Analisis Ekonomi Indonesia Kuartal I 2021

Indonesia mencatat kontraksi alias pertumbuhan ekonomi minus pada kuartai I 2021

Republika/Agung Supriyanto
Pengamat Ekonomi dan Perbankan Ryan Kiryanto
Red: Elba Damhuri

Oleh : Ryan Kiryanto, Pengamat Ekonomi dan Perbankan

REPUBLIKA.CO.ID --- Rilis BPS pada Rabu hari ini (5/5) tentang kontraksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama 2021 (Q1-2021) sebesar 0,74 persen (yoy) sudah sesuai ekspektasi.

Bahkan, realisasi PDB Indonesia Q1-2021 sebesar minus 0,74 persen (yoy) patut disyukuri karena tercapai di tengah masa pandemi yang masih melanda Indonesia. Sebagai penjelas, kondisi ekonomi Indonesia pada Q1-2020 lalu masih sehat, sementara di Q1-2021 sedang dalam fase pemulihan.

Untuk diketahui, perekonomian Indonesia berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku Q1-2021 mencapai Rp3 969,1 triliun. Jumlah nominal yang relatif stabil dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya. Sementara, ekonomi Indonesia Q1-2021 terhadap Q4-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,96 persen (qtq).  

Dengan demikian, secara kumulatif pertumbuhan nominal PDB maupun secara persentase untuk posisi Q1-2021 cukup menggembirakan karena besaran kontraksinya yang rendah.

Memang PDB yang minus ini melanjutkan kontraksi pada kuartal-kuartal sebelumnya. Namun, besaran kontraksinya semakin mengecil atau membaik. Dengan kata lain, arah pertumbuhan ekonomi sudah pada jalur yang benar.

Bahwa dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 13,12 persen. Hal ini logis karena kebijakan pembatasan mobilitas sosial di sejumlah daerah (terutama di Jawa) membuat aktivitas pada sektor transportasi dan pergudangan terpengaruh. 

Juga apabila dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Jasa Pendidikan sebesar 13,04 persen pun logis, karena sistem atau tata cara pembelajaran masih berlangsung secara daring atau online dengan semua implikasinya. 

Kebijakan pembatasan mobilitas sosial pun memberikan dampak negatif ke belanja pemerintah secara kuartalan, di mana dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 43,35 persen (qtq). 

Bisa dimaknai bahwa kegiatan belanja pemerintah pada Q4-2020 sangat optimal menjelang tutup tahun 2020, sementara pada Q1-2021 kegiatan belanja pemerintah melalui kementerian/lembaga sedang dalam fase awal kegiatan belanja karena sebagian proyek yang didanai dari anggaran pemerintah juga baru dimulai.

 

Yang juga perlu menjadi perhatian, struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada Q1-2021 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa sebesar 58,70 persen, dengan kinerja ekonomi yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,83 persen (yoy). Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan PDB nasional yang sebesar 0,74 persen (yoy). 

Alhasil, secara kumulatif PDB Indonesia hanya mampu tumbuh minus 0,74 persen (yoy), meskipun kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua mampu mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 8,97 persen (yoy) dengan peranan sebesar 2,44 persen terhadap total PDB.

Bahwa beberapa lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif, yaitu Informasi dan Komunikasi sebesar 8,72 persen; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 5,49 persen; dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 3,64 persen. Hal ini tidak terlalu mengejutkan karena ketiga lapangan usaha tersebut justru terdampak positif oleh pandemi Covid-19. 

Dengan kata lain, ketiga lapangan usaha tersebut termasuk ke dalam kelompok the winners pada masa pandemi.

Diyakini, PDB Indonesia pada Q2-2021 akan tumbuh lebih kuat dan ekspansif dengan perkiraan awal pada rentang 5,0-7,0 persen (yoy) jika dibandingkan realisasi PDB Q2-2020 yang rendah pada level minus 5,32 persen (yoy). 

 

Program vaksinasi sebagai game changer menjadi faktor utama untuk menstimulasi aktivitas ekonomi dan sosial dengan tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes).

Relaksasi kebijakan sinergis pemerintah (dari sisi kebijakan fiskal), Otoritas Jasa Keuangan (dari sisi kebijakan sektor keuangan), dan Bank Indonesia (dari sisi kebijakan moneter) yang akomodatif, countercyclical dan forward looking menjadi game changer tambahan untuk mendorong kegiatan pada sektor riil. 

Indikasinya sudah terlihat dari perbaikan level Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia ke level 54,6 dari sebelumnya 53,2 (Maret 2021), yang berarti ada di zona ekspansi.

Pembelian mobil juga terpantau meningkat pascapemberlakuan kebijakan keringanan PPnBM yang diperkuat dengan relaksasi kebijakan sektor keuangan. 

Secara sektoral, stimulus kebijakan untuk sektor otomotif dan properti diharapkan mampu menjadi lokomotif kegiatan pada sektor industri pengolahan dengan multiplier effects-nya yang luas.

 

 
Berita Terpopuler