OJK: Investasi Ilegal Rugikan Masyarakat Rp 114,9 Triliun

Rendahnya literasi keuangan menyebabkan masyarakat mudah percaya investasi ilegal.

Investasi bodong
Rep: Novita Intan Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sebesar Rp 114,9 triliun dalam satu dekade terakhir. Adapun realisasi itu terhitung sejak 2011.

Baca Juga

Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sardjito mengatakan, besaran kerugian disebabkan mudahnya masyarakat terbujuk iming-iming keuntungan tinggi. "Beberapa saat lalu di Depok ada, pelakunya tidak lulus SMA, korbannya banyak orang-orang top, berpendidikan tinggi. Itu berarti pelaku lebih cerdas daripada yang ditipu," ujarnya saat konferensi pers virtual, seperti dikutip Rabu (14/4).

Menurut Sardjito, menjamurnya investasi ilegal juga disebabkan keterbatasan kewenangan OJK dalam menindaklanjuti laporan masyarakat. Di tengah kondisi itu, modus yang digunakan pelaku semakin beragam.

"Itulah mengapa dibentuk Satgas Waspada Investasi. Ada yang namanya orang yang mau menipu dengan berbagai macam cara, tetapi bukan ranah OJK, Kementerian Perdagangan, atau Bappebti. Setidaknya mereka pasi kena ketentuan di KUHP, misalnya penipuan pasal 378 maupun penggelapan pasal 372 pidana," ungkapnya.

Sardjito meminta masyarakat juga harus waspada dengan lembaga investasi yang memanfaatkan tokoh masyarakat, agama, atau tokoh publik lain untuk menarik minat investasi. Apalagi, jika lembaga investasi tersebut mengeklaim bebas risiko (risk free).

Baca juga: Kisruh Alibaba Akhiri Zaman Keemasan Raksasa Teknologi China

"Untuk mengetahui mereka legal atau tidak, sangat mudah sekarang. Tinggal lihat ke website OJK saja," ucapnya.

Sementara itu, Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menyebutkan ada tiga faktor yang menyebabkan masyarakat mudah percaya dengan investasi dan fintech ilegal. Faktor pertama, rendahnya literasi keuangan, yakni 38 persen sementara tingkat inklusinya sudah 76 persen dan tingkat literasi pasar modal atau produk investasi hanya lima persen.

“Mereka tidak memahami underlying investasi, tidak paham uang mereka itu sebetulnya diinvestasikan di mana. Kemudian, banyak yang tidak paham dengan compound interest atau bunga majemuk, tidak paham korelasi antara risiko dengan imbal hasil, high risk high return,” ungkapnya.

Faktor kedua adanya oknum yang menyalahgunakan kemajuan teknologi sehingga penawaran investasi dapat dilakukan lintas batas, bahkan beroperasi di luar wilayah Indonesia dan menyulitkan pemerintah untuk mengambil tindakan hukum.

“Dengan kemajuan teknologi, pembuatan situs penipuan semakin mudah dan murah. Beberapa modus yang kita temukan itu hanya sewa satu ruko, tapi lingkup operasionalnya sangat luas di berbagai daerah,” ungkapnya.

 

Faktor ketiga, perilaku sekelompok masyarakat yang kurang bijak dalam berinvestasi maupun menggunakan fintech. OJK menemukan banyak masyarakat yang menjadi korban investasi ilegal akibat tergiur keuntungan dalam waktu singkat dan meminjam di luar batas kemampuan.

“Sepertinya memang mudah setiap saat dapat cair tanpa syarat, tapi ini sebenarnya menjebak. Kami menemukan beberapa kasus konsumen dalam seminggu meminjam lebih dari 10 fintech, bahkan ada yang lebih dari 40 fintech dalam seminggu,” kata dia.

Karena itu, otoritas mengimbau masyarakat agar berhati-hati dalam memilih perusahaan fintech dan investasi. Hal ini agar masyarakat tidak terjerat utang dan investasi layanan ilegal atau tidak memiliki izin resmi.

"Kami ingin masyarakat memperhatikan untuk memilih perusahaan investasi atau fintech ini. Secara umum, kegiatan investasi ilegal memiliki ciri-ciri yang hampir sama," ucapnya.

Menurut Tirta, investasi ilegal selalu menjanjikan keuntungan besar yang tidak wajar dalam waktu singkat. Selain itu, juga biasanya menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru atau 'member get member'.

Adapun ciri lain, layanan investasi ilegal biasanya memanfaatkan tokoh masyarakat untuk menarik minat investasi. Padahal, keterlibatan tokoh masyarakat tersebut belum tentu benar.

"Kadang-kadang tokoh masyarakat itu tidak tahu kalau foto mereka digunakan dan dikomersialkan. Jadi, masyarakat harus hati-hati," ucapnya.

Selain itu, layanan investasi ilegal juga selalu menjanjikan aset aman dan buyback tanpa biaya, mudah, dan fleksibel. Bahkan, juga ada yang menjanjikan klaim investasi tanpa risiko, padahal tidak ada satu pun investasi yang tanpa risiko.

“Fintech ilegal juga biasanya menjanjikan pinjaman cepat, mudah, dan murah tanpa syarat. Dari sisi lain, legalitas perusahaan tersebut tidak jelas,” ucapnya.

Namun, jika sudah telanjur berurusan atau terjerat penawaran atau layanan fintech lending ilegal, masyarakat disarankan agar segera membuat laporan ke OJK serta pihak berwajib dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:

- Mengumpulkan bukti-bukti teror, ancaman, intimidasi, pelecehan, atau hal tidak menyenangkan lainnya.

- Melaporkan bukti-bukti tersebut dengan mendatangi kantor polisi terdekat untuk membuat laporan.

- Mengirimkan pengaduan ke situs resmi OJK https://konsumen.ojk.go.id/formpengaduan atau menghubungi layanan konsumen Kontak OJK 157.

- Mengirimkan laporan ke situs resmi AFPI https://afpi.or.id/pengaduan.

 
Berita Terpopuler