Nasib 75 Pegawai KPK Kini Seperti Dipingpong

KPK menyerahkan nasib 75 pegawai tak lulus tes wawasan kebangsaan ke Kemenpan RB.

Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Ketua KPK Firli Bahuri (kanan) bersama anggota Dewan Pengawas Indriyanto Seno Adji (kedua kiri) dan Sekjen Cahya Hardianto Harefa (kiri) meninggalkan ruangan usai memberikan keterangan pers mengenai hasil penilaian Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Dari 1351 pegawai KPK, sebanyak 1274 peserta berhasil memenuhi syarat dan 75 peserta tidak memenuhi syarat sementara dua orang tidak mengikuti tes.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Rizkyan Adiyudha, Haura Hafizhah, Fauziah Mursid

KPK pada hari ini mengumumkan bahwa ada 75 pegawainya yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). Tes itu menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil nasional (ASN).

"Untuk 75 nama kami akan sampaikan melalui sekjen setelah surat keputusan keluar karena kami tidak ingin menebar isu," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/5).

Baca Juga

Selain menolak mengungkap nama-nama ke-75 pegawai yang tidak lulus tes, Firli menegaskan, pihaknya sampai hari ini belum mengambil langkah pemecatan terhadap mereka.

"Sampai hari ini tidak pernah ada proses pemecatan. KPK tidak pernah berbicara memberhentikan orang tidak hormat, tidak ada," kata Firli.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, tes dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK. Hasilnya, sambung dia, sebanyak 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat dan 75 orang dinilai tidak memenuhi syarat.

"Pegawai yang tidak hadir wawancara sebanyak 2 orang," kata Ghufron lagi.

KPK kemudian memutuskan untuk menyerahkan 75 nama yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Langkah ini berdasarkan keputusan rapat pimpinan bersama Dewan Pengawas (Dewas) dan pejabat struktural KPK.

"KPK akan melakukan koordinasi dengan KemenPAN RB dan BKN terkait tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat)," kata Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa dalam konferensi pers, Rabu (5/5).

Cahya mengatakan, selama belum ada penjelasan dari KemenPAN RB dan BKN, maka KPK tidak akan memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus tersebut. Dia melanjutkan, keputusan terkait 75 nama itu akan diserahkan ke kementerian untuk diproses sesuai undang-undang.

"KPK sampai saat ini tidak pernah menyatakan melakukan pemecatan terhadap pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sampai dengan keputusan lebih lanjut sesuai dengan perundang-undangan terkait ASN," katanya.

Berdasarkan informasi ada sejumlah pegawai KPK yang harus dipecat lantaran tidak lulus. Mereka yang diberhentikan termasuk penyidik senior, Novel Baswedan, sejumlah kepala satuan tugas, pengurus inti wadah pegawai KPK serta pegawai KPK yang berintegritas dan berprestasi lainnya.

KPK - (republika/mgrol100)

Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menanggapi pernyataan KPK yang akan menyerahkan nasib 75 pegawai tidak lulus tes wawasan kebangsaan kepada Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Menurutnya, nasib 75 pegawai tersebut bukan tanggung jawab Kemenpan RB, melainkan kewenangan pimpinan KPK.

"Sedang akan diklarifikasi hal tersebut maksudnya apa? Dasarnya nasib 75 pegawai KPK tersebut merupakan kewenangan pimpinan KPK. Sebagaimana terdapat peraturan KPK yaitu Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN)," kata Tjahjo saat dihubungi Republika, Rabu (5/5).

Tjahjo menegaskan, masalah kepegawaian sifatnya adalah urusan internal KPK. Sehingga, yang dapat mengambil keputusan atas nasib 75 pegawai tersebut adalah KPK.

"Ini urusan KPK. Kemenpan RB tidak ikut dalam proses tes pegawai KPK terkait wawasan kebangsaan," kata dia.

Tjahjo menjelaskan dasar pelaksanaan tes peralihan status pegawai KPK menjadi ASN tersebut adalah Peraturan KPK. Sementara, KemenPAN RB sejak awal tidak ikut dalam proses peralihan tersebut.

Dalam tes wawasan kebangsaan juga, kata Tjahjo, KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan lembaga lainnya. Hasil tes pun sudah diserahkan kepada pimpinan KPK.

Karena itu, ia menilai sesuai peraturan KPK maka kewenangan menentukan hasilnya merupakan kewenangan pimpinan KPK. Tjahjo pun mempertanyakan alasan KPK mengembalikan keputusan kepada KemenPAN RB.

“Keputusan dari tim wawancara tes. Hasil diserahkan ke pimpinan KPK. Ya sudah selesai kok dikembalikan ke PANRB, dasar hukumnya apa? Ini kan intern rumah tangga KPK,” ungkapnya.

Wadah Pegawai KPK memandang tes wawasan kebangsaan tidak terlepas dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK atau UU 19/2019 berlaku.

"Hal tersebut mengingat tes ini dapat berfungsi untuk menjadi filter untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas, profesional serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK," kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap dalam keterangannya, Rabu (5/5).

Yudi menekankan, sikap Wadah Pegawai KPK terkait tes wawasan kebangsaan sejak awal tertuang dalam surat Nomor 841 /WP/A/3/2021 yang dikirimkan kepada pimpinan KPK pada 4 Maret 2021, serta penjelasan dalam berbagai forum. Surat tersebut pada pokoknya berisi, pertama, tes wawasan kebangsaan berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis.

Kedua, tes wawasan kebangsaan yang menjadi ukuran baru untuk lulus maupun tidak lulus melanggar 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan  perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dan bahkan UU KPK itu sendiri. Karena, UU KPK maupun PP 41/2020 terkait pelaksanan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK.

"TWK baru muncul dalam Peraturan Komisi nomor 1 tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukan TWK sebagai suatu kewajiban?" kata Yudi.

Ketiga, lanjut Yudi, tes wawasan kebangsaan tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya. Lebih lanjut, menurut Yudi, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menyatakan pengalihan status tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.

Hal itu bahkan tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada Selasa (4/5).

Yudi menyebutkan, berkaitan dengan hal tersebut sudah seharusnya Pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum menjalankan putusan MK secara konsisten dengan tidak menggunakan tes wawasan kebangsaan sebagai ukuran baru dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak pegawai KPK.

"Pemberantasan korupsi tidak bisa dipisahkan dari konteks intsitusi dan aparatur berintegritas dalam pemenuhannya. Segala upaya yang berpotensi menghambat pemberantasan korupsi harus ditolak," tegas Yudi.

Kinerja KPK menjadi sorotan publik. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

 
Berita Terpopuler