Ada Varian Baru Mutasi Corona, Ini Tanggapan Ahli

Mutasi virus corona ditemukan di Prancis dengan nama 'le variant breton'.

www.freepik.com
Mutasi virus corona ditemukan di Prancis dengan nama 'le variant breton' (Foto: ilustrasi)
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas kesehatan di Prancis belum lama ini menemukan varian virus corona baru bernama "le variant breton" di wilayah Brittany. Menurut mereka, virus ini lebih sulit dideteksi walau tampaknya tak lebih berbahaya atau menular.

Direktur penyedia layanan kesehatan ARS regional, Stephane Mulliez dalam sebuah konferensi pers mengatakan, temuan ini berasal dari delapan orang lansia yang menunjukkan gejala umum COVID-19. Tetapi tes polymerase chain reaction (PCR) memperlihatkan hasil negatif.

Padahal, tes yang memanfaatkan usap hidung ini biasanya sangat akurat. Setelah tim medis melakukan pengujian lebih lanjut yakni memanfaatkan sampel darah serta lendir dari saluran pernapasan yang lebih dalam barulah pasien itu diketahui terkonfirmasi COVID-19. Menurut direktur regional badan kesehatan nasional Sante Publique Prancis, Alain Tertre, seperti dikutip dari Medical X Press, Selasa (23/3), satu kemungkinannya, virus menyebar lebih cepat antara saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah.

"le variant breton" tak lebih mematikan dari varian lain. Media Prancis, LaDepeche melaporkan, delapan pasien yang terinfeksi varian baru virus corona meninggal. Walau begitu, pejabat kesehatan setempat mengatakan hal ini tidak berarti itu varian baru lebih mematikan daripada jenis lainnya seperti B117. Kementerian Kesehatan Prancis, seperti dikutip dari Insider, menyatakan, belum ada bukti jenis virus ini lebih mudah ditularkan daripada versi virus lainnya.

Menyoroti temuan ini, Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, diagnosis positif baru muncul setelah pasien diperiksa jaringan paru-parunya. Namun, ini tidak mudah.

"PCR test biasa kita pakai untuk memastikan seseorang sakit atau tidak. Untuk kasus-kasus di Prancis ini mereka baru dipastikan sakit sesudah dilakukan pemeriksaan mendalam darah dan bahkan jaringan paru-paru nya, suatu pemeriksaan yang amat tidak mudah dilakukan," kata dia dalam pesan elektroniknya, ditulis Selasa.

Tes PCR sendiri dilakukan untuk mendeteksi materi genetik khusus SARS-CoV-2 atau organisme apa pun. Tes ini dianggap sangat akurat (dibandingkan dengan tes lain) dan mendeteksi jenis virus apa pun.

Baca Juga

Sebenarnya, ini bukan varian pertama yang mampu menghindari pengujian. Peneliti Finlandia pada Februari lalu mengidentifikasi strain bernama Fin-796H dengan mutasi yang membuatnya sulit dideteksi dengan beberapa tes usap hidung juga.

Ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis orang yang terinfeksi, memunculkan dugaan PCR tak akan lagi ampuh mendeteksi COVID-19 termasuk pada seseorang yang mengalami gejala. Walau begitu, salah satu perusahaan diagnosa Eropa, Novacyt Group, mengumumkan tes PCR-nya berhasil mendeteksi varian baru.

"Sekarang tentu PCR masih gold standard, dan belum perlu modifikasi apa-apa. Ini laporan awal tentang perkembangan yang ada, kita lihat dulu bagaimana perkembangannya nanti," kata Tjandra.

"Tentu kita belum tahu bagaimana perkembangan mutasi 'le variant breton' ini selanjutnya, tetapi kalau memang nantinya keampuhan tes PCR jadi benar-benar terganggu maka tentu dunia akan menghadapi babak baru dan tantangan cukup berat untuk mendiagnosis COVID-19," imbuh dia.

Selain itu, masyarakat diharapkan tetap menerapkan protokol kesehatan yakni mengenakan masker, mencuci tangan rutin, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas. Hal ini untuk menghindari tertular dan sakit COVID-19 sekaligus menekan penularan di masyarakat sehingga kemungkinan terjadinya mutasi juga bisa ditekan.

Tjandra juga menyarankan, surveilans atau pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi COVID-19 secara ketat untuk mendeteksi keadaan-keadaan khusus yang mungkin berhubungan dengan mutasi."Misalnya orang yang sudah divaksin dan lalu tetap sakit, atau sakit berat pada usia muda tanpa komorbid, terjadinya cluster berat, dan lainnya," kata Tjandra.

 
Berita Terpopuler