Polisi Myanmar yang Membelot Dukung Pendemo Kian Bertambah

Lebih dari 100 polisi Myanmar beralih pihak menolak Junta Militer dan kudeta.

EPA-EFE/NYEIN CHAN NAING
Para pengunjuk rasa menghadapi petugas polisi selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 03 Maret 2021. Ilustrasi
Rep: Fergi Nadira Red: Yudha Manggala P Putra

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Jumlah polisi Myanmar yang membelot kian bertambah setelah tindakan keras berdarah aparat terhadap pengunjuk rasa antikudeta. Lebih dari 100 polisi menolak untuk mematuhi perintah junta hingga Sabtu (6/3).

Tanggal 28 Februari dan 3 Maret adalah hari paling berdarah sejak kudeta. Menurut laporan media lokal, setelah penumpasan berdarah terhadap pengunjuk rasa, lebih banyak polisi melanggar ketentuan militer dan bergabung dengan gerakan antijunta.

Media lokal, The Irrawaddy melaporkan, jumlah polisi yang beralih pihak telah meningkat menjadi lebih dari 100. Kelompok pertama desersi petugas polisi terjadi di Loikaw, ibu kota negara bagian kaya terkecil di negara itu. Itu terjadi selama pekan pertama protes anti-kudeta.

Rekaman gerakan dramatis ketika 49 petugas polisi memprotes dilindungi oleh para pengunjuk rasa diunggah di media sosial oleh kantor berita Kantarawaddy Times yang berbasis di Loikaw pada 10 Februari. Penjabat Kolonel Polisi Tin Min Tun dari Departemen Kepolisian Yangon adalah perwira tertinggi yang membelot, bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil pekan ini.

Dalam pesan video yang dikirim ke media lokal lainnya, Mizzima News, Tin Min Tun mengatakan polisi dan tentara telah melewati garis merah. Dia mengutip pembunuhan pengunjuk rasa anti-kudeta di kota Okalapa Utara Yangon pada Rabu (3/3).

"Orang-orang di Okalapa Utara adalah warga sipil tak bersenjata yang secara damai menuntut pemulihan demokrasi. Mereka kebanyakan adalah pemuda yang membela hak-hak mereka," katanya dalam video itu seperti dikutip laman Anadolu Agency, Ahad (7/3).

"Apakah kalian tidak merasa malu karena membunuh orang-orang ini? Kalian bertingkah lebih buruk daripada yang kalian lakukan di medan perang," ujarnya menambahkan.

Setelah hari paling berdarah dari penumpasan pada Rabu yang menewaskan sedikitnya 37 orang, puluhan petugas polisi menolak untuk menerima perintah dari junta militer. BBC Burmese Service melaporkan pekan ini bahwa lebih dari 70 petugas polisi telah melanggar barisan dan bergabung dengan gerakan antijunta.
.

Pembelotan polisi juga dilaporkan terjadi di negara bagian Kachin Utara yang berbatasan dengan Cina, negara bagian Chin yang berbatasan dengan India, dan wilayah pesisir selatan Tanintharyi pekan ini. Ngun Hnin Thang termasuk di antara petugas polisi yang menentang perintah militer untuk menembak pengunjuk rasa di kotapraja Falam, negara bagian Chin.

"Bagaimana kami bisa menembak pengunjuk rasa damai? Ini seperti membunuh anggota keluarga kami sendiri. Itu sebabnya kami menolak menerima perintah," katanya kepada Anadolu Agency.

Dia mengatakan dia bersembunyi untuk menghindari penangkapan oleh polisi tetapi berjanji untuk terus mendukung gerakan anti-kudeta. Myanmar NOW, media berita terkemuka di negara itu, juga melaporkan pada Selasa lalu bahwa dalam unjuk rasa solidaritas dengan pengunjuk rasa anti-kudeta, 12 tentara militer Myanmar membelot ke Karen National Union (KNU), sebuah organisasi politik dengan sayap bersenjata yang mengklaim  untuk mewakili orang Karen.

Lebih dari 60 orang telah tewas dan lebih dari seribu orang telah ditangkap selama serangkaian demonstrasi anti-kudeta di kota-kota besar dan kecil di Myanmar. Rakyat mengecam pemerintahan militer setelah kudeta 1 Februari

 
Berita Terpopuler