Potensi Insentif untuk Bank Syariah yang Cukup Banyak

Pajak deposito di bank syariah seharusnya tak diperlakukan sama dengan konvensional.

Republika/Mardiah
Ilustrasi Deposito. Potensi insentif untuk perbankan syariah masih sangat banyak demi meningkatkan daya saing terhadap industri bank konvensional yang sudah lama berdiri.
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi insentif untuk perbankan syariah masih sangat banyak demi meningkatkan daya saing terhadap industri bank konvensional yang sudah lama berdiri. Direktur CIMB Niaga Syariah, Pandji P Djajanegara menyambut baik adanya inisiatif reformasi pajak yang digaungkan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Baca Juga

"Masih banyak issue perihal perpajakan di syariah ini, jadi dengan adanya inisiatif ini, seharusnya beberapa hal akan diperhatikan dan mudah-mudahan ada jalan keluar," katanya pada Republika.co.id, Selasa (16/3).

Ia menyebutkan beberapa isu yang dapat disoroti baik dari sisi pembiayaan, pendanaan, maupun operasional lainnya. Di antaranya adalah besaran pajak deposito di bank syariah yang seharusnya tidak diperlakukan sama seperti produk konvensional yang menawarkan fix rate.

Deposito bank syariah menawarkan imbal hasil yang volatile mengikuti kinerja seperti reksa dana. Selanjutnya transaksi pajak berganda dalam pembiayaan akad murabahah. Transaksi jual beli itu terjadinya dua kali, maka terjadi dua kali peralihan kepemilikan sehingga PPn-nya dikenakan dua kali juga.

Ini menurut UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Selanjutnya, pemerintah telah menerbitkan dua peraturan yang mengatur pengenaan pajak penghasilan atas kegiatan usaha pembiayaan syariah dan kegiatan usaha.

Peraturan yang pertama adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2011 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa perlakuan pajak atas kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi atau operating lease.

Sedangkan sewa guna usaha Ijarah Muntahiyah Bittamlik diperlakukan sama dengan sewa guna usaha dengan hak opsi atau financial lease. Untuk kegiatan usaha anjak piutang Wakalah bil Ujrah dan pembiayaan konsumen berdasarkan akad Murahabah, Salam, dan Istishna’, keuntungannya dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan pajak penghasilan atas bunga.

 

Selanjutnya, atas penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha kartu kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah lainnya dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Peraturan kedua, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2011 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Perbankan Syariah.

"Intinya untuk pembiayaan dengan prinsip syariah dipersamakan dengan peraturan perbankan komersial," katanya.

Bagi hasil dipersamakan dengan aturan bunga bank menurut PMK No 26/PMK.010/2016. PPh final mencapai 0-20 persen tergantung jangka waktu. Murabahah, Salam, atau Istishna’ berupa margin keuntungan atau laba, dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.

 

Pembiayaan kartu kredit dan lainnya. seperti yang diatur dalam UU PPh yaitu digabungkan dengan laba dan penghasilan lain dengan PPh tarif badan. Beberapa hal tersebut dinilai perlu dikaji ulang mengingat cara kerja mekanisme-mekanisme tersebut berbeda dengan produk konvensional.

 
Berita Terpopuler