Sekolah Indonesia di Yangon Dibuka untuk Penampungan WNI

KBRI akan membantu pemulangan mandiri bagi WNI yang berada di Myanmar

ap/AP
Pengunjuk rasa anti-kudeta memberikan penghormatan tiga jari selama unjuk rasa malam yang diterangi cahaya lilin di Yangon, Myanmar Minggu, 14 Maret 2021. Setidaknya empat orang ditembak mati selama protes di Myanmar pada hari Minggu, ketika pasukan keamanan melanjutkan tindakan keras mereka terhadap perbedaan pendapat menyusul kudeta militer bulan lalu.
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kondisi Myanmar kini kian tak kondusif menyusul gelombang protes melawan kudeta militer yang hampir berjalan 50 hari. Warga Negara Indonesia (WNI) di kota-kota di Myanmar pun diimbau untuk tetap tenang dan selalu mengikuti imbauan dari pemerintah Indonesia dalam hal ini Kedutaan Besar RI (KBRI) di Yangon.

Baca Juga

Duta Besar (Dubes) untuk Myanmar Iza Fadri menuturkan bahwa pemerintah RI sudah menyiapkan penampungan bagi WNI yang khawatir akan situasi yang kian membara di Myanmar. Kekerasan aparat keamanan terhadap pendemo damai terus berlanjut sehingga menimbulkan korban jiwa di antara para pengunjuk rasa.

"Kita siapkan penampungan di sekolah Indonesia di Yangon bagi WNI yang merasa tidak aman," ujar Dubes Iza ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (16/3). Menurut pantauannya, sudah lima WNI yang berada di penampungan sekolah RI di Yangon, sementara tiga lainnya sudah kembali ke rumah masing-masing.

Dubes Iza juga mengatakan, bahwa pihak KBRI akan membantu pemulangan mandiri bagi WNI yang menginginkan kembali ke Tanah Air. "Kita juga bantu repatriasi mandiri bagi yang ingin pulang," tutur dia.

Sudah sekitar 50 WNI kembali ke Tanah Air menggunakan penerbangan khusus. "Bagi WNI yang tidak memiliki keperluan esensial di Myanmar diimbau agar mempertimbangkan untuk pulang ke Indonesia melalui penerbangan khusus yang masih tersedia yaitu Singapore Airlines dan Myanmar Airlines," kata keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri RI.

Kendati demikian, dengan mempertimbangkan situasi terakhir yang mana diberlakukannya darurat militer di sejumlah wilayah di Myanmar, pemerintah RI masih memandang bahwa belum mendesak dilakukan evakuasi seluruh WNI di Myanmar. "Kondisi WNI saat ini relatif aman," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Teuku Faizasyah kepada Republika.co.id, Selasa (16/3).

Kemenlu dan KBRI Yangon juga akan membantu pengurusan charter flight jika memang opsi tersebut diminati para WNI. "Kemenlu dan KBRI terus memonitor perkembangan terakhir dan telah menyediakan akses hotline untuk membantu para WNI," ujar pernyataan Kemenlu RI.

 

Lembaga medis dan kemanusiaan RI, Mer-C menginformasikan bahwa relawan yang dikirim ke Myanmar kini sudah tidak lagi berada di sana. "Ada dua relawan kita di Myanmar, dan mereka sudah kembali ke RI sejak tahun lalu," ujar Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad kepada Republika.co.id, Selasa.

Kelompok pemantau Myanmar, Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP) mencatat setidaknya 20 orang tewas dalam gelombang protes terbaru Senin (15/3) waktu setempat. Aparat kian berani terus menggunakan gas air mata, peluru karet hingga peluru tajam dalam menghadapi pengunjuk rasa damai setiap harinya di seluruh negeri.

"Korban meningkat secara drastis," kata AAPP dalam pernyataan yang dikutip laman Channel News Asia, Selasa.

Kelompok itu juga mencatat lebih dari 180 orang telah tewas sejak kudeta militer 1 Februari. Sementara sebagian besar kematian Senin (15/3) adalah demonstran anti-kudeta, beberapa adalah warga sipil yang bahkan tidak berpartisipasi dalam protes.

 
Berita Terpopuler