Presiden Joe Biden Minta Kongres Larang Senapan Serbu

Permintaan Biden usai penembakan massal di Colorado

AP/Andrew Harnik
Presiden Joe Biden
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden meminta kepada Kongres untuk melarang senapan serbu, setelah penembakan massal yang terjadi di sebuah supermarket di Colorado. Penembakan yang terjadi pada Senin (22/3) itu menewaskan 10 orang termasuk seorang petugas polisi. 

Baca Juga

Biden secara khusus menyebutkan dua rancangan undang-undang (RUU) yang telah disetujui oleh House of Representative yang didominasi oleh Partai Demokrat, terkait mekanisme pembelian senjata api. RUU tersebut akan menutup celah yang memungkinkan orang membeli senjata api di pameran senjata dan di internet tanpa pemeriksaan latar belakang. 

Namun, sejumlah pengamat pesimistis rancangan aturan itu dapat lolos di Senat karena membutuhkan setidaknya sembilan suara dari Partai Republik. Saat ini, penjualan senjata dapat dilanjutkan jika pemeriksaan belum diselesaikan dalam tiga hari kerja. Kerangka waktu pemeriksaan dalam RUU diubah menjadi 10 hari.

 

Biden mendesak anggota parlemen di Senat untuk segera mengesahkan RUU tersebut dan mengirimkannya ke mejanya untuk ditandatangani menjadi undang-undang. Biden mengatakan, RUU ini dapat menyelamatkan nyawa di masa depan.

"Ini bukan, dan tidak seharusnya, masalah partisan. Ini masalah Amerika. Ini akan menyelamatkan nyawa, nyawa orang Amerika, dan kita harus bertindak," kata Biden dilansir Anadolu Agency, Rabu (24/3).

Biden mendesak anggota parlemen untuk kembali melarang senapan serbu dan magazine berkapasitas tinggi, setelah larangan 10 tahun berakhir pada tahun 2004. Biden mengatakan moratorium sebelumnya telah berhasil menghentikan pembunuhan massal.

"Kini kita harus melakukannya lagi," kata Biden.

Permohonan Biden muncul setelah pihak berwenang di Colorado mengidentifikasi tersangka penembakan yaitu Ahmad Alissa yang berusia 21 tahun. Dia telah didakwa dengan 10 tuduhan pembunuhan tingkat pertama. Pihak berwenang masih menyelidiki motif pelaku. 

 

 
Berita Terpopuler