Kubu Juliari Duga Matheus Joko Berbohong Perihal Fee Bansos

Kenyataannya, besaran pungutan bansos berbeda-beda sebagaimana keterangan saksi. 

ANTARA/ Reno Esnir
Pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara, Dion Pongkor menduga, pejabat pembuat komitmen pengadaan bansos Covid-19 Matheus Joko Santoso berbohong soal pungutan fee untuk kliennya itu. Menurut Dion, keterangan Matheus Joko dan sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi bansos berbeda soal besaran pungutan fee.

“Para saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi bansos yang kami amati dalam sidang di Pengadilan Tipikor, ada keterangan yang berbeda dengan Matheus Joko. Ini kami mensinyalir Matheus Joko sebenarnya berbohong,” ujar Dion dalam keterangannya, Rabu (31/3).

Bahkan, lanjut Dion, sejumlah saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi bansos seperti pihak swasta Helmi Rivai dan broker PT Tiga Pilar Nuzulia Nasution, justru menyebutkan pungutan fee lebih besar, yakni Rp 30 ribu per paket bansos atau 12 persen per paket bansos. Informasi pungutan fee itu diperoleh Helmi dari Adrian dan Nuzulia mendapat informasi tersebut dari Helmi. 

“Matheus Joko ini memungut fee bansos itu sebenarnya adalah permainan dia sendiri, tetapi karena sekarang sedang masalah hukum, tinggal dia melemparkan ke atas,” ujar dia.

Dion juga menduga, bahwa Matheus Joko yang bermain untuk menentukan pungutan fee dari setiap paket bansos untuk kepentingan pribadinya, tanpa sepengetahuan Juliari Batubara. Dion juga menduga bahwa Matheus Joko menipu para vendor soal pungutan fee setiap paket bansos dengan menyebutkan bahwa pungutan fee tersebut merupakan arahan dari Juliari.

“Apalagi, ada tambahan keterangan dari saksi bahwa memungut Rp 30 ribu per paket dengan aksi kalau seandainya vendor tidak memenuhi, Matheus Joko tidak akan mengeluarkan pembayaran. Kewenangan pembayaran itu kan, ada sama PPK (pejabat pembuat komitmen),” ungkap Dion.

 

 

Lebih lanjut, Dion mengatakan, permainan Matheus Joko melibatkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Pengadaan Bansos Adi Wahyono. Sehingga, keduanya kompak mengatakan adanya arahan dari Mantan Mensos Juliari untuk melakukan pungutan bansos Covid-19. 

Namun, kata dia, kenyataan besaran pungutan bansos berbeda-beda sebagaimana keterangan saksi. “Jadi, diduga permainan itu melibatkan KPA Adi Wahyono sehingga tidak heran mereka menyebut ada arahan menteri (soal pungutan dari Bansos), tetapi faktanya besaran pungutan berbeda-beda sesuai keterangan saksi tadi,” kata Dion.

Pada persidangan Rabu (31/3), Helmi Rivai dan Nuzulia Nasution dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan perkara kasus dugaan korupsi bansos Covid-19. Dalam keterangannya mereka menyebutkan adanya pungutan fee sebesar Rp 30 ribu per paket bansos atau 12 persen per paket bansos. 

Sementara dalam persidangan sebelumnya, mantan PPK Matheus Joko mengaku diperintah Juliari untuk mengumpulkan fee bansos Covid-19 sebesar Rp 10 ribu per paket dari perusahaan penyedia bansos. Matheus Joko mengungkapkan, total fee yang dia kumpulkan senilai Rp 16,7 miliar.

Dalam perkara ini yang duduk sebagai terdakwa adalah Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum dan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja. Harry didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp 1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 sebanyak 1.519.256 paket.

Sementara Ardian didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso senilai Rp 1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115 ribu paket.

 

Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 
Berita Terpopuler