Alih Status ASN Digocek Firli Cs Jadi Skrining Pegawai KPK

Tes wawasan kebangsaan pegawai dinilai telah melampaui amanat UU KPK.

Dhemas Reviyanto/ANTARA
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) bersama Irjen Kemenkeu Sumiyati (kiri) dan Dirjen Pajak Suryo Utomo (kanan) bersiap memulai konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/5/2021). KPK menetapkan Angin Prayitno Aji dan lima orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 di Direktorat Jenderal Pajak.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Haura Hafizhah

Inisiatif pimpinan KPK di bawah komando ketuanya, Firli Bahuri yang menggelar tes wawasan kebangsaan dikritisi oleh Koalisi Save KPK. Firli Bahuri cs dinilai telah melebihi amanat UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK terkait alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil nasional (ASN).

Ketua YLBHI Asfinawati menilai, bahwa apa yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri dengan menggelar tes wawasan kebangsaan telah melampaui UU KPK. Ia menegaskan, UU KPK hasil revisi tidak menyebutkan perintah tes wawasan kebangsaan dalam peralihan status pegawai KPK.

Baca Juga

"Jadi ketika pemberhentian itu dilakukan tidak melalui hukum maka memberhentikan orang melalui TWK itu ya melampaui wewenang dia," kata Asfinawati, Rabu (5/5).

Asfinawati berpendapat, tes tersebut merupakan serangan balasan dari para koruptor terhadap KPK. Dia meminta KPK segera mengumumkan hasil tes tersebut agar dapat segera membandingkan peran setiap orang dalam menjaga integritas KPK dalam agenda pemberantasan korupsi.

"Jadi sebenarnya pimpinan KPK sekarang adalah aktor lapangan untuk menuntaskan skenario pelemahan KPK," katanya.

Koalisi juga menilai Firli Bahuri memiliki kepentingan dan agenda pribadi untuk membuang para pegawai yang sedang menangani perkara besar melibatkan oknum-oknum yang sedang berkuasa.

"Langkah keliru Ketua KPK ini semakin menambah catatan suram lembaga antirasuah di bawah komandonya," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Rabu (5/5).

Dia mengatakan, Firli Bahuri selaku Ketua KPK wajib mematuhi aturan hukum dan putusan MK. Putusan, sambung dia, menegaskan bahwa peralihan status kepegawaian tidak boleh merugikan pegawai itu sendiri.

Yang dilakukan KPK, kata Kurnia, seharusnya bukan menyeleksi tapi memberikan asesmen terhadap pegawai dalam peralihan status menjadi ASN tersebut. Namun, yang terjadi justru terbitnya Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 sebagai dasar tes wawasan kebangsaan.

"Kami juga meminta menghentikan segala bentuk pembusukan KPK dengan menyingkirkan pegawai-pegawai yang tercatat dalam sejarah adalah figur yang memiliki integritas dan komitmen tinggi bagi pemberantasan korupsi. Seharusnya hal-hal seperti ini diungkap dan diinvestigasi secara terbuka," katanya.

Seperti diketahui, berdasarkan informasi ada sejumlah pegawai KPK yang akan dipecat lantaran tidak lolos TWK. Mereka yang diberhentikan termasuk penyidik senior, Novel Baswedan, sejumlah kepala satuan tugas, pengurus inti wadah pegawai KPK serta pegawai KPK yang berintegritas dan berprestasi lainnya.

Dalam tes tersebut muncul sejumlah soal yang dinilai janggal lantaran tidak berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi pemebrantasan korupsi. Di antara pertanyaan yang muncul yakni pandangan pegawai seputar Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab, HTI, kepercayaan tionghoa, doa qunut dalam shalat hingga LGBT.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan, bahwa tes wawasan kebangsaan KPK semestinya tidak boleh dijadikan alat skrining ideologi seseorang untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang dianggap memiliki pandangan politik berbeda dengan pemerintah.

"Itu sama saja mundur ke era pra-reformasi, tepatnya pada 1990, ketika setiap pegawai negeri harus melalui litsus atau penelitian khusus atau bersih lingkungan yang diskriminatif. Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (4/5).

Kemudian, ia melanjutkan, hal ini jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang. Dan menurut standar hak asasi manusia international maupun hukum di Indonesia, pekerja seharusnya dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensinya bukan kemurnian ideologisnya.

"Di masa lalu, litsus semacam ini menimbulkan masalah ideologis atas pendidikan dan menjauhkan banyak orang yang memenuhi syarat sebagai pegawai negeri akibat kriteria yang tidak jelas dan diterapkan secara tidak merata. Mengapa hanya KPK? Ada apa?," kata dia.

KPK - (republika/mgrol100)

KPK hari ini mengumumkan bahwa ada 75 pegawai KPK  tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Namun, lembaga antirasuah itu enggan mengungkapkan puluhan nama yang gagal dalam tes wawasan kebangsaan tersebut.

"Untuk 75 nama kami akan sampaikan melalui sekjen setelah surat keputusan keluar karena kami tidak ingin menebar isu," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/5).

Firli beralasan, KPK menjunjung tinggi penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Dia mengaku khawatir pengungkapan nama-nama pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan akan berdampak pada keluarga dan lingkungan sekitar pegawai tersebut.

Dalam kesempatan itu, Firli sekaligus menepis isu pemecatan terhadap 75 nama-nama yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Komisaris Jendral Polisi itu mengatakan, KPK hingga hari ini belum memiliki niatan untuk memecat para pegawai yang gagal dalam tes dimaksud.

"Sampai hari ini tidak pernah ada proses pemecatan. KPK tidak pernah berbicara memberhentikan orang tidak hormat, tidak ada," kata Firli.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan bahwa syarat yang harus dipenuhi pegawai KPK agar lulus asesmen tes wawasan kebangsaan untuk menjadi ASN yakni setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintah yang sah. Dia juga harus tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan serta memiliki integritas dan moralitas yang baik.

Dia mengatakan, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam melaksanakan tes wawasan kebangsaan melibatkan banyak unsur instansi. Lanjutnya, ada beberapa aspek yang diukur dalam asesmen TWK yakni integritas, netralitas ASN dan anti radikalisme.

Menurutnya, bahwa ada lima instansi pelaksana asesmen tes wawasan kebangsaan pegawai KPK bersama BKN RI. Kelima pelaksana itu terbagi dalam tiga kelompok peran.

Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat dan Badan Intelijen Strategis TNI berperan dalam pelaksanaan tes indeks moderasi bernegara dan integritas; Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berperan dalam pelaksanaan Profilin.

Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berperan dalam pelaksanaan wawancara pegawai KPK; BKN RI bersama BIN, BNPT, BAIS, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat dan Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat menjadi tim observer hasil asesmen TWK pegawai KPK.

Ghufron menjelaskan, tes dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK. Hasilnya, sambung dia, sebanyak 1,274 orang dinyatakan memenuhi syarat dan 75 orang dinilai tidak memenuhi syarat.

"Pegawai yang tidak hadir wawancara sebanyak 2 orang," kata Ghufron lagi.

Kinerja KPK menjadi sorotan publik. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

 
Berita Terpopuler