Ribat, Ekspresi Kehidupan Para Sufi

Awalnya, di dalam ribat berlangsung dua kegiatan sekaligus, militer dan ibadah.

Wikipedia
Ribat di Susa, Tunisia.
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Bila masjid adalah ekspresi berserah diri kepada yang Maha Kuasa. Kemudian madrasah adalah ekspresi conta kepada ilmu, dan Istana adalah ekspresi para penguasa, maka ribat adalah ekspresi kehidupan para sufi. 

Baca Juga

Sebelum dikenal dengan rumah para sufi, Ribat lebih dahulu menunjukkan benteng perbatasan daerah kekuasaan Islam. Biasanya ribat dilengkapi dengan menara pengawas. Di dalam ribat, tentara Muslimin melakukan aktivitas latihan militer di samping kegiatan ibadah. Artinya, di dalam ribat berlangsung dua kegiatan sekaligus, militer dan ibadah.

Ribat dalam arti ini banyak ditemukan pada abad ke-8. Seiring waktu, istilah tersebut bergeser menjadi madrasah bagi kaum sufi.  Ribat adalah tempat bagi pembinaan, penggembelengan, dan ibadah kepada Allah SWT. Istilah ribat banyak digunakan di daerah Afrika Utara, seperti Maroko dan Tunisia. Di beberapa tempat lain tempat serupa dengan ribat dikenal dengan zawiat di Arab, Khanqah di India, dan Tekke di Turki.

Istilah ribat sendiri diambil dari firman Allah SWT di surah al-Anfal ayat 60. "Dan siapkanlah untuk menghadapi kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari ribaty al khail (kuda kuda yang ditambat untuk berperang) ...."

 

 

Dalam bahasa Arab, ribat memiliki banyak makna. Ribat bermakna sesuatu yang dibuat untuk mengikat tali, pasukan berkuda, markas tentara, dan tempat yang diwakafkan untuk fakir miskin. Dalam bahasa Indonesia, ribat diartikan gedung atau tempat melakukan pelatihan ibadah dan kewajiban lain.

Dalam perjalanan sejarah ada juga kerajaan Islam yang mengambil nama ribat sebagai dinasti. Dinasti yang dikenal dengan al-Murabitun didirikan Yahya bin Umar dengan Abdullah bin Yasin sebagai penasihat spiritual. Dinasti ini berkuasa hampir 90 tahun dengan wiayah Maroko, Gurun Sahara, dan sebagian Spanyol.

Perkembangannya saat ini, ribat lebih banyak digunakan untuk aktivitas tarekat dan ibadah. Di dalam ribat kaum sufi dilatih dengan berbagai pendidikan agama dan melaksanakan suluk tertentu dengan arahan seorang mursyid.

Ribat juga dilengkapi tempat shalat dan mihrab untuk membaca Alquran. Saat menjalani suluk, pengikut tarekat berdiam diri di dalam ribat selama beberapa waktu. Mereka menghabiskan waktu dengan melakukan ibadah kepada Allah SWT dengan bimbingan guru yang biasanya juga tinggal bersama di dalam ribat.

 

 

Fasilitas di dalam ribat juga beraneka ragam. Karena ribat bukan hanya tempat belajar beberapa jam saja, melainkan juga tempat tinggal sementara. Penghuni ribat biasanya juga mengeluarkan peraturan khusus bagi penghuni dan pengunjung. Beberapa ribat menerapkan peraturan dengan ketat agar fungsi utama untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT tidak terganggu.

Sistem pendidikan seorang sufi di dalam ribat cukup efektif untuk membina calon sufi dan upaya mendekatkan diri kepada Allah. Serupa dengan pondok pesantren atau madrasah di Indonesia, sistem ribat diyakini bisa menghasilkan cendekiawan Islam yang baik.

Lingkungan yang mendukung membuat seorang calon sufi bisa fokus mendengarkan arahan sang Mursyid dalam menempuh jalan tasawuf. Selain itu, pendekatan kepada Allah bisa lebih khusyuk. 

 

Sistem ribat ini juga dipuji oleh mantan mufti Mesir sekaligus cendekiawan Islam dunia Syekh Muhammad Abduh. Ulama yang pernah duduk sebagai Syekh Al Azhar ini berkata, "Seandainya usahaku memperbaiki Al Azhar gagal maka aku akan memilih sepuluh orang di antara muridku, lalu aku tempatkan di rumahku di Kairo dan kudidik dengan metode pendidikan seperti para sufi." 

 
Berita Terpopuler