Badai Covid-19 India yang Disebut WHO 'Heart Breaking'

Puncak badai Covid-19 di India diperkirakan terjadi pertengahan Mei.

AP Photo/Anupam Nath
Petugas kota bersiap menguburkan jenazah orang yang meninggal karena Covid-19 di Gauhati, India, Ahad (25/4). PM India Narendra Modi mengatakan India memasuki kondisi badai Covid-19.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Indira Rezkisari, Dwina Agustin, Sapto Andika Candra, Antara

India sudah mengerahkan tentaranya sejak kemarin (26/4) untuk membantu penanganan virus corona. Sejumlah negara, seperti Inggris, Jerman, dan Amerika sudah mengirimkan bantuan medis darurat untuk membantu penanganan kasus Covid-19 yang membuat rumah sakit di India kewalahan.

Situasi di negara paling padat kedua di dunia itu disebut oleh Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, 'heart breaking' atau menyedihkan hati. Ia mengatakan, WHO sudah mengirimkan tambahan staf dan suplai alat kesehatan, termasuk perangkat oxygen concentrator.

Dalam pertemuan dengan PM India Narendra Modi, Kepala Staf Pertahanan Jenderal Bipin Rawat mengatakan oksigen akan dikirimkan ke rumah sakit dari cadangan milik tentara. Mantan personel militer tentara untuk akan bergabung terjun ke pusat-pusat kesehatan untuk membantu perawatan pasien Covid-19.

Bila memungkinkan, infrastruktur medis militer akan disediakan bagi masyarakat sipil, bunyi pernyataan pemerintah saat infeksi virus corona memasuki puncak rekor pada hari kelima. Menteri Kesehatan Harsh Vardhan mengatakan lewat akun Twitter-nya, udara, rel, jalan, laut, surga, dan bumi akan dipindahkan untuk mengatasi tantangan akibat Covid-19.

Modi mengatakan, sudah berbicara dengan Presiden AS Joe Biden tentang krisis Covid-19 di India. Mereka membahas mengenai pasokan bagi bahan baku vaksin dan obat Covid-19. Pada Ahad, Biden mengatakan Amerika akan mengirimkan pasokan medis ke India.

Modi pun mendesak seluruh warga mau divaksin dan waspada terhadap badai infeksi. Sementara itu, rumah sakit dan dokter di kawasan utara India mengeluarkan pernyataan mereka sudah tidak sanggup berhadapan dengan situasi. Di beberapa kawasan yang paling parah, jenazah pasien Covid-19 dibakar secara massal di lokasi yang sengaja dibuat untuk itu.

Stasiun televisi NDTV menyiarkan gambar tiga orang petugas kesehatan di negara bagian di Timur dari Bihar menyeret jenazah di tanah menuju proses kremasi. Petugas mengalami kekurangan tandu, dikutip dari Reuters, Selasa (27/4).

Baca Juga

Baca juga: Eropa Resmi Gugat AstraZeneca

"Kalau Anda belum pernah melihat kremasi, bau kematian seperti tidak pernah meninggalkan Anda," kata Vipin Narang, profesor sains politik di Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika, lewat Twitter. "Hati saya berduka untuk semua teman dan kelarga di India yang mengalami neraka ini."

Kemarin, dalam waktu 24 jam terakhir jumlah kasus Covid-19 bertambah 352.991 orang. Gelombang kedua pandemi Covid-19 di India diperkirakan mencapai puncaknya pada pertengahan Mei, seperti dilaporkan media setempat.

Berbagai prediksi muncul saat pertemuan antara PM Modi dan para menteri utama negara bagian India yang terdampak pandemi paling parah menunjukkan bahwa setelah negara bagian Maharashtra, Gujarat, serta Ibu Kota New Delhi, negara bagian Uttar Pradesh akan menjadi titik infeksi utama dengan 190 ribu lebih kasus baru Covid-19 terkonfimasi dilaporkan setiap hari.

Begitu mencapai puncak, kasus harian Covid-19 di negara Asia itu diperkirakan naik menjadi 500 ribu dan mungkin baru mereda antara Juni dan Juli. Menurut lansiran media, perkiraan itu dipersentasikan oleh pejabat pemerintah federal senior dalam rapat Ahad, di mana para pejabat sepakat bahwa negara bagian dengan penduduk terpadat mempunyai risiko tertentu; dan, infrastruktur kesehatan di negara bagian tidak cukup memadai untuk menanggulangi skenario serius saat ini.

