Pesan Abadi 3 Ayat Terakhir Surat Al-Munafiqun

Surat Al-Munafiqun memberikan peringatan dan nasihat untuk Muslim

pxhere
Surat Al-Munafiqun memberikan peringatan dan nasihat untuk Muslim. Ilustrasi Alquran
Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Surat Al-Munafiqun adalah salah satu surat Madaniyah (surat yang diturunkan di Madina) dalam Alquran. Sebagaimana namanya, surat ke-63 yang terdiri dari 11 ayat ini banyak membahas tentang orang-orang munafik.

Sebagaimana pada ayat pembuka dalam surat ini yang menjelaskan tentang ciri orang-orang munafik adalah pendusta. Orang-orang munafik menyatakan kesaksiannya atas kerasulan Nabi Muhammad, namun mereka dusta.   

Pendakwah yang juga Imam Islamic Center New York, Amerika Serikat, Ustadz Shamsi Ali menjelaskan orang-orang munafik mudah untuk bersumpah namun hanya dalam lisan semata. Hati orang-orang munafik tidak sejalan dengan sumpah yang diucapkan lisannya. Bahkan orang-orang munafik justru berusaha merusak ajaran agama dengan kepandaiannya berbicara.  

Pada akhir surat al-Munafiqun ada tiga ayat yang dapat menjadi bahan renungan sebagai seorang Muslim yang beriman agar tidak merugi, dan agar selamat hidup di dunia dan akhirat serta terhindar dari sifat orang-orang munafik. 

Pada ayat kesembilan dalam surat ini, Allah menyeru kepada orang-orang yang beriman agar menjaga diri dari dua hal yang dapat melalaikan seseorang dari mengingat Allah SWT.  

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

"Setelah Allah bercerita banyak tentang kemunafikan, kemudian Allah membalik panggilan itu, panggilan kepada orang-orang yang beriman. Kenapa yang dipanggil orang beriman? Untuk mengingatkan pada kita bahwa iman itu kontra dengan nifaq," kata Ustadz Shamsi Ali dalam kajian daringnya, sebagimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika.   

Menurut dia, adanya kalimat seruan terhadap orang-orang yang beriman dalam ayat kesembilan pada surat al-Munafiqun juga menunjukan bahwa terdapat hal yang sangat penting pada bagian kalimat selanjutnya. Dalam ayat ini Allah menyeru pada orang-orang yang beriman agar jangan sampai harta benda dan anak keturunan membuat lalai atau lupa dari mengingat Allah.

Ustadz Shamsi menjelaskan kata lahwun berarti sesuatu yang melupakan. Begitupun dunia yang juga memiliki nama lain dengan sebutan lahwun. Maka tak heran dunia kerap melupakan manusia dari pencipta-Nya. 

Dia mengatakan karena hanyut dalam kesenangan dunia manusia lupa akan fitrahnya. Padahal jauh sebelum dilahirkan ke alam dunia, manusia sudah menyatakan kesaksian kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha-Esa. Manusia sendiri berasal dari kata nasia yansa yang juga berarti melupakan, yakni makhluk yang punya tabiat cepat lupa. Pada saat yang sama dunia membawa manusia yang lemah lupa pada kefitrahannya.  

"Orang-orang berjuang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan tidak pernah ada ujungnya. Jangan pernah merasa orang terkaya merasa sudah cukup, ternyata belum. Itulah dunia, seperti magnet punya daya tarik yang sangat kuat. Maka Alquran mengatakan jangan harta benda kamu menjadikan kamu itu lupa mengingat Allah," kata Ustadz Shamsi. 

Allah SWT juga menyeru pada...

 

 

Allah SWT juga menyeru pada orang yang beriman agar jangan sampai anak keturunan melalaikan diri dari mengingat Allah. Sebab menurut Ustadz Ali, anak kerap dijadikan alasan bagi seseorang sehingga lupa terhadap kewajibannya sebagai hamba Allah.

Allah mengingatkan orang-orang beriman agar jangan sampai lupa berzikir. Sebab menurut Ustadz Shamsi Ali orang-orang yang kehilangan zikrullah maka kehidupannya akan rusak.   

Sementara berzikir bukan sekadar melafazkan kalimat-kalimat thayyibah yang memuji dan mengagungkan Allah, melainkan yang tak kalah penting menurut Ustaz Shamsi adalah menemukan esensi zikir dalam hati yang kemudian berpengaruh terhadap amal perbuatan. 

Orang-orang yang tak menghiasi hari-harinya dengan zikir maka kehidupannya menjadi semerawut dan merugi. Selain itu orang yang tak pernah berzikir juga hatinya akan menjadi mati dan tidak mendapatkan ketenangan. 

Kondisi seperti inilah, yang menurut Ustaz Shamsi Ali, yang tengah terjadi di negara-negara Barat. Meski mengalami kemajuan hebat dalam berbagai hal namun masyarakatnya mengalami batin yang mati dan kehampaan dalam hidup.  

Pada ayat kesepuluh surat al-Munafiqun Allah menyeru agar menginfakan sebagian harta benda sebelum datangnya kematian. 

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" 

Ustadz Shamsi menjelaskan...

Ustadz Shamsi menjelaskan bahwa kesanggupan seseorang berinfak karena Allah merupakan bukti tak adanya sifat kemunafikan dalam diri. Berinfak adalah satu amal terbaik yang dapat dipersiapkan oleh orang beriman untuk menghadapi kematian dan alam akhirat.  

"Salah satu yang bisa kita jadikan pembuktian apakah kita tidak mempunyai kemunafikan dalam diri kita adalah dengan berinfak. Buktikan bahwa kita tidak punya munafik hati," kata Ustadz Shamsi.  

Ayat tersebut juga menjadi renungan tentang kematian yang pasti dialami oleh setiap manusia. Ustadz Shamsi menjelaskan banyak orang-orang yang mengetahui bahwa setiap manusia pasti mengalami mati.

Namun demikian mereka cenderung lalai dan tak sadar sehingga tidak mempersiapkan amal sebagai bekal di akhirat. Hingga kemudian orang-orang yang terbawa hanyut dalam kesenangan dunia dan melupakan akhirat akan mengalami penyesalan ketika maut akan menjemputnya. 

Dalam lanjutan ayat kesepuluh itu, dijelaskan bahwa manusia meminta waktu kepada Allah dari ajal yang akan menjemputnya, sehingga manusia tersebut berharap dapat bersedekah dan menjadi orang saleh.  

Menurut Ustadz Shamsi Ali, kematian merupakan situasi transisi. Seseorang akan merasa sedih karena akan meninggalkan kehidupan dunianya termasuk keluarganya. Pada sisi lain, merasakan penyesalan karena ditampakkan kehidupan akhirat sementara tidak ada amal yang dibawanya. Meski memohon agar ditanggugkan dari kematian untuk menjadi orang saleh namun Allah menolaknya. 

Pada ayat kesebelas di surat Al-Munafiqun, Allah dengan tegas mengatakan tidak akan menangguhkan kematian seseorang yang telah datang waktu kematiannya. Allah Dzat yang Mahamengetahui apa saja yang dikerjakan makhluk-Nya. 

 وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُون “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Mahamengenal apa yang kamu kerjakan.” 

 
Berita Terpopuler