Mengapa Biden tak Berani Sanksi Pangeran MBS?

Laporan intelijen AS mengonfirmasi MBS mengetahui operasi pembunuhan Khashoggi.

Saudi Royal Court/Bandar Algaloud
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman dan Raja Salman.
Rep: Fergi Nadira Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Joe Biden membela keputusan untuk tidak menerapkan sanksi kepada Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) atas pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi, Senin (1/3). Sebelumnya laporan intelijen AS membeberkan fakta bahwa calon raja Saudi bertanggung jawab atas pembunuhan Khashoggi pada 2018.

"Kami sedang bekerja untuk menempatkan hubungan AS - Saudi pada pijakan yang benar," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price pada konferensi pers di Washington, Senin dikutip laman Aljazirah.

Menurut Price, AS membela keputusan pemerintahan Biden untuk tidak memberikan sanksi kepada putra mahkota, yang merupakan penguasa de facto Arab Saudi. Price mengatakan, Pemerintahan Biden tengah berusaha untuk mengkalibrasi ulang, bukan memutuskan hubungan AS-Saudi.  "Seandainya pemerintahan Biden melakukan sesuatu yang lebih dramatis dan sesuatu yang lebih drastis dengan menyebut MBS sebagai sanksi, itu akan sangat mengurangi pengaruh AS di Riyadh," kata Price.

Keputusan pemerintah untuk tidak menghukum putra mahkota menuai kritik keras dari Washington Post. Khashoggi adalah seorang kolumnis di sana. Juru bicara Washington Post Fred Ryan menuduh Biden melanggar janji kampanyenya untuk membuat rezim Saudi membayar harga atas pembunuhan Khashoggi.

"Seolah-olah di bawah pemerintahan Biden, lalim yang menawarkan nilai strategis sesaat kepada Amerika Serikat mungkin diberi izin 'satu pembunuhan gratis'," ujarnya.

Baca Juga

Baca juga : China akan Keluarkan Laporan Pelanggaran HAM Amerika Serikat

Pada 26 Februari, Departemen Luar Negeri AS menempatkan 76 warga negara Saudi dalam daftar larangan bepergian. Departemen Keuangan AS juga menjatuhkan sanksi keuangan pada pejabat Saudi yang terlibat dalam pembunuhan Khashoggi, tetapi MBS tidak termasuk.

Sanksi tersebut diumumkan setelah Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) merilis laporan yang tidak diklasifikasikan oleh CIA dan agen mata-mata AS lainnya yang menugaskan tanggung jawab atas operasi yang menewaskan Khashoggi ke MBS. "Pilihan yang dibuat Riyadh akan memiliki implikasi yang sangat besar bagi kawasan itu," kata Price.

"Tujuan kami dalam semua ini adalah untuk dapat membentuk pilihan-pilihan itu ke depan. Itulah mengapa kami membicarakan hal ini bukan sebagai pemutusan tetapi sebagai kalibrasi untuk memastikan bahwa kami mempertahankan pengaruh tersebut dalam apa yang kami butuhkan untuk kepentingan kami sendiri," ujarnya melanjutkan.

Price mengatakan, sejak Joe Biden terpilih sebagai presiden AS, Riyadh telah mengambil langkah ke arah yang benar dengan membebaskan aktivis hak perempuan Loujain al-Hathloul dan dua warga negara ganda Saudi-AS, serta mengakhiri blokade yang dipimpin Saudi terhadap Qatar. Laporan ODNI mengatakan badan-badan intelijen AS telah menyimpulkan lebih dari setahun yang lalu bahwa putra mahkota Saudi telah menyetujui operasi oleh anggota pengawal untuk menangkap atau membunuh Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul, Turki.

Kementerian Luar Negeri Saudi pada Jumat menolak laporan AS dan mengatakan laporan itu tidak akurat. Pejabat Saudi membantah MBS terlibat dalam kematian Khashoggi.

ODNI pada Senin (1/3) juga mengatakan telah menghapus tiga nama dari 21 orang yang diidentifikasi dalam laporan asli Khashoggi yang terlibat dalam pembunuhan itu. Nama Abdullah Mohammed Alhoeriny, Yasir Khalid Alsalem, dan Ibrahim al-Salim tidak tercantum dalam versi revisi laporan ODNI yang ditempatkan di situs web agensi.

"Kami meletakkan dokumen yang direvisi di situs web karena yang asli berisi tiga nama yang seharusnya tidak ditambahkan," ujar juru bicara ODNI.

 
Berita Terpopuler