Uttar Pradesh diperkirakan mengalami krisis harian sekitar 16.752 tempat tidur rumah sakit dengan pasokan oksigen medis, 3.061 tempat tidur ICU dan sedikitnya 1.538 ventilator. Jumlah virus corona di India terus mengganas setiap harinya karena pemerintah federal mengesampingkan pemberlakuan penguncian total untuk mencegah situasi memburuk.

Baca juga: Australia Pertimbangkan Setop Penerbangan dari India

India dengan populasi 1,3 miliar jiwa telah mencapai 17,31 juta kasus Covid-19, 195.123 kematian dengan tambahan 2.812 dalam 24 jam terakhir. Data yang dilansir oleh Kementerian Kesehatan itu diduga oleh pakar kesehatan angka sebenarnya lebih besar.








India juga akan mendapatkan vaksin Covid-19 dari Rusia, Sputnik V, pada bulan Mei. Kepala Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF) , Kirill Dmitriev, mengatakan dosis pertama akan diberikan pada 1 Mei.

Dmitriev tidak mengatakan berapa banyak vaksin yang akan dikirim dalam gelombang pertama atau  tempat vaksin ini diproduksi. Namun, dia berharap pasokan vaksin Rusia akan membantu India keluar dari pandemi pada waktunya.

Badan yang memasarkan Sputnik V secara global telah menandatangani perjanjian dengan lima produsen terkemuka India untuk lebih dari 850 juta dosis vaksin setahun. RDIF memperkirakan produksi vaksin di India akan mencapai 50 juta dosis sebulan pada musim panas dan terus meningkat.

Selain vaksin, perusahaan farmasi Rusia, Pharmasyntez, mengatakan sebelumnya telah siap untuk mengirimkan hingga 1 juta bungkus obat antivirus remdesivir ke India pada akhir Mei. Pengiriman ini terjadi setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Rusia.

Kebutuhan vaksin di India neningkat drastis bulan ini, perusahaan juga berupaya meningkatkan kapasitas produksi. Namun, perusahaan farmasi kesulitan karena kekurangan bahan baku dan kebakaran di fasilitas produksi AstraZeneca. Pemerintah India juga masih akan belum mengimpor vaksin karena fokus memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Badai Covid-19 di India membuat Indonesia turut mewaspadai hal serupa. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Indonesia terus memantau situasi pengendalian Covid-19 secara global. Termasuk, belajar dari munculnya gelombang baru Covid-19 di sejumlah negara seperti India dan Thailand.

Pemerintah, ujarnya, berupaya mencegah terjadinya lonjakan kasus di dalam negeri dengan memastikan ketersediaan vaksin Covid-19 dan menjaga kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.  "Belajar dari munculnya gelombang baru di sejumlah negara, kita harus bekerja keras agar kejadian serupa tidak terjadi di Indonesia. Pemerintah mengupayakan ketersediaan vaksin, dan kita semua tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan," tulis Jokowi dalam unggahannya di media sosial, Selasa (27/4).

Sampai hari ini, sedikitnya 18,5 juta dosis vaksin Covid-19 telah disuntikkan di Indonesia. Terdiri dari 11,8 juta dosis pertama dan 6,9 juta dosis kedua. Jokowi menambahkan, Indonesia ternyata merupakan negara ketiga tercepat Asia yang berhasil melakukan vaksinasi Covid-19. Di atas Indonesia, ada India yang telah menyuntikkan 139 juta dosis vaksin dan China yang sudah menyuntikkan 224 juta dosis vaksin Covid-19.

"Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah pemberian vaksin Covid-19 terbesar ketiga di Asia, setelah Tiongkok dan India. Meski demikian, untuk mencapai tujuan, program vaksinasi massal yang diberikan gratis perlu dukungan semua pihak," ujar Jokowi.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan, Indonesia perlu belajar dari kebijakan penanganan Covid-19 di berbagai negara dunia, terlebih dengan munculnya gelombang ketiga di beberapa negara saat ini. India dan Thailand adalah dua negara di Asia yang saat ini sedang bekerja keras mengatasi lonjakan kasus Covid-19.

"Harus belajar dari kejadian-kejadian tersebut, terutama belajar dari munculnya gelombang baru di sejumlah negara. Kita harus bekerja mencegah agar kejadian serupa tidak terjadi di Indonesia," kata Retno.

Selain dengan mempercepat vaksinasi, upaya untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus adalah dengan tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan. Retno meminta masyarakat tidak lengah meskipun tren kasus Covid-19 masih menunjukkan penurunan.

Vaksin Covid-19 - (Republika)

 
Berita Terpopuler