Sri Mulyani Minta Pengelolaan BLU tak Jadi Lahan Bisnis

BLU diharapkan tidak identik dengan manajemen yang amburadul.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas kebersihan beraktivitas di area Tebing Keraton, Ciburial, Kabupaten Bandung, Kamis (28/5). Pemerintah meminta agar pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) tidak dijadikan lahan bisnis.
Rep: Novita Intan Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meminta agar pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) tidak dijadikan lahan bisnis. Hal ini mengingat BLU mampu meningkatkan dan mempertajam perannya dalam percepatan layanan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan BLU harus menunjukkan pelayanan bagi masyarakat yang disusun melalui pengelolaan secara presisi dengan manajemen baik dan berkualitas tinggi, sehingga BLU bisa melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dengan baik. 

“Saya harap pengawas dan pengelola BLU sudah mulai memikirkan kondisi new normal seperti apa yang harus disiapkan oleh BLU. Tidak boleh ada BLU yang bisnis. Saya berharap BLU bisa mengelola dan melayani masyarakat tidak identik dengan manajemen yang amburadul," ujarnya saat acara Rakor BLU 2021, secara virtual, Jumat (19/3).

Bendahara negara ini menginginkan di dalam kondisi sekarang ini, BLU mampu meningkatkan kerja sama yang terbaik bidang manajemen pengelolaan pelayanan, sehingga bisa menjadi referensi bagi lembaga keuangan yang lain.

"Dengan demikian kita akan melihat bagaimana kinerja BLU akan terus-menerus perbaiki selama ini," ucapnya.

Badan Layanan Umum (BLU) bukanlah sesuatu badan yang baru. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2005, BLU berupaya mengalami perubahan terutama dari sisi layanan.

"Penekanan pada layanan (BLU) itu begitu sangat penting, tapi juga kita melihat perkembangan BLU terdiri dari berbagai hal jenis dan jumlah juga kualitas layanannya dan juga dari sisi keuangan yaitu penerimaan negara," ungkapnya.

Dikarenakan beragamnya BLU, Kementerian Keuangan pun mengklasifikasikan menjadi lima rumpun-rumpun besar seperti bidang kesehatan yakni BLU pada rumah sakit, BLU pengelolaan kawasan, penyediaan barang, dan jasa lainnya serta pengelolaan dana.

"Ini bisa menciptakan sebuah populasi yang kemudian menciptakan benchmarking mana yang dikelola dengan baik di antara rumah sakit rumah sakit baik. Karena kami bisa membandingkan berdasarkan tadi kontrak kinerjanya, sehingga mereka kemudian terjadi yang disebut objektif alat monitoring organisasi ini, BLU bisa saling belajar dan tidak ada subjektif," jelasnya.

 

Sri Mulyani menyebut setiap BLU bisa saja sebagai tempat, daerah dan fungsinya berbeda. Namun, tetap sebagai sebuah organisasi ada kesamaan-kesamaan dan bisa saling belajar mengenai bagaimana mengelola misi BLU yakni melayani publik dengan berbagai macam bidangnya.

"Kalau kita sebut BLU yang nonprofit tidak berarti kita memiliki kultur budaya organisasi yang amburadul yang seenaknya sendiri yang tidak profesional. Karena institusi apa lagi yang namanya pelayanan masyarakat justru harus makin memiliki profesionalisme dan tata kelola serta manajemen dan leadership yang makin baik," ucapnya.

Dari sisi lain, sepanjang 2020 BLU hanya menerapkan sekitar 86 persen kontrak kerja. Namun kontrak kinerja pada level organisasi belum juga semuanya diturunkan kepada level pegawai sebab baru sekitar 56,5 persen satuan kerja BLU yang melakukan cash giving ke bawah sampai kepada level pegawai.

"Ini juga menggambarkan berarti masih ada BLU yang belum punya ukuran apa untuk kinerjanya. Saya berharap tahun ini tidak ada satupun BLU yang dikecualikan. Saya juga berharap BLU mengatakan sulit buat kontraknya kerjanya, saya tidak percaya itu. Karena Kemenkeu 84.000 yang juga rumit, kami juga melakukan cashkit sampai ke pegawai," ucapnya.

"Jadi tidak ada excuse untuk mengatakan organisasi saya terlalu unik, khusus, terlalu rumit sehingga tidak bisa melakukan kontrak kinerja. Semuanya itu seni, dan semuanya tergantung situasi. Saya tidak percaya itu. Jadi semuanya kita tetap menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang baik," ungkapnya.

Dari sisi tarif layanan baru sekitar 55,9 persen BLU yang mempublikasi tarif layanannya. Hal ini artinya belum transparan semua dan perlu untuk mendapatkan perhatian. 

Pada bidang keuangan, juga masih melihat sebanyak 25 persen dari BLU belum menyusun dan menetapkan pengelolaan kasnya atau uang yang dikelola mereka. Kemudian ada 11 persen yang belum menyusun perencanaan kas secara periodik dan memadai, dan bahkan lebih dari 50 persen belum menetapkan pedoman rencana investasi jangka pendek, dan baru 35 persen yang mengatur porsi kas untuk diinvestasikan.

 

Ke depan mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu pun berharap agar BLU tidak menjadi kaku. Sri Mulyani mengaku optimis manajemen yang baik identik dengan ketidakmampuan merespons, sebaliknya justru manajemen yang baik mampu merespons dan punya fleksibilitas namun fokusnya pada kinerja.

 
Berita Terpopuler