AS-Korsel Sepakati Pembagian Biaya Kerja Sama Militer

Kerja sama militer ini sebagai benteng melawan ancaman Korut.

USMC
Pasukan marinir AS saat beraksi di Korsel.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) mencapai kesepakatan baru untuk membagi biaya penempatan pasukan AS di Negeri Ginseng itu. Penempatan pasukan dimaksudkan sebagai benteng melawan ancaman agresi Korea Utara (Korut).

Biro Urusan Politik Militer Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada Ahad (7/3) bahwa kesepakatan itu mencakup peningkatan biaya yang dinegosiasikan dan dibebankan kepada Seoul.

Baca Juga

Biro Urusan Politik Militer Departemen Luar Negeri AS tidak menjelaskan secara rinci porsi pembagian biaya tersebut. Biro itu menegaskan kembali aliansi perjanjian AS-Korsel sebagai kunci utama perdamaian, keamanan, dan kemakmuran untuk Asia Timur Laut.

Kementerian Luar Negeri Korsel pada Senin (8/3) mengatakan, AS dan Korsel akan segera menandatangani kesepakatan pembagian biaya tersebut. Kesepakatan itu muncul setelah pembicaraan tatap muka di Washington selama tiga hari.

Amerika Serikat menempatkan sekitar 28 ribu personel pasukannya di Korsel untuk membantu mencegah potensi agresi dari Korut. Di bawah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, AS kerap meminta sekutunya di Asia untuk meningkatkan bagian pembiayaan kerja sama militer secara drastis. Beban biaya yang dikeluarkan oleh Korsel untuk kehadiran militer Amerika merupakan masalah pelik dalam hubungan diplomatik kedua negara.

Pada 2019 Korsel harus membayar sekitar 924 juta dolar AS atau 1,04 triliun won untuk kehadiran pasukan AS. Jumlah beban biaya itu meningkat dari 830 juta dolar AS pada tahun sebelumnya.

Negosiasi untuk rencana pembagian biaya telah gagal karena Washington meminta Seoul membayar lima kali lipat dari biaya yang sebelumnya telah dibayarkan. Wall Street Journal melaporkan, kesepakatan pembagian biaya kerja sama militer ini akan berlangsung hingga 2025. Namun Kementerian Luar Negeri Korsel tidak memberikan komentar terkait laporan tersebut.

“Aliansi Amerika adalah sumber kekuatan kami yang luar biasa. Perkembangan ini mencerminkan komitmen administrasi Biden-Harris untuk menghidupkan kembali dan memodernisasi aliansi demokratis kami untuk memajukan keamanan dan kemakmuran bersama kami," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Korsel.

Korea Selatan mulai membayar penempatan militer AS pada awal 1990-an, setelah membangun kembali ekonominya dari kehancuran Perang Korea. Kehadiran militer AS yang besar di Korea Selatan adalah simbol aliansi negara. Namun di sisi lain kehadiran militer AS merupakan sumber sentimen anti-Amerika yang berlangsung sejak lama.

Sebagian besar kaum konservatif di Korsel khawatir bahwa mantan Presiden Donald Trump pada saat itu menggunakan negosiasi pembagian biaya kerja sama militer sebagai alasan untuk menarik beberapa pasukan AS di Korea Selatan. Negosiasi tersebut juga digunakan sebagai alat tawar-menawar dalam pembicaraan nuklir dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un yang terhambat. AS dan Korsel juga telah menghentikan atau membatalkan beberapa latihan militer mereka dalam beberapa tahun terakhir untuk mendukung diplomasi nuklir.

Di bawah pemerintahan Presiden AS Joe Biden, prospek untuk rencana pembagian biaya baru telah meningkat. Pemerintahan Biden berupaya untuk meningkatkan aliansinya dengan Korsel dan negara-negara lain.

 
Berita Terpopuler