Pemberontak: 12 Ribu Warga Sipil Myanmar Mengungsi

Militer Myanmar menggunakan kekuatan yang terlalu berlebihan.

Anadolu Agency
Ilustrasi: Tentara Myanmar.
Rep: Fuji E Permana Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebuah kelompok pemberontak menuduh militer Myanmar mengerahkan kekuatan berlebihan pada Sabtu (3/4). Mereka mengatakan bahwa serangan udara terus menerus membuat lebih dari 12 ribu warga sipil tidak bersenjata termasuk anak-anak mengungsi.

Akhir bulan lalu, kelompok etnis bersenjata Persatuan Nasional Karen (KNU) merebut pangkalan militer di negara bagian Kayin Timur. Insiden itu menewaskan 10 perwira militer. Kemudian Junta Myanmar membalas dengan serangan udara.

KNU telah menjadi lawan vokal junta militer yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dari kekuasaannya dua bulan lalu. KNU mengatakan melindungi ratusan aktivis anti-kudeta.

Pada Sabtu (3/4), KNU mengutuk penggunaan kekuatan berlebihan dengan melakukan pemboman tanpa henti dan serangan udara dari 27 Maret hingga 30 Maret. Serangan itu telah menyebabkan kematian banyak orang termasuk anak-anak.

"Serangan udara juga menyebabkan lebih dari 12 ribu orang mengungsi yang telah meninggalkan desa mereka dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang besar," kata KNU, dilansir dari laman Channel News Asia, Sabtu (3/4).

Juru bicara Junta, Zaw Min Tun mengatakan, militer hanya menargetkan Brigade ke-5 KNU yang memimpin perebutan pangkalan militer dan membunuh para perwira.
"Kami melakukan serangan udara hanya pada hari itu," katanya kepada AFP.

"Kami telah menandatangani perjanjian gencatan senjata nasional. Jika mereka mengikuti NCA, tidak ada alasan konflik terjadi," kata Zaw Min Tun.

Media lokal dan kelompok hak asasi etnis Karen telah melaporkan beberapa pengeboman dan serangan udara di seluruh negara bagian selama beberapa hari terakhir.

Sekitar 3.000 orang melarikan diri ke negara tetangga Thailand pada Senin lalu. Mereka menyeberangi Sungai Salween untuk mencari perlindungan. Tetapi sebagian besar kembali ke Myanmar pada Rabu. Mereka yang kembali diklaim Thailand sebagai kemauan mereka sendiri.

Baca Juga

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari. Sehingga memicu pemberontakan besar-besaran di seluruh negeri dengan pengunjuk rasa menuntut pemulihan pemerintah terpilih.

Arus informasi di negara itu juga telah terhambat, dengan junta memotong layanan wifi, data seluler dan memberlakukan pemadaman internet setiap malam yang telah berlangsung selama hampir 50 hari.

Wilayah perbatasan Myanmar sebagian besar dikendalikan oleh berbagai kelompok etnis bersenjata yang telah lama menginginkan otonomi yang lebih besar. Wilayah di negara bagian Kachin Utara yang dikuasai oleh Tentara Kemerdekaan Kachin juga mengalami peningkatan aktivitas militer baru-baru ini.


 
Berita Terpopuler