Penyelidikan Kejahatan Perang, Israel Tolak Kerja Sama ICC

Israel mengatakan ICC tak memiliki yurisdiksi atas wilayah yang dipermasalahkan.

EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Penyelidikan Kejahatan Perang, Israel Tolak Kerja Sama ICC. Tentara Israel mencari perlindungan dari batu yang dilemparkan oleh pengunjuk rasa Palestina selama bentrokan di pos pemeriksaan Tayaseer ketika mereka mencoba melintasi pos pemeriksaan untuk mencapai lembah Yordania, dekat kota Tubas, Tepi Barat, 24 November 2020. Menurut laporan, 55 orang Palestina terluka selama bentrokan yang meletus saat mereka berusaha melintasi pos pemeriksaan selama protes terhadap permukiman Israel
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel mengatakan tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas kemungkinan kejahatan perang di wilayah pendudukan.

Baca Juga

Dalam surat ke pengadilan, Israel mengatakan ICC bertindak tanpa otoritas dalam melakukan penyelidikan. ICC memberi waktu kepada Israel dan Palestina hingga Jumat (9/4) untuk menanggapi. Masalah ini mengancam kerusakan lebih lanjut hubungan yang sudah tegang antara kedua belah pihak.

Dilansir di BBC, Jumat (9/4) disebutkan, menurut pejabat Palestina, pada bulan lalu otoritas Israel membatalkan izin perjalanan VIP menteri luar negeri Palestina sekembalinya ke Tepi Barat yang diduduki Israel dari pembicaraan dengan Kepala Jaksa Penuntut ICC Fatou Bensouda.

Berbasis di Den Haag, ICC didirikan pada 2002 untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan terburuk, yakni genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang.  Ia memiliki kekuatan bertindak di mana negara tidak mampu atau tidak benar-benar ingin melakukannya sendiri.

ICC memiliki tugas untuk menjajaki apakah ada cukup alasan untuk membuka penyelidikan ketika anggota baru bergabung, seperti yang dilakukan Palestina pada Januari 2015.

Bulan lalu, Bensouda mengumumkan pengadilan akan melanjutkan dan menyelidiki kemungkinan kejahatan yang dilakukan oleh Israel dan Palestina di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur sejak 13 Juni 2014.

 

Tanggal yang dipilih oleh Palestina tersebut, menandai operasi Israel melawan militan Palestina dan intensifikasi kekerasan yang menyebabkan perang 50 hari pada Juli dan Agustus.

Setidaknya 2.251 warga Palestina tewas, termasuk lebih dari 1.462 warga sipil, menurut PBB, dan 11.231 lainnya terluka. Di pihak Israel, 67 tentara dan enam warga sipil tewas dengan puluhan lainnya terluka.

Bensouda memberi waktu hingga Jumat kepada Israel dan Palestina untuk memberi tahu ICC apakah mereka sedang melakukan penyelidikan sendiri atas kemungkinan kejahatan di wilayah pendudukan. Kementerian luar negeri Palestina mengatakan telah memberi tahu ICC tentang kerja sama penuh dari Negara Palestina.

Namun Israel mengatakan tidak akan ada hubungannya dengan kasus tersebut. "Israel benar-benar menolak klaim mereka telah melakukan kejahatan perang," kata kantor perdana menteri dalam sebuah pernyataan.  

Israel menegaskan kembali posisi tegasnya yang menurut pengadilan di Den Haag tidak memiliki kewenangan untuk membuka penyelidikan terhadapnya. "Campur tangan yang tidak dapat diterima dari pengadilan tidak memiliki dasar hukum dan melanggar tujuan yang ditetapkan." kata Israel.

Israel mengatakan pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas wilayah yang dipermasalahkan, yang diduduki oleh Israel sejak perang Timur Tengah 1967. Israel bukan anggota ICC.

 

Ini menegaskan Palestina tidak memenuhi syarat sebagai negara berdaulat dan karenanya tidak memiliki hak bergabung. ICC telah memutuskan memiliki mandat untuk menyelidiki wilayah pendudukan dan telah menerima Palestina setelah mereka diberikan status Negara pengamat non-anggota di PBB.

Israel juga menunjukkan tanggal mulai untuk menyelidiki dugaan kejahatan tidak termasuk penculikan dan pembunuhan oleh militan Hamas Palestina dari tiga remaja Israel pada hari sebelumnya, yang memicu operasi Israel.

Selanjutnya investigasi akan dilanjutkan tanpa keterlibatan Israel. Jika Israel memblokir penyelidik ICC di lapangan, kesaksian saksi dapat diambil di negara lain atau di Den Haag di Belanda.

Kasus ini diperkirakan akan fokus pada tiga bidang utama: perang Israel-Gaza 2014 dan kekerasan di sepanjang perbatasan Israel-Gaza pada 2018 di tengah demonstrasi Palestina yang mendukung hak pengungsi Palestina untuk kembali ke rumah leluhur di tempat yang sekarang disebut Israel. Lalu, permukiman Israel di wilayah pendudukan, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional, sebuah poin yang disengketakan oleh Israel.

Investigasi tersebut menempatkan pejabat Israel dan Palestina pada risiko penangkapan jika mereka bepergian ke luar negeri.

 
Berita Terpopuler