank, atau uang Rp 10 ribu yang ada di dalam dompet Anda. Seseorang dapat menukar uang Rp 10 ribu dengan orang lain tanpa mengubah karakteristik fundamental penggunaannya, sehingga membuat mata uang fiat menjadi aset yang fungible.

Di sisi lain, ada aset non-fungible (yang tidak sepadan). Contoh dalam dunia nyata berupa barang sehari-hari yang dimiliki orang. Misalnya, kaus bertanda tangan seseorang dari konser artis favoritnya, album polaroid kenangan berharga seseorang, atau tiket kursi yang dibeli seseorang untuk menghadiri acara olahraga.

Tidak satu pun dari item itu dapat dipertukarkan dengan cara yang sama karena ada aspek keunikan di barang-barang tersebut.

 
Berita Terpopuler