Rusia akan Selesaikan Krisis dengan Ukraina Secara Damai

Lavrov meminta semua pihak harus fokus pada implementasi Perjanjian Minsk.

AP Photo/Alexander Zemlianichenko
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, Rusia berkomitmen untuk menyelesaikan krisis Ukrania dengan solusi damai. Lavrov menyuarakan keprihatinan atas eskalasi yang disebabkan pengerahan personel keamanan dan senjata oleh Ukraina.

Lavrov berbicara melalui panggilan telepon dengan Ketua Kantor Organisasi untuk Kerja Sama dan Keamanan (OSCE) sekaligus Menteri Luar Negeri Swedia, Anne Linde. Dalam pembicaraan tersebut, Lavrov menekankan bahwa semua pihak harus fokus pada implementasi Perjanjian Minsk.

Perjanjian Minsk ditandatangani pada 2014 dan 2015. Perjanjian ini bertujuan untuk menghentikan konflik yang sedang berlangsung antara separatis pro-Rusia dan pemerintahan Kiev.

"Ketua OSCE Swedia akan melakukan upaya yang diperlukan untuk memastikan bahwa Kiev benar-benar memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan konflik," ujar Lavrov, dilansir Anadolu Agency, Kamis (15/4).

Lavrov mendesak Misi Pemantauan Khusus OSCE ke Ukraina untuk meningkatkan upaya pada "pemantauan yang tidak bias". Dia juga meminta agar Misi Pemantauan Khusus OSCE lebih memperhatikan fakta kematian warga sipil dan hancurnya infrastruktur sipil.

Konflik di tenggara Ukraina telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Kiev dan separatis saling menuduh melanggar gencatan senjata. Ukraina juga menuduh Rusia mengirim pasukan ke perbatasan. Sementara Moskow mengatakan tindakannya sebagai tanggapan atas tindakan provokatif Kiev.

Kiev dan Moskow saling menyalahkan atas situasi yang memburuk di wilayah Donbass timur. Wilayah tersebut merupakan tempat pasukan Ukraina bertempur melawan pasukan yang didukung Rusia dalam konflik yang menurut Kiev telah menewaskan 14 ribu orang sejak 2014. Kebuntuan itu telah memicu keprihatinan dari para pendukung Ukraina di Barat. Washington dan aliansi NATO menuduh Rusia membangun "provokatif.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler