Rekor Covid-19 India dan Dampaknya ke Stok Vaksin Indonesia

India harus memprioritaskan produksi vaksin bagi kebutuhan dalam negeri.

EPA
Dua warga India sedang menunggu bus di Bangalore, India. Pada Jumat (9/4), India melaporkan kasus virus corona tertinggi selama tiga hari berturut-turut. Dalam 24 jam India mencatat lebih dari 100 ribu kasus.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira, Antara

Sejumlah negara di dunia dilaporkan memasuki fase gelombang ketiga Covid-19. Salah satu negara yang tercatat kenaikan kasus tertinggi selama beberapa hari terakhir adalah India.

Hari ini, Jumat (9/4), India bahkan mencatat rekor peningkatan kasus Covid-19 selama tiga hari berturut-turut. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, India mencatat 131.968 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam. Sementara kematian akibat virus naik jadi 780 menjadi 167.642 jiwa.

Dengan penghitungan keseluruhan sebesar 13,06 juta, beban kasus keseluruhan di India adalah yang tertinggi ketiga secara global. Sedangkan Amerika Serikat (AS) masih yang tertinggi dalam jumlah kasus dan kematian akibat virus corona tipe baru.

India sempat memberlakukan lockdown nasional pada masa awal pandemi memasuki negara itu. Hal ini berdampak pada ekonomi, tetapi telah meminta negara bagian untuk memutuskan memberlakukan pembatasan lokal untuk menahan penyebaran virus.

India memulai program vaksinasi pada Januari. Sejauh ini, lebih dari 90 juta pekerja kesehatan dan orang India yang berusia lebih dari 45 tahun telah menerima setidaknya satu suntikan vaksin Covid-19. Hanya 11 juta dari mereka yang menerima kedua dosis tersebut saat India mencoba membangun kekebalan untuk melindungi hampir 1,4 miliar penduduknya.

Dalam perkembangan terbaru, Panel ahli pemerintah tengah menyelidiki kasus pembekuan darah domestik, bahkan yang ringan, sebagai efek samping dari dua vaksin Covid-19 yang diberikan di India. India saat ini mengelola vaksin Covid-19 AstraZeneca, yang diproduksi oleh Serum Institute dan bermerek Covishield, dan suntikan yang dikembangkan oleh Bharat Biotech yang disebut Covaxin.

Peninjauan tersebut dilakukan setelah regulator obat Eropa mengatakan, pada Rabu bahwa pihaknya menemukan kemungkinan hubungan antara vaksin AstraZeneca dan masalah pembekuan darah yang jarang terjadi pada orang dewasa yang telah menerima suntikan, meskipun itu menambahkan manfaat vaksin masih lebih besar daripada risikonya.

India mengandalkan vaksinasi untuk membantu menahan rekor lonjakan kasus pada gelombang kedua. "Kami melihat efek samping dari pembekuan darah yang telah terlihat pada orang yang menerima Covishield dan Covaxin, bahkan jika itu kasus yang ringan," kata seorang sumber kepada Media Keuangan India, Mint.

Mint menambahkan, bahwa laporan tentang itu kemungkinan akan siap oleh minggu depan. Menyusul pengumuman Eropa, beberapa negara telah mengumumkan pembatasan penggunaan vaksin AstraZeneca pada kaum muda.

Kenaikan kasus baru yang jumlahnya sangat tinggi itu membuat India berpotensi menjadi pusat penyakit Covid-19. "India adalah episentrum virus corona sekarang,” kata Harjit Singh Bhatti selaku presiden dari Progressive Medicos & Scientists Forum dilansir dari Arab News.

"Ini adalah episentrum virus di dunia, karena tidak ada kasus yang meningkat dengan alarm yang mengancam seperti itu," kata Harjit.

Harjit menyalahkan pemerintah atas lambatnya respons dalam memvaksinasi publik. Ia juga mengeluhkan tidak ketatnya penegakan protokol Covid-19.

Sedangkan Presiden Asosiasi Dokter Residen dari Institut Ilmu Kedokteran Seluruh India, Adarsh ​​Pratap Singh, mengatakan masyarakat menjadi ceroboh tentang Covid-19. Ia menilai sikap ini telah menyebabkan peningkatan kasus.

"India mungkin akan meledak jika varian corona mencapai pedesaan," ujar Adarsh.

Adarsh juga menyoroti makin banyaknya varian Covid-19 yang kian membuat masyarakat resah. "Karena mobilitas masyarakat meningkat, maka kasus-kasus yang meningkat tidak dapat dikesampingkan," lanjut Adarsh.

Baca Juga

Vaksin AstraZeneca - (Republika)





India juga disebut-sebut mengalami kelangkaan vaksin. Kabar tersebut, seperti dilansir dari BBC, namun disangkal Menteri Kesehatan Harsh Vardhan. Ia mengatakan, setidaknya 40 juta dosis ada dalam stok atau sedang dalam pengantaran.

Dia malah menyalahkan pemerintah daerah yang mencoba mengalihkan perhatian dari upaya vaksinasi yang buruk dengan mengatakan stok vaksin tidak mencukupi. Vardhan percaya, daerah yang mengeluhkan kekurangan vaksin bahkan belum melakukan upaya vaksinasi ke garda terdepan mereka alias tenaga kesehatan.

Pendapat tersebut namun tapi tidak sepenuhnya betul. Kekurangan vaksin memang menjadi realita di beberapa daerah yang sudah melakukan manajemen vaksin dengan baik, menurut Oommen C Kurian dari Observer Research Foundation, sebuah lembaga think tank berbasis di New Delhi. Dia mengatakan, kekurangan vaksin dipicu ketidaktepatan antara klaim produksi vaksin dan dosis yang diproduksi selama empat bulan terakhir.

Vaksinasi di India merupakan upaya terbesar di dunia. Langkah tersebut dilakukan sejak 16 Januari dan menargetkan 250 juta orang sudah divaksinasi pada Juli 2021.

Lebih dari 90 juta orang sudah menerima dua dosis vaksin. Vaksinasi di India dilakukan menggunakan AstraZeneca dan satu lagi oleh perusahaan farmasi India, Bharat BioTech dengan Covaxin.

Sebanyak tiga juta dosis vaksin dilakukan setiap harinya. India juga telah mengirimkan 64 juta dosis vaksin ke 85 negara, salah satunya Indonesia. Untuk Indonesia vaksin AstraZeneca produksi India diberikan di bawah kerja sama dengan WHO lewat skema Covax.

Bulan lalu India melakukan embargo atas seluruh ekspor vaksin AstraZeneca buatannya. Selama Januari dan Februari India sudah mengekspor 30 juta dosis vaksin AstraZeneca ke seluruh dunia, jumlah itu baru separuh dari kapasitasnya.

Kepala Serum Institute of India, Adar Poonawalla, mengatakan India sangat membutuhkan vaksin, sehingga harus memprioritaskan kebutuhan dalam negeri dulu. "Kebutuhan India melebihi kebutuhan untuk ekspor," katanya.

Sejumlah pakar mengatakan, kekurangan vaksin di India adalah akibat pasokan yang terhambat atau supply bottlenecks. Banyak pembuat vaksin yang kemungkinan melebihkan kemampuan produksi mereka saat menerima pesanan dari negata lain.

"Ketika kasus naik dan keragu-raguan terhadap vaksin berkurang, maka kebutuhan untuk vaksin meningkat. Kita harus memiliki rencana lebih baik," ujar seorang pejabat senior yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Saat ini India memang tidak memiliki banyak pilihan. Vaksin baru, kemungkinan Sputnik V dari Rusia, sedang dalam proses persetujuan. Kemungkinan persetujuan keluar bulan Juni. Covovax, vaksin corona yang sedang dikembangkan Serum Institute bersama Novavax dari Amerika, belum akan siap setidaknya hingga September.

Embargo vaksin India berdampak cukup besar bagi Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan jadwal kedatangan 100 juta dosis vaksin Covid-19 menjadi tidak pasti menyusul adanya kebijakan embargo di beberapa negara yang memproduksi vaksin.

"Jadi, ada 100 juta dosis vaksin yang sampai sekarang menjadi agak tidak pasti jadwalnya," kata Menkes, dalam rapat kerja bersama dengan DPR, di Jakarta, Kamis (8/4).
Ia mengemukakan terdapat dua mekanisme mendatangkan vaksin, yakni pertama, melalui mekanisme multilateral dengan GAVI sebanyak 54 juta dosis secara gratis. Kedua, vaksin Astrazeneca yang didatangkan dengan mekanisme bilateral melalui Bio Farma dan Astrazeneca sebanyak 50 juta.

GAVI adalah sebuah aliansi vaksin internasional yang menyediakan vaksin gratis bagi negara-negara yang memenuhi syarat. "Yang bermasalah pertama kali adalah Covax/GAVI karena adanya embargo dari India, suplai vaksin Astrazeneca paling besar dari India sehingga mengalami hambatan," katanya.

GAVI-Covaxadalah vaksin produksi GAVI (Global Alliance for Vaccine and Immunization), yang bekerja sama dengan mitra aliansi United Nations Children's Fund(UNICEF) dan World Health Organization (WHO). Dengan kondisi itu, kata Menkes, GAVI pun merealokasi vaksin.

Indonesia yang seharusnya menerima 11 juta vaksin pada Maret-April hanya mendapat 1 juta. Sedangkan sisanya ditunda di bulan Mei.

"Mereka juga belum bisa memberikan konfirmasi, jadi tidak pasti, itu dua minggu lalu," katanya.

Kemudian pada pekan lalu, pihaknya juga mendapatkan informasi bahwa vaksin Astrazeneca dengan mekanisme bilateral pun berubah. "Informasi terakhir yang kami terima dari Astrazeneca, yang tadinya rencananya semuanya dilakukan di 2021, mereka menyampaikan bahwa hanya bisa 20 juta vaksin di 2021 dan diundurkan 30 juta vaksin pada 2022," katanya.

 
Berita Terpopuler