Warga Myanmar Kritik Konsensus ASEAN untuk Akhiri Konflik

Junta militer Myanmar dinilai gagal memulihkan demokrasi

AP
Para pengunjuk rasa memegang slogan yang mengutuk pemerintah militer saat mereka menandai festival Thingyan pada hari Selasa 13 April 2021 di Yangon, Myanmar. Aktivis mengorganisir boikot perayaan resmi Thingyan, Tahun Baru tradisional negara itu, biasanya waktu untuk reuni keluarga dan pesta pora.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sejumlah warga Myanmar mengkritik kesepakatan antara pemimpin junta negara dan para pemimpin Asia Tenggara ASEAN untuk mengakhiri krisis. Mereka mengatakan, junta militer Myanmar gagal memulihkan demokrasi dan meminta pertanggungjawaban militer atas ratusan kematian warga sipil.

Baca Juga

Tidak ada aksi protes di kota-kota besar Myanmar sehari setelah pemimpin negara-negara ASEAN dengan Jenderal Senior Min Aung Hlaing di Jakarta, Indonesia. Beberapa warga Myanmar menuliskan kritik mengenai konsensus ASEAN terhadap Myanmar.

"Pernyataan ASEAN adalah tamparan di wajah orang-orang yang dianiaya, dibunuh dan diteror oleh militer. Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan seperti itu," ujar seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun. 

Para pemimpin ASEAN menginginkan komitmen dari Min Aung Hlaing untuk menahan pasukan keamanannya, agar tidak melakukan tindak kekerasan terhadap warga sipil. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan, sebanyak 748 orang tewas sejak gerakan pembangkangan sipil massal untuk menantang kudeta mulai meletus. AAPP juga mengatakan lebih dari 3.300 orang telah ditahan.

Pemimpin negara-negara anggota ASEAN menyepakati konsensus berisikan lima poin terkait krisis di Myanmar sebagai hasil dari pertemuan di Jakarta, pada Sabtu (24/4). Konsensus tersebut yaitu meminta kekerasan di Myanmar dihentikan dan semua pihak harus menahan diri. 

Kemudian, ASEAN juga meminta dimulainya dialog konstruktif antara semua pihak yang berkepentingan untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat Myanmar. ASEAN sepakat adanya utusan khusus untuk memfasilitasi dialog tersebut dengan bantuan sekretaris jenderal ASEAN.

 

ASEAN sepakat untuk menyediakan bantuan kemanusiaan ke Myanmar. Kemudian, utusan khusus dan delegasi ASEAN akan berkunjung ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak yang berkepentingan. Dalam konsensus tersebut tidak menyinggung tentang pembebasan aktivis yang telah ditangkap oleh pasukan keamanan Myanmar.

"Pernyataan tidak mencerminkan keinginan orang mana pun, terutama untuk membebaskan narapidana dan tahanan, untuk bertanggung jawab atas nyawa yang meninggal, untuk menghormati hasil pemilihan dan memulihkan pemerintahan sipil yang demokratis," tulis Nang Thit Lwin dalam komentarnya di sebuah berita di media domestik Myanmar tentang kesepakatan ASEAN. 

Pertemuan ASEAN adalah upaya internasional terkoordinasi pertama untuk meredakan krisis di Myanmar, yang mengalami kekacauan sejak kudeta pada 1 Februari. Aksi protes, kematian dan penangkapan, serta pemogokan nasional telah melumpuhkan kegiatan ekonomi Myanmar.

Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) paralel Myanmar, yang terdiri dari tokoh-tokoh pro-demokrasi dan perwakilan kelompok etnis bersenjata menyambut baik konsensus yang dicapai. Tetapi junta militer Myanmar harus berpegang pada janjinya.

"Kami menantikan tindakan tegas oleh ASEAN untuk menindaklanjuti keputusannya dan memulihkan demokrasi kami," kata juru bicara NUG Sasa.

Pertemuan para pemimpin digelar di Sekretariat ASEAN, Jakarta, dan dipimpin oleh Ketua ASEAN 2021 Sultan Hasanal Bolkiah dari Brunei Darussalam. Pemimpin negara atau utusan dari negara-negara ASEAN menghadiri pertemuan tersebut secara langsung, termasuk pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing. 

 
Berita Terpopuler