Empat Aktivis Pro Demokrasi Myanmar Tewas Ditembak Aparat

Polisi melepaskan tembakan ke arah jalan di Kota Mawlamyine.

AP/STL
Seorang pria berlari melewati barikade jalan dan membakar puing-puing Senin, 22 Maret 2021, di Mandalay, Myanmar. BBC mengatakan Senin bahwa seorang jurnalis dari layanan berbahasa Burma dibebaskan oleh pihak berwenang di Myanmar tetapi tidak memberikan rincian, karena pengunjuk rasa di negara Asia Tenggara itu melanjutkan gerakan pembangkangan sipil mereka yang luas terhadap kudeta militer bulan lalu.
Rep: Lintar Satria Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Media Myanmar melaporkan, polisi melepaskan tembakan ke aktivis pro-demokrasi yang turun ke jalan usai aksi hening Rabu (24/3) kemarin. Situs berita Myanmar Now melaporkan empat orang tewas di Kota Taunggyi, Myanmar tengah.

Pada Kamis (25/3) ribuan orang turun ke jalan pusat ekonomi Yangon, pusat kota Monywa dan beberapa kota lainnya. "Apakah kita bersatu? Kita bersatu, revolusi harus menang," kata para pengunjuk rasa.

Salah satu Demonstran Nant Khi Phyu Aye mengatakan sebagian besar peserta unjuk rasa adalah anak muda. "Mereka ingin berunjuk rasa setiap hari, tanpa melewatkan satu hari pun," katanya.

Hithar Media Copr melaporkan polisi melepaskan tembakan ke arah jalan di Kota Mawlamyine dan menangkap 20 orang. Media itu melaporkan setidaknya dua terluka dalam peristiwa tersebut.

Media lain melaporkan setidaknya lima orang terluka karena terjangan peluru setelah pasukan keamanan melepaskan tembakan ke pengunjuk rasa di berbagai kota. Laporan tersebut belum dapat diverifikasi secara independen.

Kelompok aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mengatakan kekerasan petugas keamanan terhadap pengunjuk rasa telah menewaskan 286 orang. Kini muncul tanda-tanda menguatnya tekanan dari masyarakat internasional.

Amerika Serikat (AS) berencana menjatuhkan sanksi dua konglomerat yang dikendalikan militer Myanmar atas kudeta 1 Februari dan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Sumber mengatakan Departemen Keuangan AS akan memasukan Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL) ke daftar hitam dan membekukan aset mereka di AS.

Baca Juga

Aljazirah melaporkan Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih menyinggung penyelidikan Departemen Keuangan. Tapi tidak merespons permintaan komentar kantor berita Reuters mengenai sanksi tersebut.

Militer Myanmar menggulingkan pemerintahan sah pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan menahannya bersama pemimpin partai pemenang pemilu Liga Nasional Demokrasi (NDL) lainnya.

Demi membenarkan kudeta tersebut militer mengatakan pemilihan umum bulan November lalu diwarnai kecurangan. Kudeta memicu gelombang unjuk rasa dan petugas keamanan menggunakan kekerasan untuk membubarkannya.
 
Organisasi aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mengatakan sejauh ini sudah 286 pengunjuk rasa yang tewas karena kekerasan tentara dan polisi.
 
Pada 11 Februari lalu Presiden AS Joe Biden sudah mengeluarkan perintah eksekutif yang membuka jalan bagi pemerintahannya memberi sanksi pada militer dan pihak-pihak yang terlibat dalam kudeta 1 Februari. Perintah tersebut membekukan aset bank sentral Myanmar di bank sentral AS, Federal Reserve (Fed).

Militer Myanmar mencoba mencairkan aset tersebut tidak lama setelah merebut kekuasaan dengan paksa. Uni Eropa, AS, Inggris dan Kanada sudah memberlakukan sanksi pada jenderal-jenderal militer Myanmar termasuk Panglima Min Aung Hlaing dan anak-anaknya yang sudah dewasa.

 
Berita Terpopuler